Cerpen Pesona Violis Itu

Ini cerpen keduaku di IDWS

Spoiler: Pesona Violis Itu

Aku memang suka musik dan segala hal yang berbau seni. tapi aku sama sekali tak mengerti satu hal pun mengenai itu. Hanya suka dan tak mengerti. Jadi, selalu kutangkis ketidaktahuanku itu sendiri dengan sebuah kalimat "Kita tak perlu mengerti seni, kita hanya harus merasa. Seni itu."

Tapi malam itu semuanya berubah hanya karena aku menonton pertunjukan musik etnik. Aku terpukau. tatapanku tak pernah lepas dari para pemusik itu. Sungguh! Permainan yang sangat menawan. Semuanya pas. Sesuai takaran. Tak lebih tak kurang. Teramat mengagumkan! Hingga aku tak menyadari orang-orang yang menertawakanku karena ekspresiku yang melongo. Ya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku terpukau pada sebuah pertunjukan musik.

Dari para pemusik itu, ada seorang violis yang bermain dengan sangat indah. Teramat indah. Dan aku terperangkap dalam pesonanya. Mata itu jernih. Kadang dia bermain dengan seulas senyum dibibirnya dan dengan matanya yang tertutup. Tampaknya dia sangat menikmati permainannya sendiri. Dan aku tersihir untuk terus menatapnya.

Tujuh lagu telah dimainkan. Pertunjukan selesai.

Tapi aku sudah tertawan oleh group itu. Aku terperangkap oleh pesona violis itu. Permainan memang telah selesai, tapi aku tak kan selesai sampai disini. Aku putuskan untuk belajar memainkan biola. Ya. Supaya aku bisa menjadi seorang violis lalu bertemu dengan group itu. Dengan violis itu.

***

5 tahun kemudian...

Sore ini aku akan pentas di sebuah acara kampus. Pentas? Ya! Aku yang tak tahu menahu tentang seni ini telah berubah menjadi seorang violis. Dan impianku untuk bisa bertemu dengan violis itu tetap masih tertanam kuat, tentu saja.

Sayangnya selama lima tahun ini aku tak pernah sekalipun bertemu dengannya. Aku sudah mencarinya kemana-mana, tapi tetap tak bisa kutemukan. Dia seperti hilang begitu saja setelah membuatku tertawan olehnya. Dia hilang setelah membuatku menjadi seorang violis hanya dengan permainannya.

Sekarang, aku sudah berhenti mencarinya. Bukan karena aku tak ingin bertemu dengannya lagi, tapi karena aku tahu pencarianku akan sia-sia saja.

Setiap kali aku memainkan biolaku, setiap itu pula aku merasa sedih, sebab membuatku semakin berharap. Tapi aku juga bahagia, sebab dengan memainkan biola itulah aku dapat mengingatnya dengan jelas.

Lalu sore itu, saat acara di kampus selesai. Saat aku keluar dari gerbang kampus, aku tak mempercayai penglihatanku sendiri. Diujung jalan kulihat lelaki itu, violis itu. Berjalan dengan menggendong biola di punggungnya. Gila! Aku benar-benar bahagia. Akhirnya aku bertemu juga dengan orang yang telah merubahku hanya dengan melihat permainannya. Dia masih tampak seperti dulu. Mempesona.

Aku tak bisa menahan langkahku lebih lama lagi, aku mulai berlari menghampirinya yang berjalan membelakangiku.

Tak kan kubiarkan kau membuatku gila lebih lama lagi...

lagi-lagi mohon kritik dan sarannya...

 

Hai, IDWS Mania! Mohon bantuannya supaya IDWS berkembang dengan ikuti sosial media kami di:
Discord Forum IDWS - Facebook IDWS - Instagram IDWS - Twitter IDWS