1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Untitled Satu

Discussion in 'Fiction' started by muchitsuru, Oct 31, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. muchitsuru Members

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 8, 2009
    Messages:
    255
    Trophy Points:
    17
    Ratings:
    +17 / -0
    Hm...,
    ini pertama kalinya saya posting fiksi fantasi :hahai:
    Sebenernya saya suka banget ma fiksi fantasi (bahkan tiap malem sebelum tidur selalu berfantasi demi bikin cerita fiksi fantasi) :tidur::mesum:
    Tapi selalu terbentur dunia baru dalam kepala yang susah banget untuk dideskripsikan dalam bentuk cerita. :suram::swt::sigh:(Yeah.... curhat deh)

    Tapi beneran deh, bener2 minta pendapat temen2 sekalian tentang chapter pertama ini. :onegai:
    Ini proyek novel fantasi yang gak pernah selesai sampai sekarang karena ceritanya belum jelas mau dibawa kemana alias inti ceritanya masih absurd.

    Siapa tahu dengan masukan dari temen2 bisa menimbulkan ide2 baru untuk memperjelas cerita dan menciptakan dunia baru yang sebenarnya dalam kepala saya. Hehehehe....
    :matabelo::malu2:



    0.

    Dia merasakan ada cairan hangat yang mengalir di keningnya. Ruangan tempatnya berada kini begitu gelapnya, begitu apek, anyir dan dingin. Namun ia tahu pasti kalau kepalanya kini berdarah. Jelas, ia merasakan pusing yang amat menyiksa. Tak berapa lama kemudian ia menyadari kalau sekujur tubuhnya perih dan ngilu seperti tersayat-sayat sampai ke tulang. Tapi ia tidak tahu mengapa ia mengalami luka-luka dan sakit kepala di ruangan gelap ini.

    Gadis itu mencoba bersuara, meminta pertolongan, namun suara yang keluar dari tenggorokannya menyerupai orang tersedak. Ia merasakan dadanya sesak dan panas seperti terbakar dari dalam saat ia paksakan diri untuk bersuara. Bahkan paru-parunya serasa menyusut saat ia bernapas. Ia berupaya menggerakkan tubuhnya, tetapi ia tidak merasakan anggota tubuhnya merespon perintah otaknya.

    Dalam ketidakberdayaannya itu, ia juga tidak bisa membedakan apakah dirinya sedang terkapar atau bersandar. Rasanya seperti mimpi buruk. Namun luka-luka dan rasa sakit yang mendera dirinya menampar kesadarannya. Ia mencoba mengingat kembali mengapa ia bisa berada di tempat seperti ini. Tidak bisa, ingatannya seolah kosong. Gadis itu memaksakan diri mengingat di mana dirinya berada sekarang. Justru rasa pusing berdenyut-denyut yang seolah akan meledakkan kepala yang bisa ia ingat, membuatnya ingin muntah. Gadis itu mengerang kesakitan, namun suara yang keluar dari tenggorokannya hanyalah suara batuk hebat tak henti-hentinya. Dadanya tiba-tiba terasa lebih panas dan sesak daripada sebelumnya. Batuk hebat yang ia alami berhenti akhirnya tatkala mulutnya terasa asin dan anyir. Ia muntah darah.

    Waktu seolah berhenti bagi gadis malang itu. Ia ingin mati saja daripada mengalami rasa sakit seperti ini. Namun menyambut kematian pun terasa sangat lama baginya. Ia begitu tersiksa menahan sakit yang dideranya hanya untuk menunggu Sang Perenggut Jiwa datang merampas kehidupannya.

    Gadis itu mulai hilang kesadarannya. Raganya mengejang, mempertahankan nyawanya yang perlahan-lahan sedang lepas. Napasnya mulai terasa menipis.... Senyap merajam. Gadis itu, dalam sekaratnya bisa mendengar napasnya yang kian lirih. Mungkin sekarang saatku, pikirnya.

    Lamat-lamat suara tapak kaki pada lantai batu mengetuk-ngetuk lembut gendang telinganya. Suara langkah itu terdengar jauh, namun cukup jelas untuk didengar. Gadis itu mengira suara tersebut adalah suara langkah malaikat maut yang sedang mendatanginya. Lalu terdengar suara besi berdentang dan rantai yang bergesekan.

    Dalam kegelapan, kepasrahan menyelimuti benak gadis itu. Tidak ada harapan lagi untuknya bertahan hidup. Ia sudah siap dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya.

    Suara langkah kaki memantul dinding dan lantai batu yang dingin, menuju tempat gadis malang itu berada. Suara itu kian dekat. Samar-samar mata gadis itu menangkap patahan seberkas cahaya kekuningan dari balik tembok. Lama-lama cahaya itu mendekat makin terang. Kemudian muncullah sesosok manusia bertudung membawa obor, bukan malaikat maut, dari balik tembok itu.

    Orang bertudung itu lalu menyalakan obor yang lebih besar ukurannya yang tersedia di sisi kiri dan kanan dinding ruangan. Cahaya dari api tersebut menyebar dan membias menerangi sekeliling ruangan tersebut. Garis-garis lekukan dinding batu membayang. Sang gadis bisa melihat sekelilingnya dengan jelas. Ternyata ia berada di dalam sebuah dinding berpagar besi, seperti sebuah penjara. Ia baru bisa merasakan dirinya sendiri sedang tekapar dengan kepala bersandar di dinding. Gadis itu, kepalanya yang meneleng ke kanannya, melihat tangannya yang basah dan berkilau karena darah. Tangannya menggenggam sebuah bandul besar bulat warna keemasan, terlalu besar untuk sebuah ukuran kalung. Sebuah luka menganga di tangan kanannya itu cukup jelas untuk dilihat. Darah masih mengalir deras dari rekahan luka di lengannya itu. Sementara itu, tak jauh darinya, sesosok manusia seukuran dirinya terkapar dengan keadaan yang lebih parah darinya. Sosok itu tertelungkup dan bersimbah darah dengan kepala yang remuk dan lengan kiri patah. Orang itu menggenggam sebilah belati berlumuranan darah. Tulang yang berwarna putih itu tampak menyembul dari rekahan lukanya. Darah merembes dari kepala yang hancur itu dan dari patahan tangannya. Rambut panjang orang itu menutupi wajah pemiliknya. Sang gadis tidak bisa melihat bagaimana wajah orang tersebut. Sementara itu sosok bertudung menghampiri sang gadis, mengayun-ayunkan obor seolah sedang menerangi ruangan yang mengurung dirinya.

    Mata sang gadis beralih pada sosok bertudung ketika tiba-tiba sosok bertudung itu berseru ngeri seperti perempuan, melihat dirinya dan sosok yang terkapar tak jauh dari gadis itu. Orang bertudung itu cepat-cepat mengeluarkan serangkaian kunci dari kantungnya. Bunyi gemerincing anak-anak kunci terdengar berisik dari tangan sosok bertudung itu tatkala ia terburu-buru membuka ruangan penjara itu. Dentang jeruji besi menghantam dinding kala pintu terbuka dengan tergesa. Sosok bertudung itu masuk menghampiri gadis malang itu. Cahaya obor menyilaukan mata sang gadis. Namun gadis itu bisa melihat raut ketakutan dan kengerian di wajah orang bertudung itu.

    Sesaat orang di hadapan sang gadis ternganga melihat keadaan dirinya. Sosok bertudung itu tidak tahu harus bagaimana menangani luka yang demikian parah seperti yang dialami gadis itu.

    “Bagaimana bisa seperti ini?” keluh sosok bertudung itu dengan panik dan ketakutan.

    Sosok bertudung itu lalu memeriksa keadaan orang yang terkapar tak jauh dari sang gadis. Cahaya obor yang menerangi sekujur tubuh sosok itu memberi kepastian kalau orang tersebut telah mati. Orang bertudung itu terdengar menyumpah lirih kala mengetahui kenyataan tersebut. Berulang kali sosok bertudung itu meracau kebingungan.

    “Apa yang harus kulakukan...?”

    Sang gadis melihat dengan tidak mengerti pada kepanikan yang terjadi di hadapannya. Ia hanya merasa matanya agak berat untuk terbuka. Rasa pusing kembali menghantam kepalanya.

    Sosok bertudung itu kembali menghampiri sang gadis. Tangannya memeriksa keadaan luka sang gadis. Ia mengacak rambut sang gadis, memastikan tidak ada luka di kepala. Ia menggeleng khawatir. Sosok bertudung itu lalu membuka pakaian yang menutupi dada sang gadis dengan perlahan. Sang gadis melihat raut wajah orang tersebut gugup dan takut. Cahaya obor lalu didekatkan pada dada sang gadis. Mata sosok bertudung itu terbeliak kaget dan ngeri.

    “Astaga....”

    Sang gadis mengikuti arah pandangan sosok bertudung itu. Tampaklah sebuah luka gosong dan lebam tepat di atas tulang dada sang gadis. Di payudara kanannya tampak luka sayatan yang cukup dalam. Daging yang terbuka memperlihatkan darah yang hitam dan mengental. Kenyataan itu membuat sang gadis baru merasakan adanya ngilu dan perih yang menyengat pada luka di dadanya. Keadaannya tidak lebih baik dari pada mayat tadi.

    Sosok bertudung itu membaringkan sang gadis dengan benar. Ia lalu membuka telapak tangan kanannya, mengatur napasnya berulang kali. Tak berapa lama kemudian telapak tangannya merah membara. Hawa panas keluar dari telapak tangannya, lebih panas dari cahaya obor yang dibawanya. Sang gadis pasrah.

    “Sakitnya hanya sebentar, setelah itu kau tidak akan merasakan apa-apa lagi. Maafkan aku” kata sosok bertudung itu kemudian.

    Dengan cepat sosok bertudung itu menekan dada sang gadis yang luka dengan telapak tangannya yang membara. Panas luar biasa menyengat di dada sang gadis seolah membuat kepalanya akan meledak. Sang gadis menjerit sekuatnya. Suaranya yang tadi menghilang muncul dengan lolongan mengerikan. Lolongan kesakitan dan putus asa menggema dan memantul di sepanjang dinding penjara bawah tanah itu. Sang gadis menyumpah-nyumpah dan memohon pada sosok bertudung itu untuk menghentikan penyiksaan tersebut, namun orang tersebut tidak bergeming. Sang gadis terbatuk dan muntah darah segar. Sosok bertudung itu tetap meneruskan apa yang tadi dimulainya. Orang tersebut baru melepaskan telapak tangannya setelah sang gadis muntah darah hitam dan kental.

    Sang gadis terengah-engah dan mengerang. Wajahnya kotor oleh darahnya sendiri yang menyembur dari mulut. Gadis itu tak menyangka kalau dirinya masih hidup dengan luka dan penyiksaan seperi tadi. Gadis malang itu menatap penuh kebencian pada orang bertudung itu. Raut wajah orang bertudung itu menampakkan kebingungan dan heran. Tiba-tiba raut wajah orang bertudung itu terbeliak menakutkan, seperti sedang dihantam sekarat. Lalu orang itu jatuh.

    “Puteri...?” suara yang berbeda, lebih berat dari suara orang bertudung tadi, berseru khawatir. Suaranya seperti laki-laki. Lalu muncullah sosok bertudung lain. Orang itu menghampiri sang gadis. Ia memeriksa kalung yang digenggam sang gadis. Lalu ia membuka tudung kepalanya. Namun sang gadis tidak bisa melihat siapa yang menghampirinya. Obor yang dipegang perempuan bertudung tadi padam karena jatuh.

    “Saya datang menjemput Anda. Maaf bila Anda menunggu lama. Orang-orang telah menunggu Anda di luar. Kami akan membawa Anda ke tempat yang aman.”

    Sang gadis melihat laki-laki itu melucuti pakaian yang dikenakan perempuan bertudung tadi, lalu memakaikan pakaian tersebut pada sang gadis. Setelah itu sang gadis tidak tahu apa-apa lagi.

    Suara terompet dan genderang tanda bahaya mengangkasa. Seseorang telah menjebol penjara bawah tanah istana.


    Yah, kalo menurut teman2 menarik, mungkin bisa saya teruskan ceritanya.
    Hahahahaha....:hahai::hahai::hahai:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.