1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Paralel <Fenomenal>

Discussion in 'Fiction' started by Grande_Samael, Feb 13, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    Title = Paralel

    Genre = Read and Decide yourself

    [​IMG]
    bayangkan sendiri!

    Oke kalau begitu kita mulai dengan storynya...

    Dua orang pria tengah berjalan melintasi laboratorium mesin yang cukup besar. Seorang pria gondrong berumur tiga puluhan berjalan di depan diikuti pria muda yang tengah membaca-baca sebuah modul.

    “Jadi dari mana mereka To?” tanya si pria gondrong.

    “Universitas Negeri Indonesia”, jawab pria muda itu.

    “Mereka datang”, si pria gondrong menghentikan langkahnya dan membuat pria muda yang mengikutinya menabrak punggungnya “pelan-pelan”.

    Terdengar suara kerumunan orang dari balik pintu laboratorium. Kemudian dua orang pria paruh baya masuk ke dalam. Yang satu mengenakan pakaian seragam coklat sedangkan yang satunya mengenakan kemeja bergaris-garis.

    “Pak Stephen!” panggil pria botak gemuk dengan kemeja bergaris-garis sambil berjalan cepat ke arah si pria gondrong.

    “Pak Hendro!” sahut Stephen sambil menjabat tangan si pria botak gemuk “Mahasiswa langsung disuruh masuk saja!”

    Hendro mengangguk kemudian memanggil para mahasiswanya masuk. Dengan segera para mahasiswa itu menyeruak masuk ke dalam laboratorium dengan agak tidak teratur.

    Kemudian mereka langsung berkumpul di belakang Hendro tanpa diberi aba-aba lagi. Jumlah mereka sekitar tiga puluh orang. Stephen memperhatikan mereka dengan seksama.

    “Halo”, sapa Stephen dengan sedikit menganggukkan kepalanya dan memaksakan senyum “Selamat datang di laboratorium elektro Institut Negeri Bandung!”

    Secara serempak para mahasiswa itu membalas sapaan Stephen dengan mengatakan ‘halo’.

    “Perkenalkan, saya...”

    “PENJAHAT!”

    Tiba-tiba seseorang berteriak dan memotong kata-kata Stephen. Hendro terperanjat dan segera berbalik untuk menemukan siapa mahasiswanya yang berani berteriak seperti itu. Begitu pula dengan mahasiswa yang lain, mereka saling tengok untuk menemukan pelakunya.

    Akhirnya gerakan kepala-kepala itu berhenti pada seorang gadis yang berdiri paling belakang. Dengan penuh kekesalan Stephen menatap gadis itu dalam-dalam. Stephen mengira ia adalah gadis pencari masalah yang suka sekali dengan perhatian. Namun dugaannya berubah seketika ia menatap wajah gadis itu.

    Stephen dapat melihat tatapan kemarahan di wajah bersih gadis itu. Matanya agak merah berkaca-kaca. Mendadak Stephen malah merasa bersalah, bukannya marah.

    “CLARISSA!” bentak Hendro “APA-APAAN KAMU!”

    Namun Clarissa tidak menjawab dosennya. Ia segera berbalik dan berlari keluar laboratorium. Mahasiswa yang lain mulai berbisik-bisik, sementara Stephen masih terpaku menatap daun pintu yang barusan dilewati Clarissa.

    Di suatu minggu pagi yang cerah, seorang gadis muda berambut pendek tengah berlari dengan tergesa-gesa. Ia berlari di sepanjang gang sepi untuk mencari angkutan umum. Nafasnya sudah tersengal-sengal namun ia sama sekali tidak menurunkan kecepatannya.

    “Dik, permisi!”

    Tiba-tiba gadis itu mendengar seseorang memanggilnya. Ia segera mengerem dan membuat tubuhnya agak tehuyung ke depan, tetapi ia dapat mengembalikan keseimbangannya. Ia menoleh ke belakang untuk mencari sumber suara itu dan ia melihat seorang pria gondrong. Kumis dan jenggotnya tumbuh tidak terawat. Penampilannya benar-benar kusut.

    “Ya pak”, kata gadis itu seraya mengatur napasnya “Ada yang bisa dibantu?”

    “Maaf dik, saya tersesat”, kata pria itu sambil menggaruk-garukkan kepalanya “Boleh tanya alamat?”

    Gadis itu berpikir sejenak. Ia kelihatan sedang mempertimbangkan sesuatu namun segera mengangguk.

    “Ya boleh saja. Bapak mau ke mana?” tanya gadis itu tanpa basa-basi. Ia tampak sedang terburu-buru.

    “Em, saya mau ke rumah di gang kamboja nomor 8”, kata pria itu, kini sambil menggaruk-garuk jenggotnya “Kalau dari sini harus ke mana ya?”

    “Loh, di dekat sini memang ada gang kamboja”, jawab gadis itu tetapi dengan wajah bingung “Tetapi tidak ada yang nomo 8. Setelah 7 langsung 9”

    “Wah aneh ya, apa aku salah diberi alamat”, ujar pria itu sambil berkecak pinggang dan membuang wajahnya.

    “Oh, ngomong-ngomong maaf ya pak. Saya harus pergi, sudah telat nih!” kata gadis itu tiba-tiba dan langsung berbalik arah mengambil ancang-ancang berlari.

    “TUNGGU!”

    Pria itu bereaksi dengan cepat dan mencengkram bahu gadis yang membelakanginya. Gadis itu terdiam dan menoleh ke arah pria yang mencengkram bahunya. Pria itu diam sejenak kemudian menyadari kesalahannya. Ia segera melepaskan cengkramannya.

    “Maaf”, kata pria itu pelan sambil sedikit bergerak ke belakang.

    “Ba, bapak ini apa-apaan”, raut penuh kecurigaan timbul di wajah gadis tersebut “Jangan-jangan bapak mau menculik saya?”

    “Bukan! Bukan!” kata pria itu panik sambil melambaikan tangannya dengan cepat “Saya ini tidak ada maksud...”

    Namun belum selesai pria itu berbicara si gadis sudah mengambil langkah seribu. Ia berlari secepat-cepatnya seperti sedang dikejar hantu.

    “Tunggu!” pria itu tidak mau ketinggalan. Ia segera mengejar gadis itu.

    Tidak lama gadis itu sudah keluar dari gang yang sepi. Kini ia berada di pinggir jalan yang cukup ramai. Dengan panik ia melihat ke ujung jalan untuk mencari angkutan umum yang melintas. Tetapi tidak ada satupun angkutan umum yag terlihat.

    Gadis itu menoleh ke belakang dan ia melihat si pria gondrong yang sudah hampir sampai di tempatnya berdiri.

    “Penculik!” teriak gadis itu sambil berlari di sepanjang pinggir jalan.

    Teriakan gadis itu berhasil menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya. Mereka segera mencari-cari siapa penculik yang dimaksud. Strategi gadis itu berhasil. Si pria gondrong berhenti mengejarnya karena takut dihakimi massa.

    Akhirnya gadis itu melihat sebuah angkutan umum yang bergerak ke arahnya. Tanpa ragu ia menghentikan angkutan umum itu dan menaikinya. Untuk sesaat ia merasa sudah aman. Tetapi tidak lama, hingga ia melihat pria yang mengejarnya tadi juga menghentikan angkutan umum yag ia naiki. Gadis itu kembali panik.

    “Pak, tolong jangan berhenti! Saya mau diculik!” pinta gadis itu dengan nada panik yang meyakinkan.

    “Ah yang bener neng?” sopir angkot itu bertanya namun sebelum dijawab ia sudah menginjak pedal gas dalam-dalam.

    Dengan cepat angkot itu bergerak melewati si pria gondrong. Kesal, tidak kehabisan akal, pria gondrong itu mengambil sebuah batu di pinggir jalan dan melemparkannya kuat-kuat ke arah angkutan umum yang melewatinya.

    CRAKKK!

    Batu itu sukses menghantam kaca belakang dari angkutan umum. Kacanya tidak pecah, hanya lecet sedikit. Walaupun begitu angkutan umum itu tetap berhenti.

    “Pak, tolong jangan berhenti”, bujuk gadis itu “Jalan terus”.

    “Neng, kalau begini sudah serius urusannya”, jawab sopir angkot itu dengan tatapan meyakinkan “Lagipula dia mau menculik neng kan? Biar saya habisi orang itu!”

    “Tapi pak, saya bisa telat nih!” pinta gadis itu sambil menarik baju sopi angkot.

    “Neng tidak usah takut”, kata sopir angkot itu seraya melepaskan tarikan si gadis “Saya akan lindungi neng dari penculik!”

    Dengan gagah berani si sopir angkot turun dari mobilnya. Seketika itu juga ia mengambil langkah kilat menuju pria gondrong yang melempar mobilnya dengan batu. Pria gondrong itu menjadi gentar dan segera berlari menjauh, tetapi si sopir angkot yang sudah marah mengejarnya sambil melontarkan sumpah serapah. Orang-orang yang berada di pinggir jalan hanya terdiam menyaksikan aksi mereka. Sementara itu si gadis yang terlambat dilupakan di dalam mobil angkutan umum.

    ***

    Bel sekolah berbunyi. Murid-murid SMA 1 Bandung berlari memasuki kelas mereka masing-masing. Di dalam salah satu kelas dengan papan bertuliskan 3-IPA-1, gadis berambut pendek yang kemarin sudah duduk manis di mejanya.

    “Clarissa!” sahut salah seorang temannya.

    “Hai Nana!” balas gadis itu “Tumben datangnya lama?”

    Teman gadis itu segera duduk di sebelahnya. Napasnya tidak teratur, menandakan ia baru saja berlari-lari dengan panik.

    “Iya nih, tadi aku bangun kesiangan”, jelas Nana sambil mengelap peluh keringatnya “Acara kemarin melelahkan sekali sih, pulangnya sampai malam”.

    “Oh, lama sekali ya”, balas Clarissa sambil mengangguk-angguk.

    “Ngomong-ngomong kamu kemana kemarin? Malah bolos”, sindir Nana.

    “Aku bukannya bolos”, kata Clarissa mengelak “Kemarin ada bapak-bapak aneh yang mengejarku. Akhirnya aku jadi terlambat bis!”

    “Bapak-bapak aneh?” tanya Nana keheranan.

    “Iya, sepertinya aku mau diculik”, jawab Clarissa dengan wajah serius, tetapi Nana malah tertawa.

    “Hahahahaha, memangnya siapa yang mau menculikmu? Rugi!”

    Clarissa menjadi kesal karena ditertawakan orang yang ia percaya. Ia membuang muka dari
    Nana pertanda kekesalannya.

    “Hahaha, ga usah marah gitu deh”, bujuk Nana yang mennyadari kekesalan Clarissa “Yang jelas sih kamu rugi banget kemarin ga datang!”

    “Iya aku tahu”, jawab Clarissa masih membuang muka.

    ***

    Kegiatan belajar pada hari Senin selalu terasa lama bagi Clarissa. Ditambah lagi harus mengerjakan tugas kelompok yang membosankan. Hari sudah gelap ketika ia turun dari angkutan umum di depan gang menuju rumahnya. Sebuah gang yang selalu sepi menunggu di depannya. Hal ini membuatnya takut. Karena ini juga sebisa mungkin Clarissa selalu berusaha pulang sebelum gelap.

    Clarissa berjalan cepat menyusuri gang yang sepi. Banyak rumah yang tidak ditinggali di gang ini. Lampu-lampu dari rumah kosong itu tidak dinyalakan sehingga membuat gang ini agak gelap dan angker. Tiba-tiba Clarissa menghentikan langkahnya.

    Ia baru saja ingat bahwa orang tuanya sedang pergi keluar kota. Tidak ada yang memasak makanan di rumah. Ia harus kembali untuk membeli makan malam.

    Clarissa segera berbalik, namun apa yang ia lihat di belakangnya sangat mengejutkan. Pria gondrong yang kemarin mengejarnya sedang berdiri di sana. Kegelapan membuat wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi Clarissa dapat melihat matanya dengan jelas. Matanya begitu merah dan menakutkan.

    Apa yang dipegang pria itu jauh lebih membuat Clarissa ketakutan. Terdapat sebuah pisau di tangan kanan pria itu. Untuk sesaat Clarissa merasa hidupnya akan segera berakhir. Namun perasaan itu berubah ketika ia melihat mata pria itu. Bukan kebencian atau niat membunuh yang ia lihat. Clarissa melihat kehampaan, keputusasaan.

    “Pak”, Clarissa memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan pria itu “Apa mau bapak?”

    “Yang kumau”, jawab pria itu pelan dengan suara bergetar lalu tidak melanjutkannya.

    Clarissa dapat melihat tangan kanan yang memegang pisau mulai bergetar. Ia menyadari bahwa keraguan tengah menghinggapi pria itu. Clarissa mulai dapat mengumpulkan keberaniannya, namun ia juga tidak mau mengambil resiko. Akhirnya ia menggunakan seluruh keberanian yang berhasil ia kumpulkan untuk melarikan diri.

    “HEI!” teriak pria itu dan segera mengejar Clarissa.

    Clarissa terus berlari sambil berteriak minta tolong, tetapi gang itu sangat sepi. Ia terus berlari tanpa henti. Ia dapat merasakan pria itu hanya berada beberapa langkah di belakang.

    Clarissa berlari tanpa banyak berpikir lagi. Ia tidak dapat menentukan arah dan tikungan yang harus diambil dengan tenang. Ia hanya berharap bisa segera menemukan keramaian.
    Namun sayang tikungan demi tikungan yang ia ambil malah mengantarkannya pada gang yang lebih sepi dari sebelumnya. Sebagian besar rumah di gang ini sangat gelap, seakan-akan gang ini adalah gang kosong yang berhantu.

    Setelah menyadari kesalahannya, ia mulai memperlambat larinya dan berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang dan untungnya pria itu sudah tidak kelihatan lagi. Perasaan lega menghinggapi Clarissa. Ia telah berhasil lolos dari maut.

    Tapi naas, maut masih mengancamnya. Ia mendengar suara sekelompok pria yang berbicara tak tentu arah. Clarissa tahu, sekelompok orang mabuk sedang berjalan ke arahnya.

    Clarissa masih lelah, tetapi ia memaksakan diri untuk berlari. Ia harus segera pergi dan menghindari orang-orang mabuk. Tapi sial Clarissa tidak melihat ada orang di depannya. Alhasil Clarissa menabrak orang itu dengan sukses dan keduanya jatuh terjerembab di tanah.

    “Bob... Napa lo?” seseorang memanggil dengan suara yang mabuk.

    “Ga tau ni Cok... Ada yang nabrak”, jawab Bobi yang masih tergeletak di tanah, sedangkan Clarissa sudah mencoba untuk berdiri.

    “Eh, lu ditabrak cewek tu. Asik”, celetuk salah seorang pria mabuk yang berjalan ke arah Clarissa.

    Clarissa menyadari bahaya sudah benar-benar dekat. Tanpa basa basi ia mulai mengambil langkah panjang, namun sebuah cengkraman kuat di kaki kanannya membuatnya terjatuh. Bobi yang masih tergeletak di tanah lah yang memegangi kaki Clarissa.

    “Tunggu dong neng”, kata Bobi sempoyongan “Abis nabrak jangan maen kabur aja”.

    “Lepasin bang! Saya mau pulang”, pinta Clarissa dengan suara yang bergetar.

    “Jangan buru-buru neng”, ujar pria mabuk yang dipanggil Coki sambil memegangi bahu Clarissa dan mendekatkan wajahnya ke wajah Clarissa “Cantik juga euy”.

    “Huehehehehe bonus ni Cok” ujar pria ketiga yang mendekati Clarissa dan ikut memeganginya.

    “Okelah mas bro...” Bobi mencoba bangkit walau dengan sempoyongan, namun tangannya masih memegangi kaki Clarissa dengan kuat.

    Kini Clarissa sudah benar-benar terkepung oleh tiga pria mabuk. Tidak ada lagi jalan keluar baginya. Di tengah keputusasaan Clarissa berteriak-teriak meminta tolong, tetapi ketiga pria mabuk itu malah menertawakannya. Memang gang ini sangat sepi, tidak ada seorangpun yang tinggal di sini.

    Clarissa ingat, telah terjadi beberapa kasus pemerkosaan di tempat ini. Matanya mulai memerah. Air mata telah menetes. Setelah ini masa depannya akan direnggut oleh tiga pria mabuk yang mulai menggerayanginya.

    “WOE ANJING!” seseorang berteriak dengan lantang dan mengejutkan ketiga pria mabuk itu.

    Dari balik kepungan ketiga pria mabuk itu Clarissa melihat pria yang sejak tadi mengejarnya. Ia berdiri gagah dengan pisau di tangannya.

    “LU PADA MACEM-MACEM GUA ABISIN LU SEMUA!” ancam pria itu sambil mengacungkan pisaunya.

    Sayang ancaman pria itu tidak dapat menyentuh syaraf mereka yang sedang mabuk. Tanpa berpikir dua kali mereka segera bangkit dan menyerang pria itu. Alkohol telah berhasil membuat mereka menjadi tiga orang tidak kenal takut. Sebilah pisau tidak akan mengecilkan nyali mereka.

    “SERBU!” teriak Coki lantang menandakan pertarungan dimulai.

    “OEEE!” teriak pria itu sebagai balasan.

    Pertarungan sengitpun tidak dapat dihindarkan lagi.

    ***

    Pria itu terbangun di sebuah kamar keesokan harinya. Cahaya matahari pagi masuk melalui kaca jendela menyinari tubuhnya dan dipenuhi balutan luka. Tidak ada siapa-siapa di kamar kecil ini. Dengan segenap kekuatan ia berusaha bangkit dari tidurnya.

    Pada saat otot-ototnya berkontraksi itulah rasa sakit menyerangnya. Ia merintih kesakitan dan akhirnya roboh.

    Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang gadis berambut pendek masuk ke dalam dengan terburu-buru.

    “Bapak sudah sadar?” tanyanya Clarissa, namun ia masih berdiri di ambang pintu.
    Pria itu melihat Clarissa baik-baik. Ia paham Clarissa pasti masih takut karena ia hampir membunuhnya kemarin.

    “Maaf”, kata pria itu singkat “Maafkan aku”.

    “Tidak, tidak apa-apa pak”, jawab Clarissa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya

    “Justru saya yang harus berterima kasih”.

    “Hahaha, sangat naif”, pria itu tertawa namun kemudian terbatuk.

    Clarissa segera mendekati pria itu dan mengambilkan minum. Clarissa membantunya untuk duduk dan memberikan air putih. Pria itu meminumnya pelan-pelan sampai habis. Ia tampak begitu haus.

    “Uh, terima kasih”, ujar pria itu.

    Clarissa hanya ternyum dan mengangguk. Ia kelihatan lega setelah mengetahui orang di hadapannya ini tidak mungkin berniat membunuhnya.

    “Kau tahu, aku sama sekali tidak menyelamatkanmu”, kata pria itu tenang “Kalau bukan karena aku kau tidak perlu berurusan dengan para ******** pemabuk itu. Hahaha, bodoh dan naif, seperti biasa”.

    “Seperti biasa?” ulang Clarissa bingung.

    “Ya, seperti biasa. Seperti biasa...” pria itu menatap Clarissa dengan dalam untuk beberapa saat.

    Tiba-tiba pria itu menubruk Clarissa dan memeluknya erat-erat. Awalnya Clarissa kaget dan mencoba memberontak, tetapi kemudian ia sadar. Ini bukan pelukan penuh nafsu. Ini adalah pelukan yang hangat, pelukan yang penuh cinta. Lama kelamaan Clarissa terdiam. Ia sendiri entah mengapa merasakan kenyamanan.

    “Maafkan aku... Clarissa”, bisik pria itu di telinga Clarissa.

    Pada saat itu Clarissa tersadar dan mendorong pria itu menjauhi dirinya.

    “Bapak tahu nama saya dari mana?” tanya Clarissa agak panik “Sebenarnya bapak ini siapa? Mengapa dari kemarin bapak mengejar saya?”

    Pria itu termenung menatap Clarissa. Tatapannya dangat dalam hingga serasa menembus jiwa Clarissa.

    “Aku tahu namamu. Aku tahu kau bersekolah di SMA 1 Bandung. Ayahmu keturunan Tionghoa dan ibumu Sunda. Walau begitu kau tidak suka dipanggil ‘enci’. Tinggimu 165 cm. Tubuh proporsional namun selalu merasa kegemukan. Tidak seperti gadis lain kau tak takut pada kecoa dan sangat suka katak”.

    Clarissa terbelalak ketika pria itu membeberkan semua fakta tentang dirinya. Tanpa sadar ia bergerak maju dan menatap wajah pria itu dalam-dalam. Di balik rambut gondrong, kumis, dan jenggot yang tidak terurus itu Clarissa dapat melihat seseorang. Seseorang yang lain.

    “Siapa namamu? Dari mana kau berasal? Bagaimana kau tahu semuanya?” tanya Clarissa penuh tanda tanya.

    “Aku Stephen. Ya tentu saja aku tahu semuanya. Aku berasal dari masa depan!”

    “Apa katamu?”

    “Akan kujelaskan semuanya”.
    Dulu, aku adalah seorang anak yang dibesarkan di dalam rumah. Tidak pernah bermain dengan teman-teman sebaya di lingkungan rumah. Satu-satunya temanku adalah buku-buku ilmu pengetahuan yang kucintai. Tidak heran jika aku selalu menjadi juara kelas.
    Dengan kepandaianku aku menyelesaikan SMP dan SMA dalam 4 tahun. Setelah itu aku meneruskan pendidikanku di bangku kuliah. Mendapatkan beasiswa bukanlah hal sulit untukku. Aku menuntaskan pendidikan S3 dengan beasiswa itu.

    Tidak hanya itu, aku lulus S3 pada saat berusia 25 tahun. Itu membuatku menjadi doktor termuda di negeri ini. Setelah itu aku menjadi dosen di tempatku dulu mencari ilmu. Dosen di Institut Negeri Bandung.

    Mungkin semua orang akan iri pada kecerdasanku. Tetapi sejujurnya, aku iri pada semua orang. Dibesarkan di rumah, kemudian menjadi dewasa di kampus.

    Tidak seperti orang lain, aku tidak pernah merasakan membolos bersama dan bermalas-malasan. Aku tidak pernah menginap untuk mengerjakan tugas pada malam sebelum dead line dan malah berakhir main game. Aku tidak pernah bekerja sama melakukan trik-trik untuk mencontek. Aku tidak pernah merasakan bagaimana pahitnya ditolak saat melamar bekerja. Juga tidak pernah merasakan betapa sulitnya bekerja mencari uang.

    Sejauh ini hidupku datar-datar saja. Tidak sulit, namun juga tidak senang. Dan satu hal yang paling kusesali, tidak pernah ada satupun wanita dalam hidupku selain ibu dan adikku.
    Hingga usiaku 30 tahun hal itu tidak berubah. Aku bahkan sempat berpikir bahwa aku akan menua dan mati di kampus ini tanpa pernah menikmati apa yang ditawarkan oleh dunia.
    Namun semua itu berubah. Ya, berubah.

    Suatu hari aku diutus untuk mengawal para mahasiswa dalam mempromosikan universitas kami pada sebuah acara pergelaran universitas. Bagiku itu hanyalah acara promosi biasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Sangat biasa. Sampai hal itu terjadi.

    Saat itu setelah aku selesai mempresentasikan universitasku, sebelum aku membuka sesi tanya jawab, tiba-tiba seorang gadis sudah mengacungkan tangannya untuk bertanya. Gadis yang bersemangat.

    Lantas aku memberikan kesempatan baginya untuk bertanya. Namun tak kusangka ia akan menanyakan pertanyaan konyol. Saat itu ini yang ia tanyakan.

    “Fakultas apa yang paling mudah dan memiliki potensi gaji paling besar?”

    Aku tahu mungkin ia hanya bercanda. Mungkin ia seorang gadis pencari sensasi. Tetapi sejujurnya aku paling membenci orang seperti ini dan pertanyaan seperti ini. Orang harusnya kuliah untuk mencari ilmu, bukan uang. Selama ia mendedikasikan dirinya untuk ilmu tidak mungkin ia mengatakan sulit.

    Maka aku menjawab pertanyaannya dengan kejam.

    “Sebaiknya kau tidak usah kuliah”, kataku “Tidak ada fakultas yang cukup mudah untukmu”.

    “Dan sebaiknya kau segera menikah setelah lulus SMA”, kataku lagi “Carilah om-om yang kaya raya”.

    Setelah itu seluruh aula dipenuhi dengan gema tawa peserta yang lain. Kupikir itu cukup untuk membuatnya kapok. Tetapi ternyata tidak. Gadis itu sama sekali tidak mengecil.

    Hinaanku tidak cukup kuat untuk membunuh hatinya. Kurasa ia malah tertantang. Kemudian ia berdiri semakin tegap, lalu bertanya lagi.

    “Anda mengajar di fakultas apa?”

    Aku menjawabnya. Kupikir ia mau apa, ternyata ia berniat menantangku. Lalu ia berkata dengan lantang di hadapan ribuan peserta lainnya.

    “Baiklah! Tunggu aku di sana!”

    Peserta yang lain berdecak kagum mendengar ia menantang seorang dosen jenius dari institut nomor satu di negeri ini. Tetapi bagiku itu hanya omong kosong. Ia hanya banyak bicara. Tapi apa, 6 bulan kemudian ia membuktikan kata-katanya.

    Pada hari pertama aku mengajar mahasiswa baru, tiba-tiba seorang gadis yang duduk paling belakang mengacungkan tangannya. Tadinya kupikir siapa. Aku memberikannya kesempatan bicara, lalu ia berkata seperti ini.

    “Aku di sini, dasar kutu buku!”

    Ah, saat itu harga diriku terasa terinjak-injak. Bagaimana mungkin aku dihina oleh mahasiswi yang baru masuk beberapa menit dalam kelasku.

    Sejak saat itu ia terus berusaha menantangku. Awalnya aku berusaha profesional, namun lama kelamaan harga diri mengalahkan profesionalitasanku. Tanpa sadar aku tidak berlaku adil. Aku selalu mempersulit tugas-tugas maupun ujiannya.

    Tetapi luar biasa, ia tidak pernah menyerah. Ia selalu berhasil membuktikan dirinya. Bahkan terkadang ia mencoba mendebat kelasku tiap ada kesempatan. Awalnya aku merasa terganggu. Tapi siapa sangka, lama kelamaan aku menyukainya.

    Setiap kali ia menantangku. Setiap tantangan yang kuberikan. Membuat jantungku berdebar kencang. Lama kelamaan rasa persaingan ini berubah. Lama kelamaan kami menjadi dapat memahami satu sama lain. Akhirnya hubungan kami bertambah erat. Hubungan kami lebih daripada sekedar guru dan murid.

    Sejak saat itu hidupku yang suram berubah. Sejak saat itu hidupku penuh warna. Saat itu untuk pertama kalinya aku merasakan hidup yang lebih hidup. Tanpa segan-segan ia mengajakku dalam tiap aktivitas mahasiswa, seperti mendaki gunung ataupun berpetualang arung jeram.

    Karena itu tidak hanya dekat dengannya, aku mulai dekat dengan mahasiswa yang lainnya. Sebelumnya aku memang memiliki banyak mahasiswa, namun hubungan kami tidak dekat hanya sebatas pengajar dan pelajar. Tetapi kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya aku merasakan seperti apa memiliki banyak teman.

    Rasanya, ia, gadis itu dapat mengembalikan masa mudaku yang dulu sempat hilang. Pada saat itu, segala yang kupikirkan adalah tentangnya. Aku bahkan mengunci proyek penelitianku rapat-rapat di gudang. Proyek penelitian yang sebelumnya kulakukan untuk menghabiskan waktu. Kini aku ingin menghabiskan seluruh waktuku dengan gadis itu.

    Pada saat itu, ia adalah duniaku.

    Namun, duniaku itu tidak berputar lama. Suatu ketika pada liburan kenaikan tingkatnya aku mengajaknya dan murid-muridku yang lain melakukan kunjungan industri. Saat itu adalah saat yang menyenangkan seperti sebelumnya. Tetapi semua berakhir ketika hal itu terjadi.
    Salah satu mesin mengalami kerusakan. Sangat tragis. Kecelakaan itupun terjadi. Tak dapat dihindari. Kecelakaan fatal itu telah berhasil merenggut kehidupannya. Kecelakaan itu telah merenggut duniaku.

    Saat itu rasanya dunia ini seperti mau rubuh. Hidupku terasa tak berarti. Entah mengapa aku merasa sangat bertanggung jawab atas kematiannya. Tidak ada seorangpun yang dapat menghiburku. Tidak seorangpun.

    Satu-satunya pelarianku adalah proyek penelitianku. Akhirnya aku membuka kembali gudang yang sempat aku kunci rapat-rapat. Aku melanjutkan proyek itu. Bukan hanya sebagai pelarian. Lebih dari itu. Sebagai kunci untuk mengembalikan duniaku.

    Tanpa terasa waktu berlalu, dan proyek penelitianku berhasil terselesaikan. Namun aku tak ingin memberitahukannya pada siapapun. Aku tidak ingin ada orang yang menggangguku. Nanti saja kuumumkan setelah aku berhasil mengembalikan duniaku.

    Maka, pada saat itu untuk pertama kalinya aku menggunakan alat itu. Alat itu, yang kusebut dengan Stephen Tool, yang orang-orang sebut dengan mesin waktu.

    Aku kembali ke masa lalu untuk pertama kalinya. Luar biasa. Aku berhasil. Saat itu aku melihatnya. Gadis itu dalam keadaan hidup! Ingin sekali aku memeluknya, tetapi tidak bisa. Aku tidak boleh mengacaukan semuanya.

    Maka aku mengikuti rombongannya ke tempat di mana nyawanya akan terenggut. Aku terus mengawasinya. Ya, tidak melepaskan pandanganku sedetikpun. Akhirnya saat itu akan tiba, saat ia sebuah mesin akan rusak dan menghabisinya.

    Sesaat sebelum hal itu terjadi, aku menyamar sebagai diriku di masa lalu dan menariknya keluar dari sana. Lalu kami berlari meninggalkan lokasi kejadian sebelum kecelakaan maut itu terjadi. Saat itu aku berlari sambil menarik pergelangan tangannya. Pergelangan tangannya yang masih hidup, saat-saat yang kurindukan.

    Kupikir aku sudah berhasil, tetapi tidak. Mesin yang seharusnya mengalami kerusakan tidak rusak. Kesalahan terjadi di tempat lain, dan ia tetap menjadi korbannya. Dan yang lebih menyakitkan, kali ini ia menjadi korban karena ingin melindungiku. Harusnya aku yang terbunuh saat itu!

    Di tengah keputusasaan karena kegagalan ini sekali lagi aku kembali ke masa lalu. Kali ini aku menculiknya dari rombongan dan mengajaknya pergi bersamaku. Tapi naas kendaraan yang kami tumpangi mengalami kecelakaan.

    Aku selamat. Sopir kendaraan itu selamat. Tetapi ia tidak. Duniaku tetap hancur.

    Aku tidak menyerah hanya sampai di situ. Aku mencoba untuk ketiga kalinya. Kali ini aku membohonginya. Aku bilang padanya bahwa kunjungan dibatalkan. Hingga rombongan berangkat ia tidak terlihat di kampus. Kupikir aku berhasil.

    Tetapi tidak lama kemudian aku mendengar terjadi kecelakaan di depan kampus. Perasaan tidak enak segera mencekamku. Aku segera berlari ke tempat kejadian kecelakaan. Benar saja. Gadis itu tertabrak kendaraan ketika hendak menyebrang.

    Langsung saja aku mendekatinya. Kemudian aku mengumpatnya. Padahal sudah kubilang bahwa kunjungan dibatalkan. Tetapi ia malah tersenyum, membuat hatiku remuk.
    Ia bilang begini padaku.

    “Aku tidak peduli jika kunjungan dibatalkan. Sejak awal aku hanya ingin bertemu denganmu”.

    Lalu ia tewas sesaat setelah mengatakan itu.

    Saat itulah aku mengerti. Bukan kunjungan industri ini yang menyebabkan kematiannya. Tetapi diriku. Ya. Kematiannya selalu berkaitan dengan diriku. Pada akhirnya keberadaankulah yang telah membunuhnya.

    Kalau begitu bagaimana jika aku mencegah pertemua kami berdua? Agar sejak awal kami tidak pernah berkenalan dan ia tidak perlu terbunuh?

    Tapi jika kulakukan itu maka aku akan melupakannya. Aku akan kehilangan duniaku, dan aku akan menghabiskan sisa hidupku kesepian seorang diri.

    Namun inilah cinta. Cinta adalah pengorbanan.

    Aku kembali ke saat itu. Saat aku melakukan presentasi untuk universitasku dan ia menanyakan pertanyaan konyol itu.

    Aku membohongi diriku di masa lalu bahwa perjalanan dibatalkan. Kemudian aku menggantikan diriku di masa lalu untuk pergi ke pergelaran.

    Lalu aku melakukan presentasi, sama persis seperti yang kulakukan dulu. Ketika presentasiku selesai, saat itulah waktunya melakukan perubahan. Aku segera berbalik tanpa memberi kesempatan siapapun untuk bertanya. Dengan begitu ia tidak akan bertanya. Percakapan bodoh itu tidak akan terjadi. Ia tidak akan kuliah di tempatku. Dan ia tidak akan perlu mati.

    Walaupun begitu nasib berkata lain. Tiba-tiba aku mendengar suara seorang gadis yang sangat lantang.

    “Pak, tidak bolehkah kami bertanya?”

    Kemudian setiap pasang mata di ruangan itu menatapku. Tidak mungkin aku berkata tidak.

    Tetapi jika aku membiarkannya menanyakan itu, maka semua akan berakhir. Lantas aku menjawab.

    “Tidak perlu”.

    Dan celakanya percakapan kami terus berlanjut.

    “Dosen macam apa anda ini, tidak memberikan kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahu kami?”

    “Um, jadi. Apa yang mau anda tanyakan?”

    “Yah, saya tidak punya pertanyaan spesifik. Tapi yang lain pasti memiliki sebuah pertanyaan yang ingin diungkapkan!”

    “Hahaha. Tidak bertanya apapun? Sudah kuduga orang seperti anda memang hanya banyak omong”.

    “Apa? Aku bukan seperti itu!”

    “Huh, dasar bodoh. Jadi, yang lain ada yang mau bertanya?”

    Aku bertanya pada peserta yang lain, tapi semua diam. Tidak satupun yang berani menjawab.

    “Pak, saya mau bertanya!”

    “Cih, apa lagi?”

    “Anda mengajar di fakultas apa?”

    Ketika ia menanyakan hal itu petir serasa menyambarku. Saat itu aku tahu masa depan yang sama akan terulang kembali. Aku segera berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan sebuah kehebohan. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.

    Lalu aku kembali ke masaku. Tidak ada perubahan. Ia tidak pernah kembali. Belakangan aku tahu kalau ia menanyakan fakultas tempatku mengajar pada mahasiswaku yang ada di sana.

    Aku putus asa. Tidak ada yang bisa kulakukan. Akankah semua ini sia-sia? Aku bisa kembali ke masa lalu namun tak bisa mengubahnya.

    Selanjutnya aku menjalani hari-hariku tanpa kepastian. Hanya mengurung diri dalam laboratoriumku. Menunggu inspirasi. Hingga akhirnya inspirasi itu benar-benar datang.

    Aku bersumpah, akan kembali ke masa lalu untuk terakhir kalinya. Berhasil atau tidak, setelahnya mesin ini akan kuhancurkan. Karena itulah, kali ini aku harus benar-benar berusaha!

    “Dan begitulah”, Stephen melanjutkan ceritanya “Kali ini aku mengganti strategi. Aku mencoba mencegahnya mendatangi pergelaran universitas itu”.

    “Apa, apa itu berarti...” Clarissa tidak melanjutkan kata-katanya.

    “Ya, itu sebabnya kemarin aku datang padamu. Berpura-pura menanyakan alamat. Berusaha semampuku untuk menghentikanmu”.

    “Kau berhasil”, ujar Clarissa kosong “Aku tidak datang ke pergelaran kemarin”.

    “Aku memang berhasil mencegahmu datang. Tapi aku tetap gagal. Entah bagaimana kau tetap melanjutkan studimu di Institut Negeri Bandung. Mengambil fakultas tempatku mengajar!”

    “Itu tidak mungkin... Jadi aku akan tetap terbunuh?”

    “Ya. Maaf harus mengatakan ini”, Stephen menghela napas panjang “Namun karena itu aku melanggar janjiku sendiriku”.

    “Kau kembali untuk keenam kalinya”.

    “Benar, tapi kali ini dengan motivasi berbeda”.

    “A, apa?”

    “Aku datang untuk membunuhmu!” kata Stephen tiba-tiba dengan sangat dingin.
    Mendadak hawa dingin menyelimuti Clarissa. Ia terlonjak mundur sehingga kursi yang ia duduki terjatuh. Tatapannya seakan tidak percaya.

    “Mengapa kau lakukan itu?” tanya Clarissa dengan penuh rasa tidak percaya “Kau bilang kau mencintaiku?”

    “Aku memang akan mengorbankan apapun untuk cintaku”, kata Stephen dengan kepala tertunduk, menunjukkan ia begitu malu telah melakukan hal tersebut “Tapi aku tidak tahan. Aku tidak tahan terhadap rasa sakit ini”.

    “Jadi kau ingin kembali menjalani kehidupan lamamu?”

    “Ya, daripada harus menahan rasa sakit ini!”

    “Tapi, tapi”, Clarissa segera dapat mengendalikan dirinya dan mendekati Stephen “Tapi kau tidak melakukannya. Kau bahkan menolongku”.

    Clarissa menyentuh pipi Stephen dengan lembut dan mengangkat wajahnya. Kini mereka saling bertatapan. Clarissa tersenyum hangat di hadapan Stephen.

    “Pada akhirnya rasa cintamu padaku begitu besar”.

    “Tapi Clarissa”, tiba-tiba Stephen meragu “Kau benar-benar mempercayaiku?”

    “Tentu saja”, Clarissa semakin mendekatkan wajahnya dengan Stephen “Pengorbananmu begitu besar, harus melihatku mati berkali-kali. Mengapa aku tidak percaya?”

    Kata-kata Clarissa menggugah hati Stephen. Kini wajah keduanya semakin dekat dan bibir mereka bertemu. Hanya sekejap, kemudian sekali lagi Stephen memeluk Clarissa.
    Sekali lagi Stephen merasakan kehangatan yang telah lama tidak ia rasakan. Walaupun kehangatan itu juga tidak berlangsung lama.

    Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan kasar. Stephen dan Clarissa terlonjak kaget. Mereka menatap ke ambang pintu. Di sana berdiri seorang pria muda. Wajahnya tampak gusar.
    “Harmanto?” kata Clarissa masih dengan perasaan terkejut.

    “Stephen, kau ********!” tiba-tiba Harmanto mengumpat ke arah Stephen “Tak kusangka kau benar-benar akan melakukan ini!”

    “Apa maksudmu, aku tidak mengerti”, Stephen berdalih, tetapi Harmanto berjalan dengan cepat ke arah Stephen dan melayangkan sebuah tinju ke pipi Stephen yang membuatnya jatuh tersungkur.

    Clarissa segera bereaksi. Ia menarik lengan Harmanto, namun pria itu dengan mudah melepaskannya.

    “Clarissa”, Harmanto mengalihkan pandangannya pada Clarissa “Aku sudah mendengar semuanya. Semua omong kosong yang ia katakan padamu!”

    “Apa maksudmu?” mata Clarissa terbelalak ketika mendengar pernyataan Harmanto.

    “Dia adalah Stephen Madewa, seorang jenius yang juga dosenku!” jelas Harmanto, sementara Stephen masih tersungkur dan berusaha mengumpulkan tenaga.

    “Dosenmu?”

    “Ya. Aku adalah asistennya. Sebenarnya ia adalah orang yang baik namun ia sangat obsesif. Kau tahu, ketika ia suatu hari tanpa senga ia mengetahui tentang dirimu pada saat itulah pikiran jeniusnya bekerja”.

    “Hei...” Stephen berusaha bangkit dan menarik lengan Harmanto tetapi Harmanto menepisnya dan kali ini menendang tubuh Stephen.

    “Hentikan!” teriak Clarissa tetapi Harmanto mendorongnya menjauh.

    “Dengar! Semua omong kosong yang ia katakan padamu! Itu semua hanyalah karangannya. Ia merancang semuanya! Merancang semuanya seperti skenario drama!”

    “Bicara apa kau? Tidak mungkin! Lalu bagaimana ia mengetahui berbagai hal tentang diriku?”

    “Aku adalah asistennya! Entah bagaimana caranya, tapi ia berhasil mengorek berbagai informasi dariku!”

    “Tapi kalaupun itu semua benar, untuk apa ia mengorbankan nyawanya semalam?”

    “Untuk apa?” Harmanto tersenyum bodoh kepada Clarissa, seakan-akan Clarissa adalah seorang idiot “Sudah kubilang ia adalah ******** yang jenius. Penampilan itu, percobaan untuk membunuhmu, menggiringmu kepada orang-orang bayarannya, kemudian melakukan aksi teatrikal yang mengesankan”.

    “Tidak mungkin...”

    “Sekarang katakan padaku, bagaimana tidak ada satupun yang tewas dari perkelahian semalam? Padahal ia membawa senjata tajam?”

    Clarissa tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya bergetar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibirnya gemetar seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada yang keluar dari sana.

    “Kau mau bukti? Minta ia menunjukkan mesin waktu itu!”

    Harmanto menatap Clarissa dalam-dalam. Awalnya Clarissa ragu, namun kemudian ia memberanikan dirinya. Ia mendekati Stepehen dan kemudian membantunya duduk di ranjang. Setelah itu ia berkata pelan pada Stephen.

    “Benarkah itu?”

    “Tidak, ia bohongo”, jawab Stephen dengan susah payah.

    “Lalu tunjukkan mesin waktumu!” bentak Harmanto.

    Stephen hanya diam. Diam tidak bergeming sedikitpun. Akhirnya keraguan Clarissa memuncak. Air mata mengalir membasahi pipinya. Ia bergerak menjauhi Stephen.

    “Kau bohong. Kau penjahat!”

    “Tu, tunggu Clarissa”.

    “DIAM!”

    Clarissapun berlari keluar dari kamar yang menjadi berantakan itu. Stephen mencoba bangkit untuk mengejar Clarissa tetapi Harmanto menghentikannya. Stephen mencoba memberontak namun sia-sia. Tubuhnya sudah terlalu lemah untuk melakukan perlawanan.

    “Mengapa kau lakukan semua ini? Kau mengacaukan semuanya”.

    “Maaf pak, aku hanya mencoba sebuah peruntungan”.

    Hari Minggu yang cerah, Harmanto datang ke rumah Clarissa. Ayah Clarissa lah yang menyambut kedatangan Harmanto. Harmanto menyerahkan oleh-oleh yang dititipkan oleh orang tuanya kemudian mengobrol sebentar dengan ayah Clarissa. Setelah itu ia meminta izin untuk menemui Clarissa di halaman belakang. Di sana ia menemukan Clarissa tengah duduk termenung memandangi bunga-bunga mawar yang bermekaran.

    “Hai Risa!” sapa Harmanto riang.

    “Hai To”. Jawab Clarissa cuek.

    “Hei, koq kamu cemberut terus”, goda Harmanto “Terakhir aku ke sinipun kan cemberut, mukamu itu sudah jelek, kalau cemberut terus jadi semakin jelek!”

    Clarissa hanya diam saja mendengar godaan Harmanto. Akhirnya Harmanto menyerah.

    “Baiklah jika tidak mau bercanda”, Harmanto duduk di sebelah Clarissa “Kita memandangi bunga bersama saja”.

    Lantas keduanya duduk di sana hampir setengah jam sambil terus memandangi bunga-bunga mawar. Sesekali seekor kupu-kupu datang dan hingga untuk menghisap sari-sari bunganya.

    “To”, tiba-tiba Clarissa berbicara.

    “Ya?” sahut Harmanto.

    “Selama ini cuma kamu yang bisa mengerti aku”.

    Harmanto hanya mengangguk-angguk mendengar kata-kata Clarissa.

    “Aku ingin mengatakan sesuatu”.

    “Ya, katakan saja”, kata Harmanto meyakinkan “Apapun itu, jika bisa membuatmu lebih baik”.

    “Kau tahu kejadian dulu ketika aku diserang sekelompok orang mabuk dan pria itu menolongku?” Clarissa memulai ceritanya.

    “Ya”.

    “Kemudian pria itu terluka dan aku merawatnya”.

    “Hmm” jawab Harmanto penuh perhatian.

    “Kemudian ia mengatakan sesuatu yang aneh”

    “Kau percaya?”.

    “Ya, awalnya”.

    “Lalu?”

    “Lalu sampai akhirnya ia menghilang di hadapanku”, ujar Clarissa, namun tatapannya menjadi begitu serius dan penuh makna “Pada saat itulah aku menyadari bahwa ia cinta sejatiku!”.

    “Tidak mungkin”, kata Harmanto setengah tidak percaya “Menghilang?”

    “Ia adalah seorang pria dari masa depan. Masa depan di mana kami saling mencintai satu sama lain. Masa depan di mana aku terbunuh karenanya”.

    “Ia mengatakan semua itu?” sahut Harmanto teperangah.

    Clarissa mengangguk.

    “Ia kembali untuk membunuhku, namun ia terlalu mencintaiku hingga tak bisa melakukannya”, nada suara Clarissa berubah semakin lembut “Kemudian kami menghabiskan beberapa waktu yang sangat menyenangkan bersama”.

    “Tungu dulu Clarissa”, sela Harmanto “Jika kau memadu kasih dengan dirinya dari masa depan, lalu bagaimana dengan dirinya di masa kini?”

    Clarissa tersenyum.

    “Ia mengerti itu. Tapi ia berubah. Ia tidak rela untuk melepasku. Akhirnya ia berniat membawa lari diriku”.

    “Kurang ajar. Beraninya dia”.

    “Tidak, To, jangan marah. Justru pada saat itulah ia membuktikan kata-katanya”, ujar Clarissa menangkan Harmanto “Saat itu ia menghilang”.

    “Mengapa?” tanya Harmanto heran.

    “Ia bilang masa lalu berubah”, kata Clarissa sambil mengingat-ingat kata-kata terakhir pria itu “Kami tidak akan pernah bertemu di masa depan. Maka ia tidak akan merasa sedih karena kehilangan diriku. Karenanya ia tidak akan menggunakan mesin waktu itu”.

    “Mesin waktu?”

    “Ya”.

    Tiba-tiba telepon genggam Harmanto bergetar. Harmanto merogoh kantongnya dan melihat handphonenya. Wajahnya menjadi lemas saat melihat nama pemanggil di layar handphonenya.

    “Dosenku. Tunggu sebentar”, kata Harmanto kepada Clarissa kemudian menjawab panggilannya “Ya, Harmanto di sini. Iya pak. Siap. Siap. Baik pak segera melaju. Oke!”
    Harmanto mematikan handphonenya.

    “Clarissa aku harus pergi”, kata Harmanto sambil menatap Clarissa dalam-dalam “Dengar. Aku mengerti jika kau merasa pria itu adalah cinta sejatimu. Kau mungkin tidak bisa mencintai pria lain. Aku mengerti itu. Dan kau juga tidak dapat mengutarakan perasaanmu pada pria ini sekarang karena tidak ingin masa depan terulang. Tetapi aku ingin agar kau tetap menjalani kehidupanmu. Capailah cita-citamu. Dan buat bibi dan paman bahagia!”

    Clarissa tersenyum kepada Harmanto dengan tatapan penuh arti.

    “Kau mungkin hanya saudara sepupuku, tetapi bagiku kau lebih dekat daripada seorang saudara kandung”.

    Harmanto hanya membalas kata-kata Clarissa dengan senyum sebelum kemudian berpamitan pada orang tua Clarissa. Lalu ia segera berangkat menjawab panggilan tugasnya.

    “Hai Prof!” sapa Harmanto ketika memasuki ruang laboratorium “Maaf telat!”

    “Wajarlah jika negara ini tidak pernah maju”, jawab seorang pria yang sedang mengetik pada sebuah laptop yang terintegrasi dengan mesin yang lumayan besar “Insinyurnya suka sekali datang terlambat”.

    “Iya iya Pak Stephen yang jenius, maafkan aku”, jawab Harmanto setengah bercanda agar dimaafkan “Ngomong-ngomong apa yang harus kulakukan?”

    “Kau bertanya apa yang harus dilakukan? Sepertinya aku salah pilih asisten”, jawab Stephen dingin sambil terus mengetik.

    “Aduh... Dasar jenius kutu buku yang kaku”, gumam Harmanto, tetapi Stephen dapat mendengarnya.

    “Tutup mulutmu!”

    Harmanto segera menutup mulutnya rapat-rapat. Selanjutnya mereka berdua bekerja tanpa suara. Sementara Stephen mengutak-atik laptop, Harmanto mengutak-atik mesinnya. Diam-diam Harmanto terus memandangi Stephen.

    Stephen adalah orang yang dingin. Sepertinya kehidupannya berlalu begitu saja tanpa ada satupun hal menyenangkan terjadi. Seorang manusia tanpa tujuan hidup, yang sedang melakukan proyek yang tidak mungkin. Tiba-tiba Harmanto merasa tergelitik untuk menanyakan sesuatu.

    “Prof, saya mau tanya seuatu!” tanya Harmanto. Stephen tidak menjawab, tetapi Harmanto tahu ia pasti mendengarkan “Proyek ini, mesin waktu. Mengapa kau buat? Kurasa itu mustahil”.

    Tiba-tiba jari-jari tangan Stephen berhenti bekerja. Lalu ia menatap ke arah Harmanto dalam-dalam dan membuatnya ketakutan. Harmanto segera terdiam seribu bahasa.

    “Bukan mesin waktu. Ini adalah Stephen Tool”, jelas Stephen “Aku tahu kau menganggap nama ini konyol, tapi jangan tertawa!”

    Harmanto yang nyaris tertawa menutup mulutnya rapat-rapat hingga tidak terdengar suatu apapun.

    “Kalau kau mau tahu mengapa aku melakukan sesuatu yang mustahil”, Stephen menghela napasnya “Mungkin karena itu mustahil maka aku melakukan ini. Untuk menghabiskan sisa hidupku”.

    Setelah itu Stephen mau Harmanto tidak berkata apa-apa lagi. Lalu keduanya menyelesaikan tugas hari itu dalam diam. Tapi Harmanto tahu. Jauh di lubuk hati profesornya, ia pasti sangat kesepian. Kalau saja ada seseorang yang dapat mewarnai hidupnya. Kalau saja orang itu benar-benar ada...

    Pada saat itu seolah-olah ilham turun dari langit kepada dirinya. Akhirnya ia dapat menghubungkan seluruh puzzle yang tercerai-berai. Seluruh teka-teki yang terus menghantuinya selama beberapa tahun terakhir.

    Di suatu malam yang gelap, di mana sang bulan diselimuti awan sehingga sama sekali tidak bisa menampakkan cahayanya. Seorang pria sedang mengendap-endap masuk ke dalam suatu ruangan. Sebenarnya ia memiliki otoritas untuk masuk ke ruangan tersebut, tetapi ia memilih untuk masuk dalam diam.

    Di dalamnya terdapat mesin-mesin besar. Tetapi pria itu terus melewatinya. Ia terus berjalan hingga ke ujung ruangan. Di sana terdapat pintu besar yang kemudian ia masuki. Gelap sekali. Setelah bersusah payah menemukan tombol untuk menyalakan lampu ia bergerak ke arah mesin besar yang terletak di tengah-tengah ruangan.

    Lalu ia membuka penutup komponen utama dari mesin itu dan mulai mengatur beberapa setingan. Setelah selesai ia naik ke atas mesin itu. Hanya ada satu tempat duduk di sana. Selanjutnya ia menekan sebuah tombol yang membuat mesin itu bergetar. Suaranya sangat berisik. Sinar-sinar menyilaukan keluar memancar dari mesin itu.

    Lama kelamaan mesin itu bergetar semakin kencang. Sementara itu si pria tetap duduk dengan sedikit gugup di atas mesin yang bergetar kencang.

    “Harmanto!” tiba-tiba seseorang menghardiknya dari ambang pintu.

    Harmanto terkejut mendapati dosennya sedang berdiri di sana.

    “Halo!” jawab Stephen bingung karena tertangkap basah.

    “Cepat matikan alat itu!” teriak Stephen, tetapi suaranya hampir tenggelam oleh suara getaran mesin Stephen Tool.

    “Tidak, ada misi yang harus kulakukan!” balas Harmanto berteriak.

    “Omong kosong! Misi apa?” teriak Stephen lagi. Emosinya sudah semakin memuncak “Cepat pergi dari sana!”

    “Tidak!” Harmanto menolak perintah atasannya mentah-mentah “Biar bagaimanapun aku harus membuatmu bahagia! Dan juga sepupuku!”

    “Aku tidak mengerti!”

    “Ya, kau tidak akan mengerti! Tapi akan tetap kulakukan!”

    “HARMANTO!”

    Teriakan penuh kekesalah dari Stephen adalah hal terakhir yang didengar oleh Harmanto. Selanjutnya cahaya-cahaya mengelilingi dirinya dan ia tidak sadarkan diri.

    “Peruntungan apa?” tanya Stephen tidak mengerti.

    “Maaf pak, sebelumnya aku bilang akan membuatmu bahagia, tapi ini semua tidak lebih dari sebuah peruntungan...”

    “Apa maksudmu...” Stephen bergerak ke belakang menjauhi Harmanto.

    Stephen menatap Harmanto dengan terbelalak. Perlahan-lahan tubuh Harmanto menjadi transparan.

    “Kau dari masa depan?”

    Harmanto tidak menjawab pertanyaan Stephen.

    “Aku menghilang. Itu berarti sudah tidak ada alasan aku berada di sini”, ujar Harmanto sambil menatap kedua telapak tangannya yang mulai transparan “Setidaknya aku dapat memastikan Clarissa tidak menderita karena cinta, dan kau...”

    “Ada apa denganku?”

    “Semoga kau menemukan kebahagiaan”.

    Harmanto mengakhiri kata-katanya dengan sebuah senyuman manis tanda kelegaan. Sedetik kemudian Harmanto sudah lenyap tak berbekas, menyisakan Stephen yang termenung sendirian, mencoba merangkai puzzle yang tercerai-berai.

    Tubuhnya menjadi lemas sehingga ia terjatuh ke lantai dalam keadaan duduk. Perlu waktu beberapa lama baginya untuk memikirkan semuanya, sampai akhirnya ia tersenyum.

    “Ya, ini adalah pertaruhan”.

    Hendro berusaha meminta maaf atas kelakuan mahasiswinya, tetapi Stephen tidak menghiraukannya. Sementara itu asistennya yang semenjak tadi berdiri di samping Stephen membisikkan Stephen sesuatu.

    “Itu sepupuku prof”, bisik Harmanto “Kadang ia memang memalukan”.

    Tiba-tiba pupil mata Stephen mengecil.

    “Harmanto”, Stephen berbisik pada asistennya “Urusan di sini kuserahkan padamu!”

    Tanpa memberikan petunjuk apapun lagi dan masih menghiraukan Hendro, Stephen segera berlari keluar ruangan. Hendro menjadi semakin kebingungan. Ia mencoba berbicara pada Harmanto tetapi Harmanto menghiraukannya.

    Ini pertama kalinya Harmanto melihat atasannya begitu bersemangat. Seaakan akhirnya ia merasakan bagaimana rasanya hidup setelah sekian lama. Iapun tersenyum.

    “Berusahalah prof!”

    ***

    “Tunggu! Hei!” Stephen terus berlari mengejar Clarissa sambil memanggilnya, tetapi gadis itu tidak mau berhenti “CLARISSA! TUNGGU!”

    Barulah sekarang Clarissa berhenti. Ia kemudian berbalik dan melihat Stephen yang berlari pelan ke arahnya.

    “Clarissa, namamu kan?” tanya Stephen dengan nafas tersengal-sengal “Dengar...”

    “Apa?” jawab Clarissa ketus.

    “Aku tidak tahu apa salahku padamu, tapi maafkan aku”.

    “Aktingmu luar biasa. Dasar jenius”.

    “Terima kasih”, jawab Stephen secara refleks karena menganggap itu sebagai pujian.
    Clarissa menjadi semakin marah dan berbalik. Namun Stephen tidak mau melewatkan kesempatan ini. Ia segera menyambar salah satu pergelangan tangan Clarissa. Clarissa kaget dan berusaha melepaskan genggaman Stephen, namun kemudian mereka berdua saling bertatapan.

    Tatapan mata Stephen begitu dalam sehingga menembus jiwa Clarissa. Lalu Stephen berkata.

    “Apapun yang telah kulakukan padamu, bagaimana jika itu karena aku sangat mencintaimu?”

    ***

    Tamat?

    Ya. Perjalanan Stephen untuk menghidupkan kembali Clarissa telah berakhir. Namun ia baru saja akan memulai perjalanan yang lain. ^^

    Itulah gan fic nya? Gimana? Fenomenal? :motor::mental:
     
    • Thanks Thanks x 3
    Last edited: Feb 17, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    mesin waktu lagi deh, heheh:cerutu:

    wah, cerita cinta nih, gk terlalu demen saya om, masih kecil belum melangkah ke situ:rokok:
    okelah, tapi saya juga enjoy baca ficnya, ceritanya bagus, dan twistnya keren, gampang cernanya (walaupun beberapa bagian saya masih rada" bingung, tapi ceritanya udah bisa saya tangkep:top:)

    akhir kata om, good job lah, ficnya menurut saya emang fenomenal sama seperti umur penulisnya
    :top::top::top:

    :lol::lol::lol:
     
  4. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    makasih om dgn tdk komen dlm spoiler. . Om mmg pengertian.

    Hoho yg bnr om pdhl anak dah byk kp msi g tw cinta??

    Iy om sy emg suka dgn tema mesin waktu, syukurlah klo fic sy msi bsa dinikmati oleh org seusia om. :hahai: . Ngomong2 klo boleh tau menurut om twist yang paling asik yang bagian mana? di spoiler aja om.

    Btw thx om atas tanggapany!
     
    Last edited: Feb 13, 2012
  5. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    berapa kali saya harus mengatakannya, saya masih kecil:dead:
    om grande lah yang udah tua!
    entah sayanya yang kelewat ato tokoh Harmanto keluar pas stephen habis cerita ya?

    pas opening tu pria muda merujuk ke Harmanto kan? kenapa gk di jelasin aja tu orang, kan dia juga berperan penting ke cerita terutama sma twistnya pas dia balik ke masa lalu

    pikiran saya pertama ngebaca tu Harmanto:
    loh, ni siapa? tiba-tiba nyelongsor langsung perannya sok penting sekali

    tapi, kalo Harmanto udah dikenalin di awal, mungkin reaksi pembaca yang lain:
    Harmanto kan asisten si stephen? wah, ngapain dia ke sini, pasti ada yang gk bener ni, buat fic mesum ni si om
    (terkesan twistnya karena sosok Harmanto sudah ada di benak pembaca)

    yah, cuman itu yang bisa saya sampaikan, biasalah om, anak muda kalo komen pendek" dan gk berbobot,
    sori ya, hehe
    ternyata banyak yang disensor juga, wkkwkwkwk
    keterlaluan ni si om grande, kasar sekali jadi penulis, wkwkwkkwk
    saya paling cuman 1-2 disensor...
     
    Last edited: Feb 13, 2012
  6. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    bener juga kata om... hmm waktu nulis saya ga terlalu memikirkan hal itu... nice coment om! seperti yang saya harapkan dari seorang om2 :hahai:
     
  7. chain94 Veteran

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Nov 14, 2011
    Messages:
    3,130
    Trophy Points:
    236
    Ratings:
    +5,007 / -0
    saya ga ngerti sama sekali :pusing:

    btw, ada beberapa mistypo lah, sya rasa wjar aja.
    terus bag yg ini, kayaknya kurang pas, mungkin bisa diperbaiki.

    ga ada hubungannya antara kalimat gang ini sepi pada pagi hari sama kalimat selanjutnya..

    maaf kalo saya salah :maaf:
     
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    wogh, kk chain gk ngerti
    tapi saya selalu demen sma fic yang model gini,
    ---------
    bener juga om grande, agak gk nyambung tuh
    sepinya pagi dan siang hari tapi selalu berusaha pulang sebelum gelap?
    apa ada parade di malem" yang bikin gang itu macet total?
     
  9. chain94 Veteran

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Nov 14, 2011
    Messages:
    3,130
    Trophy Points:
    236
    Ratings:
    +5,007 / -0
    :lol:, ada parade.. wakakaka
    btw, bener, saya ga ngerti eh. waktunya maju, mundur, maju, mundur. :pusing:
    bisa buatkan timelinenya kah? :???:. maaf kalo merepotkan. :maaf:
     
  10. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    thx yah atas komentarnya... hehehe

    pertama2, BENER JUGA! saya juga baru sadar, itu kalimat koq ga nyambung ya... tar saya perbaki...

    kedua, ternyata fic ini ga mudah dimengerti semua orang ya... hehehe. berarti ada yang harus diperbaiki juga...
    mengenai timeline, sebenernya awalnya saya emg pengen kasi timeline, tapi setelah saya pikirkan kayaknya lebih seru klo pembaca menebak sendiri timelinenya, coz disitulah letak twistnya klo menurutku...
     
  11. chain94 Veteran

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Nov 14, 2011
    Messages:
    3,130
    Trophy Points:
    236
    Ratings:
    +5,007 / -0
    :pusing:, berarti saya harus mecahin sendiri.. moga2 bisa ngerti. :doa:
     
  12. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    saya gk bermasalah kok dengan time line
    ato mungkin sayanya yang demen cerita alur maju mundur gk jelas tanpa time line sedikitpun
    seperti film favorit the prestige:hehe:
     
  13. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    wogh, itu salah satu film yang menginspirasi saya dalam membuat fict ini!

    the prestige tuh keren bgt, segala intrik dan tipu muslihatnya... mantap!
     
  14. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    wah, ternyata om juga suka...:lol:
    saya lagi memburu film" christoper nolan yang lainnya ni om, memento sma the following
    nyesel tahun lalu memento di stel di tv swasta tapi gk nonton....:dead:
     
  15. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    sy uda donlod ni memento tp lom sempat d tonton. Folowing seru y?

    Btw uda nntn hot fuzz lum om?
     
  16. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    wedeh, jgn d paksakan gan. .
     
    • Thanks Thanks x 1
  17. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    loh om juga demen hot fuzz?
    :lol: favorit saya juga tuh, 10x nonton gk bosen":lol:
    emang duet simon pegg + nick frost the best lah:top::top:

    memento temanya kyknya bagus, orang bilang juga alur maju mundurnya tajem bisa ngebikin jadi pusing kalo gk terlalu konsen nontonnya (itulah yang saya harapkan)

    the following gk tau sih, bagus apa kagak, tapi coba aja lah, karya-karya bang nolan emang pantas untuk diburu:hehe:
     
  18. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    yg kurus itu simon peg y? Gw dmen bgt akting dy. Dy tu g kyk pelawak laen yg suka betingkah konyol bwt mengundang tawa. Dy bisa tetep act cool tp justru cool ny itu yg bkin ngakak!

    Hot fuzz sungguh terlalu twistny, g bsa brenti ngakak sy jadiny. Klo shaun of the dead g da twist tp kocak mampus, trutama bwt fans film zombie.

    Coba sy tonton ah memento ny. .
     
  19. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    shaun of the dead mayan lah, tapi hot fuzz tetep nomer 1:top:
    paul fail, swt terlalu maksa suting di amrik jadi gk karuan jadinya (tapi mayanlah si paul agak lucu jokes nya)

    hot fuzz twistnya gk terlalu sih, tapi demen aja sma tokoh"nya
    simon pegg ngelawaknya jika ditelaah dari pribahasa: diam-diam menghanyutkan
    lagaknya aja yang super serius tapi tetep aja ngelawak sama nick frost

    jokes yang natural keluar bahkan ketika pacenya sedang serius" :top:

    btw ksh info kalo udah nonton memento ya:hehe:
    soalnya saya masih donlod, tadi seharian modemnya habis pulsa:hehe:
     
  20. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    oh. . Tp klo bwt penggemar film zombie kyk sy si shaun of the dead kocak mampus om. .

    Paul spa tu?

    Emg si gaya serius simon peg tuh yg bkin kocakny jd alami, g d buat2.

    Oce ane nntn dlu ah om, tar mw tak ksi tw bocoran endingny?
     
  21. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    saya lebih preffer hot fuzz dari pada shaun of the dead om, lebih seru aja:top:
    paul filmnya simon pegg sma nick frost yang baruan, monggo di cek aja di IDWS ni, ada kok:top:

    jangan bocorin endingnya dong om, saya jga mau nonton, tunggu kelar donlod
    saya minta kesan om ajalah, bagus apa kagak
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.