1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Friede dan Bayangan Gelap Dirinya

Discussion in 'Fiction' started by biksutong, Nov 10, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. biksutong M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 25, 2011
    Messages:
    690
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +285 / -0
    “Hey Fried, bangun nak!” teriak sang ibu sepertinya sedang tersiksa membangunkan anaknya didepan pintu kamar Friede.

    Ibu Friede berteriak sekeras suara ayam berkokok didepan microphone untuk membangunkan anaknya. Sekali, dua kali dan Friede pun tak juga bangun dari tidurnya. Mungkin suara ibunya tak seindah rayuan peri mimpi yang terus mengodanya. Akhirnya ibu Friede menyerah dan membiarkan Friede tidur dan lelap dalam dunia mimpinya bersama peri mimpi yang cantik menawan. Ibu Friede beranjak dari depan pintu kamar anaknya dan berjalan perlahan menuju tangga dan ia turun ke lantai dasar rumahnya dan tidak mungkin ia segera loncat dari atas kebawah. Dia bukan dewa atau superman maupun spiderman.

    “Hhhmmmm%#$%@&mmem” bunyi yang sepintas keluar dari mulut kecilnya Friede sambil membuka mata.

    Friede terbangun dari tidurnya, bukan karena teriakan ibunya tapi karena bunyi dari hapenya karena menerima SMS yang ringtonenya lagu yang sedang popular saat ini, Keong Racun. Ia mengarukgaruk kepalanya yang dibalut oleh rambut hitam dan lurus. Tak ikal seperti ayahnya yang sepintas lebih mirip semak belukar yang akan segera dibumihanguskan oleh para pelaku illegal logging. Mungkin ia mendapatkan rambut lurus dari ibunya yang memiliki rambut lurus panjang nan mempesona waktu muda dulu. Iya dulu.

    Kemudian Friede meraih hapenya yang terletak tak jauh dari tempat tidurnya sambil menikmati ringtone keong racun yang keluar dari speaker hapenya. Dengan segera dibukanya SMS yang diterimanya dengan perasaan penasaran yang telah menghantui dirinya. Rupanya isinya hanya sekedar SMS berantai yang isinya hanya seonggok tulisan tak berguna. Ia merasa kecewa melihat isi SMS dan segera menghapusnya tanpa ampun seperti seorang tukang potong membantai seekor ayam tak berdosa yang akan dijual kepada seorang nenek yang memakai kaos bergambar Manohara.

    “SMS sampah. Gue kirain SMS dari siapa gitu. Sinta kek atau Jojo” ucapnya yang sedang tergila gila dengan pelaku video Keong Racun yang sedang tenar dikalangan anak muda gahul yang suka nongkrong di warteg depan rumahnya.

    Kemudian dia bangun dari tempat tidurnya yang dibiarkan berantakan, lebih berantakan daripada tempat tidurku. Ia berjalan perlahan sambil mengaruk selangkangannya. Entah karena gatal atau emang lagi kepengen aja. Setelah puas mengaruk, dia membuka pintu. Iya pintu. Bukan celana. Dia keluar dan segera turun kebawah.

    Dengan kondisi masih belum sadar seratus persen atau mungkin belum puas mengaruk, dia berjalan ke WC. Dia duduk termenung diatas kloset setelah melepaskan celana beserta celana dalemnya. Masih menung. Sejenak dia menyelesaikan tugas wajibnya setiap pagi yaitu buang air besar.

    “plung.” “plusss.” Begitu bunyinya. Oke, ini gak perlu.

    Sambil buang air besar Friede berpikir. Berpikir sesuatu tentang mimpinya. Ia mimpi tentang dia melihat seseorang yang persis dan mirip dengannya seratus persen. Tak perlu Pakar untuk mengkonfirmasi bahwa itu sangat mirip dengan dirinya. Tapi sosok dirinya didalam mimpi memiliki sesuatu berbeda. Seperti ada aura hitam menyelimuti tubuh Friede yang cuma mirip itu.

    “Mimpi gue aneh. Serius, aneh banget.” Gunyamnya yang memang hobi bicara sendiri walaupun dia masih waras.

    “Kenapa gue mimpi gue melihat diri gue? Ini mimpi gue, gue melihat gue. Aneh. Bener bener aneh.” Tak henti dia berbicara pada dirinya. Tapi dia masih waras. Sungguh!

    Kemudian tak sengaja ia teringat pada masa lalunya. Masa lalu yang kelam dan penuh kejahatan. Dulu dia bukan orang gila. Sekarang Friede juga bukan orang gila.

    “Dulu gue pernah melakukan sesuatu yang sangat buruk. Mungkin gue yang gue lihat di mimpi gue adalah refleksi gue masa itu.” Kata katanya meyakinkan diri kepada dirinya sendiri.

    “Iya bener. Pasti akibat perbuatan gue saat itu!” omongannya sambil mengepalkan tangannya entah untuk apa.

    Ia pun berpikir dalam dalam dalam sekali. Tentang masalalu kelamnya yang tak ingin ia beritahukan kepada siapapun. Pikirannya mengarah tentang masalalu yang mungkin belum diciptakan lampu dan matahari pun malu malu untuk muncul sehingga gelap kelam dan hitam.

    Pikirannya berkata dalam hati.

    Dulu dijaman SMA, gue pernah melakukan sesuatu yang sangat buruk. Gue merupakan orang yang tak kenal rasa kasihan. Gue juga pelit. Karena dulu gue berpikir kalau pelit pangkal kaya. Tapi sekarang karena gue berpikir mau kaya juga butuh investasi sehingga tingkat kepelitan gue berkurang. Dulu gue juga orang yang sombong. Suka pamer gitulah kalau ada sesuatu yang pantas dibanggakan. Orang orang yang gue sombongi pasti kesel mencak mencak dirumah karena gue. Gue malahan bangga bisa bikin orang begitu. Dulu gue memang kejam dan tak manusiawi. Gue belum pernah namanya menolong orang lain. Dan senang melihat orang lain menderita. Sama sensasinya seperti buang air besar dipagi hari. Sama sama nikmat.

    Tapi ada satu hal yang terlarang untuk dibuka. Terlarang untuk diketahui oleh siapapun.

    “JEGER” seperti ada bunyi petir didalam kepalanya. Mungkin itu hanya tong sampah dipukul dengan kayu bekas kaki kursi yang sudah rusak yang pernah dikhayalkannya.

    Pikirannya melanjutkan katakatanya setelah bunyi petir tadi yang seharusnya lkebih mirip bunyi kentut.

    Suatu saat dijaman SMA dulu gue melakukan kesalahan besar yang fatal. Ada seorang anak perempuan yang bernama Remia. Dia temen sekelasku. Tapi gue tak pernah menganggapnya temen. Itu semua karena gue sangat sombong dan tak pernah menganggap dia pantas menjadi temenku. Gue ganteng. Gue keren. Gue mirip artis papan tulis atas. Dia? Tak pantas untukku.

    Suatu hari dia pernah datang kepadaku. Aku duduk dibangkuku. Dia datang menghampiri dengan langkahnya yang perlahan. Setelah benar benar berada disampingku dia berkata “ Fried, bolehkah aku pinjam pensilmu yang berwarna merah muda itu?’

    “Enggak! Ini pensil kesayangan gue karena warnanya merah muda!” balasan gue terhadapnya

    “Sampai muncul video panas artis favorit pun aku tak akan meminjamkannya kepadamu!” lanjut gue.

    “Tolonglah, sekali ini saja. Aku mohon. Aku sudah bermimpi ingin memakai pensil merah mudah sedari dulu. Hanya saat ini aku bisa melihatnya secara langsung dan bisa mewujudkan mimpiku. Aku mohon dengan sangat, Fried.” Mohon Remia sambil mengangkat keteknya. Aku tak tahu apa maskudnya melakukan itu.

    “Tetep enggak! Loe kira gue apaan? Masa loe mau minjem pensil gue maksa gini? Main nunjukin ketek segala. Emang gue demen apa sama ketek bau asem lu?” Balasan gue sedikit kasar kepadanya. Sebenarnya gue gak mau kasar sama cewek. Cuma gue gak pernah tahan dipertontonkan ketek penuh bulu yang belum cukur. Malahan keteknya lebih cocok jadi lahan ternak kutu busuk yang sedang mencari tempat tinggal baru.

    “Teganya engkau. Aku sudah menyukaimu sejak dulu. Tapi kau begitu jahat padaku.” Kata si Remia yang sebenarnya gak nyambung dengan topik yang kami bicarakan sebelumnya.

    Akhirnya Remia pergi. Berlari. Sambil menurunkan keteknya. Ia berlari dan kemudian air mata jatuh dari pipinya yang memerah. Entah karena malu keteknya dihina atau merah habis terkena air liur hasil muncrat dari mulut gue. Dia berlari keluar kelas dan menuju entah kemana.

    “Aku benci! Benci! Benci sama kau, Friede. Hanya karena pensil merah muda, aku menunjukkan ketekku dan kau menghinanya. Beraninya kau! Aku benci padamu!” omongan Remia yang terdengar sayup sayup oleh gue. Gue acuh tak acuh kepadanya. Sungguh. Aku tak pernah jatuh hati padanya.

    “Biarin aja. Emang gue pikirin. Mending gue raut dulu pensil merah muda favorit gue ini.” Kata gue sombong dengan pensil merah mudanya yang konon katanya hanya ada 200.000 jumlahnya di negaranya.

    Lalu temen gue yang lain datang menghampiriku. Dengan napas terengah engah dia berlari menuju gue dan berkata “Fried, Fried.”

    “Kabar buruk Fried”
    “Buruk sekali.” Ucap temen gue yang berkulit gelap

    “Apaan si? Gak lihat apa gue lagi meraut pensil merah muda gue?” ucap gue dengan angkuh dan nada sombong karena kulit gue lebih putih.

    “Sii…”
    “Si Remia meninggallllll!!!!!” kata temen gue yang terlihat lelah dan kulitnya masih gelap.

    “JEGGGGEEEEEEEEEERRRRR” bunyi petir disiang bolong. Rupanya itu bunyi atap kelas gue yang dilempar batu oleh orang tak bertanggung jawab.

    “APAAAAA?” jawab gue tak percaya sambil pasang ekspresi terkejut setelah beberapa saat otakku sama sekali tak berfungsi mendenger berita dari temen gue.

    “Iya, bener. Remia temen sekelas kita yang selalu digosipkan naksir kamu itu meninggal.” Konfirmasi dari temen gue yang berkulit gelap itu.

    Gue terkejut bukan kepalang. Orang yang baru saja ngobrol akrab dan asik sama gue tiba tiba meninggal. Apa yang menyebabkannya. Gue binggung. Serius binggung.

    “Kok meninggal?’ tanyaku singkat karena takut dicurigai sebagai pelaku. Manatahu dia bunuh diri dengan mengikat bulu keteknya dipotong dan gantung diri karena stress atas perlakuan gue yang tak baik kepadanya.

    “Dia ditabrak truk sampah lewat.” Jawab temen gue dengan santai.

    “Gile. Matinya enggak elit banget. Pamerin ketek terus ditabrak truk sampah lewat dan meninggal. Aku kasihan dengan cara meninggal dia. Gimana nanti kalau orang tuanya ditanya kerabat tentang cara kematiannya? Itu pasti hal paling berat yang akan dihadapi orang tuanya.” Kataku sambil membeneri poni yang agak berantakan.

    “Kabarnya dia meninggal saat mengatakan ‘Aku cinta Friede’.” Tambah temen gue.

    “Booooommmmmmmmmmmmmmmm” bunyi bom atom dijatuhkan dikepalaku. Rupanya itu bunyi tabung gas 3 kg yang baru saja meledak dikantin sekolah.

    “Mampus gue.” Jawab gue singkat.

    “Gue telah membuat seseorang yang mencintai gue lari hingga ditabrak truk sampah lewat. Gue ini pasti seorang penjahat.” Kata gue pelan kepada diri sendiri.

    Semenjak saat itu gue pun menyadari semua kesalahanku. Dan gue berikrar untuk berubah menjadi lebih baik. Namun sampai saat ini perihal pembicaraan gue dengan Remia tetep gue simpan dalem dalem sedalem celana dalem merek GT Man gue.

    Pikiran Friede berhenti berpikir tentang masa lalunya dan yakin bahwa sosoknya yang beraura gelap itu adalah dirinya yang memiliki sifat buruk pada masa lalu dan ia berusaha membunuh sosok gelap itu. Untuk menjadi lebih baik. Seketika dia sadar bahwa dia sudah selesai dalam kewajibannya menunaikan buang air besar. Lalu dia berdiri dan cebok. Iya, dia sudah cukup dewasa untuk pandai cebok sendiri tanpa pengawasan dari orang tuanya.

    Dia segera memakai celananya dan keluar dari WC. Itu merupakan awal hari yang baru bagi Friede.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.