1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Mystic Circle

Discussion in 'Fiction' started by red_rackham, Apr 22, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    Yah....ini adalah salah satu completed novel yg gw punya.
    Sempat dikirim ke beberapa penerbit, tapi gw masih belum beruntung ^__^

    Untuk sementara gw posting disini aja. Untuk melihat reaksi pembaca + membangun fanbase (klo emang ada >__<)



    Mystic Circle​



    Percaya dengan hal-hal gaib dan makhluk-makhluk gaib seperti: Kuntilanak, Genderuwo, Buto Ijo, Sundel Bolong, Siluman Kucing, dan lain-lain? Kalau tidak percaya, sebaiknya kau percaya karena mereka nyata.

    Indra Pratama, seorang siswa SMA setengah vampir. Yudha Prabowo, mantan Dewa berwajah mesum. Maya Fitria, gadis SMA yang dirasuki oleh Dewa Keberuntungan. Ketiganya adalah orang-orang yang bertugas menangani masalah-masalah yang diakibatkan oleh makhluk gaib di kota Yogyakarta.

    Ikuti kisah bagaimana Indra menyelamatkan Maya yang sempat mau bunuh diri karena menjadi pembawa sial. Bagaimana Indra, Maya, dan Yudha menangani kasus pembobolan bank oleh Buto Ijo. Bagaimana Indra berkelahi dengan Raden Setyo Pamungkas, seorang Pangeran Kerajaan Siluman Macan dari Lereng Merapi, yang jatuh cinta pada Maya. Serta ikuti bagaimana Indra, Maya, dan Raden Setyo menggagalkan rencana kembalinya para Ashura jahat ke tanah Jawa.

    -Under construction-

    Volume 1:
    [​IMG][​IMG]
    1st Arc: Gadis Yang Dirasuki Dewa Part 1 Part 2 Part 3 Part 4 Part 5 Part 6
    2nd Arc: Manusia, Uang, dan Makhluk Gaib Part 1 Part2 Part 3 Part 4 Part 5 Part 6
    3rd Arc: Siluman Macan Turun Gunung Part 1 Part 2 Part 3 Part 4 Part 5 Part 6 Part 7
    4th Arc: Manusia Abadi Part 1 Part 2 Part 3 Part4 Part 5 Part 6

    E-Book version: -Under Construction-


    Volume 2:

    [​IMG]
    4.5th Arc: Manusia Abadi Part 2 Part 1 Part 2 Part 3 Part 4 Part 5 Part 6
    5th Arc: Kembali ke Awal Part 1 Part 2 Part 3 Part 4 Part 5
    6th Arc: Pengkhianatan Part 1 Part 2 Part 3
    7th Arc: Komite Para Pemburu Part 1 Part 2
    Final Arc: Lingkaran Mistis Part 1 Part 2
    Epilog: Akhir Dari Sebuah Awal End

    E-Book version: -Under Construction-

    Silahkan berkomentar ^____^
    Kritik dan Saran yang membangun akan sangat gw harapkan.

    Semoga kalian menikmati cerita gw

     
    • Thanks Thanks x 8
    • Like Like x 5
    Last edited: Oct 12, 2011
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 14 Maret 2010]

    Indra Pratama, seorang pemuda berumur 17 tahun berjalan dengan perasaan resah. Hari ini dia akan melakukan sesuatu yang akan mengubah hidupnya. Pemuda berambut hitam dengan gaya harajuku itu berjalan mondar-mandir di dalam ruang kelasnya yang sudah kosong.

    Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore dan sebagian besar siswa SMA Harapan sudah pulang sekolah. Hanya siswa yang memiliki kegiatan ekstra kulikuler saja yang biasanya masih berada di sekolah pada jam itu. Tapi Indra tidak mengikuti kegiatan ekstra kulikuler apapun. Bukannya dia tipe orang yang malas bersosialisasi dengan orang lain, tapi karena ada hal lain yang membuatnya hampir tidak ada waktu untuk bergabung dalam organisasi apapun.

    “Ugh.....rasanya tegang sekali.”

    Indra bergumam sendiri sambil berjalan ke arah jendela. Dia memadang ke arah sekelompok siswa yang sedang sibuk berlatih. Mereka adalah siswa dari klub sepak bola. Indra memandang sejenak teman-temannya yang tampak menikmati latihan mereka. Dia sebenarnya ingin bergabung. Tapi ada satu alasan bagus yang membuatnya tidak bisa terlalu banyak bersosialisasi dengan orang lain.

    Indra bukan manusia

    Pemuda itu adalah seorang vampir.

    Lebih tepatnya, setengah vampir. Tapi dia bukan seperti vampir yang digambarkan dalam cerita-cerita fiksi. Dia sama sekali tidak takut dengan salib, tidak bisa berubah menjadi kelelawar atau kabut, tidak takut bawang putih, tidak takut air suci, dan tidak akan terbakar jika terkena sinar matahari. Walaupun memang vampir tidak suka berjalan di bawah sinar matahari, bukan karena mereka takut, tapi karena mata mereka terlalu sensitif dengan cahaya. Sehingga sinar matahari nyaris membutakan mata seorang vampir. Untungnya sebagai setengah vampir, cahaya matahari tidak banyak mempengaruhi matanya.

    Indra mengamati bayangan dirinya yang terpantul di kaca jendela. Dia mendesah ketika melihat matanya sendiri yang berwarna merah dan memiliki pupil sempit seperti kucing. Dia lalu mendesah.

    “Haah....kalau saja Yudha bisa mengubahku kembali jadi manusia seutuhnya...” desah Indra sambil berbalik dan memandang ke arah jam tangannya.

    Waktu sudah menunjukkan pukul 3.30 sore. Sudah waktunya dia pergi. Sambil berjalan ke arah pintu keluar, dia mengambil tasnya yang dia letakan di bangku paling depan. Langkahnya mantap, walaupun dia sebenarnya masih merasa tegang.

    Kehidupan normal yang dijalani pemuda itu tiba-tiba saja hilang sejak 3 bulan yang lalu. Saat liburan sekolah, dia diserang oleh vampir dan tentu saja, akibatnya dia sendiri berubah menjadi vampir. Beruntung bagi Indra. Sebelum dia sempat menuruti nafsu vampirnya yang buas dan haus darah, dia bertemu dengan seorang pria bernama Yudha Pratama. Pria itu membantu Indra menghilangkan nafsu vampirnya dan berjanji untuk mengembalikan Indra kembali menjadi manusia.

    Hanya saja prosesnya sudah lama hilang dan akan sulit sekali dicari. Oleh karena itu, Indra pada akhirnya terpaksa (atau dipaksa) membantu Yudha dalam berbagai macam pekerjaan, sambil mencari cara untuk kembali menjadi manusia.

    Masalahnya, semua pekerjaan yang dilakukan Yudha selalu berkaitan dengan hal-hal gaib. Membasmi roh jahat, menyucikan rumah, memberi perlindungan gaib, mengusir makhluk gaib, menyembuhkan kerasukan, dan sebagainya. Dengan kata lain, semua pekerjaan yang umum dilakukan oleh seorang paranormal. Yudha sendiri adalah orang yang biasanya disebut sebagai paranormal, dukun, orang pintar, pengusir setan, dan sebagainya. Tugas Indra adalah sebagai asisten Yudha dalam menangani hal-hal gaib, dan sebenarnya pekerjaan itu sangat menarik dan menantang. Kalau saja Yudha tidak sering-sering menggunakan Indra sebagai umpan untuk memancing makhluk gaib buruannya. Sehingga pekerjaan Indra seringkali berakhir dengan adegan kejar-kejaran antara dirinya dan makhluk gaib buruannya.

    Mengingat hal itu, Indra jadi kesal sendiri. Dia memang bukan orang yang mudah marah, tapi selalu dimanfaatkan sebagai umpan memang membuatnya kesal. Dia terkadang jengkel sekali dengan sikap Yudha yang santai, egois, dan kadang bisa sangat licik. Tapi di saat yang sama, Indra harus sangat berterima kasih pada Yudha. Kalau bukan karena dia, Indra pasti sudah menjadi penghisap darah yang buas. Sekarang Indra memang sama sekali tidak memiliki nafsu menghisap darah yang umum dimiliki vampir, tapi ciri-ciri fisik lainnya masih tersisa. Matanya yang berwarna merah, taringnya yang panjang, dan telinganya yang runcing, serta kemampuan fisiknya yang jauh lebih baik dari manusia, adalah beberapa hal yang masih tertinggal setelah Yudha mencoba mengubahnya kembali jadi manusia.

    Sambil melamun, dia terus berjalan ke arah tempat parkir. Semakin mendekati tempat parkir sekolahnya, Indra jadi semakin gugup. Jantungnya berdetak semakin kencang.
    Hari ini, Indra akan menyatakan cintanya pada seorang gadis yang sudah lama dia sukai. Tadi pagi, Indra meminta gadis itu untuk menunggu dirinya sepulang sekolah di tempat parkir. Meminta gadis itu untuk datang sepulang sekolah saja sudah sempat membuat jantung Indra nyaris melompat keluar dari mulutnya. Dan itu hampir saja terjadi ketika gadis yang dia sukai itu mengatakan kalau dia bersedia datang.

    Sekarang Indra benar-benar gugup. Tempat parkir sekolahnya tampak sepi dan lengang. Tidak ada orang di sana. Hanya ada jajaran sepeda dan sepeda motor dari siswa-siswi yang masih melakukan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu.

    Sialnya, ketenangan Indra seakan-akan menguap seiring dengan berjalannya waktu. Tapi cinta Indra sedang membara. Dia tidak akan mundur lagi. Dia bertekad untuk menjalankan rencananya sampai akhir. Sambil berjalan mondar-mandir dalam lingkaran, dia menunggu kedatangan gadis yang bernama Ulfah Pratiwi.

    Gadis itu adalah gadis yang sudah lama jadi pujaan Indra. Sayangnya penggemar gadis itu bukan hanya dia, dan kabarnya, sudah banyak orang yang mencoba menyatakan cintanya pada gadis itu, tapi semuanya ditolak. Indra tentu saja sadar akan hal itu. Tapi dia tetap bertekad untuk menyatakan cintanya pada Ulfah.

    “Maaf sudah membuatmu menunggu. Kenapa kau tadi pagi memintaku untuk datang kesini sepulang sekolah?”

    Indra langsung berbalik begitu mendengar suara seorang gadis di belakangnya. Sekarang, di depan pemuda itu berdiri gadis pujaannya. Jantung Indra sempat berhenti sejenak, lalu berdegup lagi dengan kecepatan berlipat ganda. Dia panik.

    Te...tenang....tenang....kalau jantungku berdegup begini kencang...bisa-bisa aku kena serangan jantung....

    Indra bergumam dalam hati. Dia berusaha menenangkan dirinya, walaupun hal itu jelas sekali gagal dia lakukan. Alih-alih semakin tenang, dia semakin gugup ketika Ulfah berjalan mendekati dirinya.

    “Uhm...ah...itu....ah....aku....”

    Tiba-tiba saja Indra jadi gagap. Karena terlalu gugup, dia sampai tidak bisa bicara dengan benar.

    Ulfah tampak bingung, tapi dia menunggu reaksi Indra selanjutnya. Sayangnya, Indra terus saja tergagap. Ulfah semakin bingung dan kini jelas tampak tidak sabar. Dia berkacak pinggang dan menatap mata Indra dengan tajam. Sialnya, hal itu membuat otak Indra berhenti bekerja. Pemuda itu seakan-akan mendengar suara derit roda-roda gigi di otaknya yang mendadak berhenti.

    “Ayolah Indra. Ini sudah sore, dan aku ingin pulang. Kalau kau tidak ada keperluan lagi, aku mau pulang sekarang,” ujar Ulfah sambil terus memandang ke arah Indra. Indra masih berusaha mengatakan sesuatu, sayangnya dia masih saja tergagap.

    “Ah. Dasar aneh. Aku pulang saja ya,” ucap Ulfah sambil berbalik dan berjalan menjauhi Indra. “Sampai bertemu besok Indra.”

    Indra langsung terpaku di tempat. Dia tidak bisa membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja. Dia langsung menghela nafas panjang untuk menenangkan diri. Lalu tanpa pikir panjang, dia berseru sekuat tenaga.

    “AKU SUKA KAMU!!!! JADILAH KEKASIHKU, ULFAAAH!!!”

    Seruan Indra begitu kuat sehingga membuat Ulfah berhenti di tempat. Suara seruan Indra juga mengundang perhatian siswa-siswi yang rupanya masih ada di dalam kelas. Dari sudut matanya, Indra bisa mengamati kalau kepala beberapa orang siswa dan siswi langsung menyembul dari jendela.

    Ugh...mati aku! Sekarang ada terlalu banyak orang yang melihat pengakuan cintaku, gerutu Indra dalam hati.

    Dia menelan ludahnya. Keringat mulai bercucuran. Jantungnya berdetak begitu kencang sehingga dia merasa kalau dadanya akan segera meledak.

    Lalu Ulfah perlahan-lahan berbalik.

    Gerakan Ulfah yang berbalik pelan-pelan terasa seperti gerakan slow motion di film-film. Entah karena Indra terlalu gugup, atau karena dia tanpa sadar menggunakan kekuatannya. Yang pasti, dunia disekitarnya seakan-akan berjalan lebih lambat. Kemudian, dia mendengar beberapa patah kata dari Ulfah. Kata-kata yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.

    “Maaf. Tapi aku sudah menyukai orang lain.”

    Indra langsung disambar petir.
    ___________________________________________________
     
  4. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +826 / -0
    awal lihat dari genre nya, ohh apa kah ini akan seperti silent hill / fatal frame yg membuat jantung berdegup? mari kita baca :peace:

    woow menggunakan seting negara sendiri good :top:
    hmmm half vampire... bakemonogatari?
    daily life vampir boy... chapter 1 masih gak bisa nebak Liar cerita kedepannya kek gimana..
    gaya pendeskripsian dah bagus..

    apa yg terjadi dengan ulfa dan sang vampir?? nunggu ch selanjutnya deh.. :peace:
     
  5. Jars27 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 16, 2010
    Messages:
    437
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +21 / -0
    Pertama kali baca jadi inget bakemonogatari.

    gaya bagus, lebih dari bagus malah.

    seharusnya ini sudah bisa jadi novel, kalau ditolak penerbit mungkin karena ceritanya masih belum bisa diterima oleh kebanyakan orang.
     
  6. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 14 Maret 2010]

    Indra berjalan dengan langkah lesu.

    Ditolak mentah-mentah di hadapan siswa-siswi lainnya bukan peristiwa yang menyenangkan. Bahkan dia tidak heran kalau tiba-tiba dia berjalan naik ke lantai 4 bangunan sekolahnya, lalu melompat. Zaman sekarang bukan hal yang mengherankan kalau ada siswa yang nekat bunuh diri hanya karena ditolak oleh orang yang dia sukai. Tentu saja Indra tidak akan melakukan hal itu, karena menurutnya hal itu adalah hal yang sangat bodoh. Selain itu, jatuh dari lantai 4 tidak akan membuatnya terbunuh. Hanya akan membuat petugas rumah sakit jatuh pingsan, atau membuatnya diculik dan dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Karena sudah pasti dia akan sembuh kembali dalam waktu yang cukup singkat.

    Tapi memang saat ini Indra ingin sekali melompat dari gedung, atau dari jembatan yang tinggi. Tapi karena hal itu akan membuatnya semakin menderita, dia mengurungkan niatnya.

    Sambil terus menerus menghela nafas panjang dan menahan tangis, dia berjalan menyusuri gedung utama sekolahnya.

    Sekolah Indra adalah SMA swasta yang cukup terkenal di kota Yogyakarta. Bangunan SMA Harapan memang cukup megah dan memiliki 4 tingkat. Halamannya juga luas dan fasilitas penunjang pendidikannya juga lengkap. Bisa dikatakan kalau sekolah Indra adalah sekolah favorit, karena selain fasilitas yang lengkap, tingkat kelulusan siswa di SMA itu juga selalu 100% setiap tahun.

    Indra merasa bersyukur karena bisa masuk ke sekolah favorit itu. Hanya saja, hari ini dia merasa menyesal karena telah datang ke sekolah. Maklum saja, dia baru saja ditolak.
    Sambil meratapi nasib, dia memandang ke langit.

    Huh! Di acara-acara reality show di TV, kulihat orang mudah sekali mendapatkan gadis pujaannya. Tapi kenyataan memang pahit, gerutu Indra dalam hati.

    Dia berjalan masih sambil menengadah. Lalu, dia melihat sesuatu di atap gedung tertinggi di sekolahnya. Tepatnya di atap gedung utama berlantai 4. Awalnya dia tidak terlalu peduli, tapi karena iseng. Dia menggunakan kemampuan pandangannya yang jauh lebih baik dari manusia, untuk melihat benda apa yang ada di lantai 4 itu.

    Lalu dia terpaku di tempat.

    Seorang gadis berdiri di pinggir pagar pengaman di lantai paling atas. Tidak perlu orang pintar untuk menduga apa yang akan gadis itu lakukan. Tapi Indra berharap kalau dia salah.

    “Tu..tunggu dulu....gadis itu tidak mungkin akan....”

    Indra tidak berhasil menyelesaikan kata-katanya karena gadis itu tiba-tiba melangkahkan kakinya dan melompat. Ya. Gadis itu MELOMPAT dari atap gedung berlantai 4. Tanpa pikir panjang Indra berlari sekuat tenaga.

    Berkat kemampuan fisiknya yang jauh diatas manusia, dia bisa berlari sejauh 100 meter hanya dalam waktu 8 detik Sambil terus memandangi tubuh sang gadis yang melayang ke bawah, dia langsung memperkirakan posisi jatuhnya. Karena meleset sedikit saja, gadis itu pasti tewas, karena dia jatuh dengan posisi kepala duluan.

    Kemudian, Indra mengulurkan kedua tangannya dan menangkap tubuh gadis itu.
    Berdasarkan hukum fisika mengenai gerak jatuh bebas, momentum dan massa gadis itu seharusnya bisa menghancurkan kedua tangan Indra. Tapi sekali lagi, Indra harus bersyukur dia masih memiliki kekuatan vampirnya. Berkat itu, dia bisa menyangga berat gadis yang terjatuh itu dengan kedua tangannya. Walaupun kedua tangannya langsung terasa kesemutan dan kedua lututnya terasa agak ngilu. Dia sama sekali mengabaikan kedua sensasi itu karena dia berhasil menangkap gadis itu sebelum dia membentur tanah. Dengan kata lain, Indra telah menyelamatkan nyawa gadis itu.

    Gadis itu tampaknya tidak sadarkan diri. Indra perlahan-lahan menurunkan gadis itu tapi masih menyangganya dengan tubuhnya sendiri. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, dia jadi khawatir.

    “Oi! Kau tidak apa-apa? Oi!” seru Indra sambil menepuk pipi gadis itu.

    Tapi gadis itu tetap tidak sadarkan diri. Sepertinya dia shock karena hampir tewas. Indra jadi bingung. Dia tidak tahu pertolongan pertama apa yang harus dia berikan pada situasi seperti ini. Tapi, tiba-tiba sesuatu terlintas di benak Indra.

    CPR! Pernafasan buatan....! seru Indra dalam hati.

    Indra bukannya bodoh, tapi dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan, jadi dia memutuskan untuk melakukan hal yang pertama kali terpikir olehnya, yaitu CPR. Indra menelan ludah.

    Maaf...bukannya aku mengambil kesempatan dalam kesempitan...tapi ini kondisi darurat....gumam Indra dalam hati sambil mendekatkan wajahnya ke arah wajah si gadis.

    Kemudian Indra menyadari kalau gadis itu ternyata manis sekali. Kulitnya cukup putih dan terlihat halus. Bulu matanya yang lentik sangat cocok dengan bibirnya yang tampak berkilau. Rambut gadis itu sebahu, tapi rasanya pas sekali dengan wajahnya yang berbentuk bulat telur.

    Indra langsung terdiam dan tidak bisa bergerak karena terpana. Dia lalu menutup kedua matanya.

    “Oh Tuhan....bagaimana bisa aku bertemu dengan makhluk secantik ini?” ujarnya tanpa sadar.

    “Apa yang kaupikir sedang kau lakukan?”

    Tiba-tiba Indra mendengar suara yang merdu, tapi bernada dingin dan mengancam. Dia membuka kedua matanya dan melihat kalau gadis yang terbaring di bawahnya, sedang memandangnya dengan tatapan tajam menusuk. Indra langsung salah tingkah dan menjawab spontan.

    “Ah...itu...anu....ini CPR...pernafasan buatan?”

    Jawaban yang salah.

    Gadis itu langsung mengayunkan sebelah tangannya dan menghantam dagu Indra. Gerakannya cepat, dan Indra memang sedang tidak siap sama sekali. Jadi pukulan gadis itu telak mengenai sasarannya.

    Dengan dramatis, Indra terjungkal ke belakang. Gerakannya akan bagus sekali kalau dilihat dalam tayangan slow-motion. Tubuhnya perlahan-lahan tertekuk ke belakang, melayang selama sepersekian detik di udara, sebelum akhirnya terhempas ke tanah dengan keras. Kepala duluan.

    Pandangan Indra langsung buram dan berkunang-kunang. Dia memang memiliki kekuatan vampir, tapi itu tidak berarti kalau kekuatannya selalu aktif setiap saat. Selain itu, pukulan gadis itu keras sekali, bagaikan pukulan seorang petinju profesional. Ketika pandangan Indra kembali normal dalam beberapa detik selanjutnya, gadis itu sudah berdiri dengan sikap mengancam di depannya.

    “Dasar mesum! Berani-beraninya kau mencoba menciumku!!” seru gadis itu sambil mengancungkan tinjunya.

    “Oi! Tunggu dulu! Kau tadi pingsan karena shock!” balas Indra sambil menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, dia tidak mau dipukul lagi. “Lagipula kenapa kau mencoba bunuh diri dengan melompat dari lantai 4!?”

    Gadis itu langsung terdiam, dia memandang ke arah Indra. Lalu ke arah lantai 4, tempat dia terjun barusan. Kemudian dia kembali menatap ke arah Indra. Kali ini matanya terlihat berkaca-kaca.

    “Kenapa aku masih hidup?” tanyanya dengan suara bergetar, nada kecewa dalam suaranya membuat Indra heran.

    “Tentu saja kau masih hidup. Aku baru saja menyelamatkan dirimu. Telat sedikit saja, namamu bakal muncul di headline koran lokal!” balas Indra sambil berdiri. Tadinya dia menyangkan kalau gadis itu akan berterima kasih padanya. Tapi ucapan gadis itu selanjutnya langsung membuat Indra terdiam.

    “Kenapa kau menyelamatkan nyawaku? Aku tidak memintamu melakukan itu!”
    Indra langsung membalas perkataan gadis itu secara spontan.

    “Apa kau bodoh? Orang yang waras akan berusaha menyelamatkan dirimu tanpa diminta! Melihat orang mati bunuh diri bukan pemandangan yang menyenangkan!” balas Indra dengan nada jengkel. “Memangnya kenapa kau sampai nekat bunuh diri? Ditolak pacar? Hah! Itu bukan alasan yang kuat untuk melakukan perbuatan itu!”

    Tanpa sadar Indra meluapkan emosinya. Dia baru saja ditolak dan itu sudah membuat emosinya kacau. Ditambah lagi dia baru saja berhadapan dengan gadis cantik yang berusaha bunuh diri, dan tampaknya kecewa karena dia selamatkan.

    Indra bertanya-tanya pada dirinya Hal buruk apa lagi yang akan kutemui hari ini?

    Gadis itu langsung terdiam. Tanpa diduga air mata mengalir di pipinya, dia berusaha menghentikan air matanya, tapi tidak bisa. Pada akhirnya gadis itu berjongkok sambil menangis.

    Indra langsung salah tingkah. Kalau ada orang lain yang melihatnya, dia pasti akan terlibat dalam rumor dan gosip aneh yang akan diedarkan teman-temannya. Dan dia tidak mau itu terjadi.

    Tanpa pikir panjang, dia menarik tangan gadis itu.

    “Ikut aku!” ujar Indra sambil membawa gadis itu jauh dari area terbuka.
    Keduanya berjalan ke arah kafetaria di belakang sekolah. Sekarang tempat itu nyaris kosong. Hanya ada pedagang di kantin yang sedang sibuk membereskan barang dagangannya. Sekarang sudah jam 4 sore dan seharusnya semua siswa sudah pulang, jadi kafetaria sekarang benar-benar kosong.

    Indra duduk di depan si gadis yang masih menangis. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan atau katakan. Jadi dia menunggu sampai gadis itu merasa lebih tenang.
    Sekitar 10 menit kemudian, si gadis akhirnya berhenti menangis. Dia tampak lebih tenang. Sehingga Indra memutuskan, ini waktu yang tepat untuk bertanya pada gadis itu.

    “Jadi. Kenapa kau nekat untuk bunuh diri?” tanya Indra. “Apa kau tahu kalau bunuh diri itu sama saja lari dari masalah?”

    “Tentu saja aku tahu! Hanya saja...aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan!” balas gadis itu, masih dengan suara bergetar.

    “Kalau begitu, kenapa kau tidak meminta bantuan untuk memecahkan masalahmu?” tanya Indra lagi.

    “Percuma! Ini bukan masalah yang bisa dipecahkan dengan mudah!” balas gadis itu dengan nada semakin tinggi.

    “Kalau begitu, coba ceritakan saja masalahmu. Aku tidak tahu apakah aku bisa membantumu, tapi itu akan lebih baik daripada kau terus memendamnya dan pada akhirnya membuatmu ingin bunuh diri,” bantah Indra dengan nada kasar sambil menepukkan tangannya ke atas meja.

    Indra biasanya adalah orang yang tenang dan tidak mudah emosi. Tapi hari ini berbeda. Dia sekarang tidak segan-segan untuk menunjukkan kalau dirinya juga sedang emosi. Tapi dia akhirnya menyadari, kalau dia terus menghadapi gadis itu dengan emosi, itu tidak akan memecahkan masalah. Bahkan akan menambah masalah.

    Pemuda itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya.

    “Oke. Ceritakan masalahmu. Setidaknya aku bisa jadi pendengar yang baik, walaupun aku tidak yakin kalau aku bisa membantumu,” ujar Indra dengan nada lebih lembut.
    Gadis itu memandang Indra dengan tatapan memohon. Tapi hal itu membuatnya tampak lebih manis dari sebelumnya. Sebagai seorang pemuda ABG normal, jantung Indra langsung berdegup lebih kencang.

    “Apa kau mau mendengarkan ceritaku sampai akhir?” tanya gadis itu.

    “Tentu saja!” jawab Indra tanpa ragu.

    “Apa kau tidak akan tertawa mendengar ceritaku?” tanya gadis itu lagi.

    “Tidak akan. Aku sendiri baru saja mengalami hal yang akan membuat orang lain tertawa terbahak-bahak kalau kuceritakan. Jadi, silahkan saja kau mulai bercerita.” balas Indra dengan nada kecut.

    Gadis itu tampak berpikir sejenak dan sepertinya ragu-ragu. Tapi akhirnya gadis itu memberanikan diri dan mengatakan apa masalahnya.

    “Aku ini adalah pembawa sial.”

    Gadis itu berbicara dengan suara lirih, nyaris tidak terdengar. Indra tentu saja bisa mendengar suara gadis itu dengan jelas sekali. Tapi karena tidak menyangka kalau kata-kata itu akan keluar dari mulut si gadis, dia langsung menjawab spontan.

    “Hah? Apa katamu?”

    “Aku bilang aku adalah pembawa sial! Siapapun yang berdekatan dengan diriku pasti akan segera mengalami kesialan yang menakutkan,” ujar gadis itu. “Berkat itu, aku dijauhi oleh semua orang, termasuk keluargaku sendiri. Semuanya takut kalau aku akan membuat mereka ditimpa kesialan.”

    Indra langsung terdiam mendengar ucapan gadis itu. Rasanya tidak mungkin kalau gadis secantik dirinya adalah pembawa sial. Lagipula Indra tahu kalau orang yang disebut pembawa sial itu tidak ada.

    Dia rasanya ingat kalau Yudha pernah mengatakan sesuatu tentang orang yang disebut pembawa sial. Tapi dia tidak bisa ingat apa yang dikatakan Yudha tentang hal itu.

    “Ah, tidak mungkin. Pembawa sial itu tidak ada,” ujar Indra dengan tegas.

    “Sudah kuduga kau tidak akan percaya. Tapi itu benar. Baru hari ini, seorang temanku yang mengajakku makan siang bersama, mengalami patah tulang karena terpeleset saat pelajaran olah raga,” balas gadis itu.

    “Ah. Itu hanya kecelakaan,” balas Indra.

    “Lalu 2 hari yang lalu, seorang polisi yang membantuku memungut belanjaanku yang terjatuh, langsung terserempet mobil dan mengalami luka yang cukup parah.”

    “Uhm. Itu....kecelakaan?”

    “Seminggu yang lalu, sepupuku jatuh dari tangga dan nyaris gegar otak karena menemaniku mengerjakan tugas.”

    “Erm.......”

    Indra kehabisan kata-kata. Dia akhirnya mengakui kalau kejadian-kejadian itu terlalu aneh untuk dikatakan sebagai kebetulan yang beruntun.

    “Baiklah. Aku percaya padamu...” ujar Indra.

    Saat dia mengatakan hal itu, wajah si gadis tiba-tiba menampakkan ekspresi lega. Sepertinya dia lega karena Indra bisa mempercayai ucapannya dan tidak menertawakan atau menganggap dirinya sudah gila.

    “Sudah kubilang. Aku ini pembawa sial. Kau juga sebaiknya tidak terlalu dekat denganku. Nanti kau akan mengalami kecelakaan serius dan terluka,” ujar gadis itu khawatir.

    “Jangan dipikirkan. Aku tidak akan mati semudah itu,” balas Indra dengan nada cuek. “Boleh aku bertanya sesuatu?”

    Gadis itu mengangguk.

    “Tentu saja! Apa yang ingin kau tanyakan?”

    “Apa kau pernah berhubungan dengan suatu pengalaman spiritual sebelum orang-orang di sekitarmu mulai mengalami kesialan?” tanya Indra dengan nada serius. “Seperti bertemu dengan hantu, siluman, jin, roh, atau makhluk gaib lainnya?”

    Gadis itu langsung memandang Indra dengan pandangan aneh. Mungkin dia mengira kalau Indra sudah gila. Tapi anehnya, gadis itu kemudian menunduk dan berkata dengan enggan.

    “Pernah. Tapi kau pasti tidak mau percaya dengan ucapanku,” ujar si gadis dengan nada enggan.

    Indra menggelengkan kepalanya.

    “Tidak. Aku akan mempercayai semua hal yang akan kau katakan. Jadi, ceritakan saja padaku.”

    Gadis itu tampak kebingunan. Mungkin karena selama ini tidak ada yang mengganggap ceritanya serius. Setiap kali dia mulai bercerita tentang pengalamannya itu, dia selalu dianggap sebagai orang aneh. Sehingga ketika dia akhirnya bertemu dengan orang yang mau percaya dengan ceritanya, gadis itu malah kebingungan. Dan mungkin, malah menganggap Indra sebagai orang aneh.

    Tapi Indra sama sekali tidak peduli. Kalau masalah gadis itu ada hubungannya dengan makhluk gaib, dia bisa meminta bantuan pada Yudha nanti. Orang nyentrik itu pasti punya solusi untuk memecahkan masalah si gadis ini.

    Meskipun tampak ragu-ragu, akhirnya gadis itu bersedia menceritakan pengalamannya.

    “Ini terjadi sekitar 1 tahun yang lalu. Saat itu aku sedang berjalan-jalan menyusuri deretan pertokoan di daerah Malioboro. Lalu aku menemukan sebuah patung kucing pemanggil keberuntungan, tergeletak di pinggiran jalan,” ujar gadis itu, masih dengan nada ragu-ragu. “Entah kenapa, aku memungut patung itu lalu membersihkannya. Tapi aku tidak membawa pulang patung itu. Aku hanya membersihkannya, mendirikan patung itu, lalu meninggalkannya.”

    Gadis itu berhenti sejenak dan melihat bagaimana reaksi Indra. Dia terkejut karena Indra tampak memperhatikan ceritanya dengan serius.

    “Lalu...bagaimana selanjutnya?” tanya Indra dengan nada serius.

    “Baiklah. Sehari setelah kejadian itu, dalam mimpi aku bertemu dengan seekor kucing gemuk raksasa berbulu putih, dengan loreng-loreng hitam dan orange, yang membawa koin emas besar. Sama seperti bentuk patung kucing yang kutemukan di Mailoboro itu,” jawab si gadis. “Kucing itu tampak mengatakan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengar perkataanya. Kemudian aku terbangun begitu saja.”

    Mendengar ucapan gadis itu, Indra tanpa sadar tersenyum. Dugaannya benar. Dia tadi menduga kalau kesialan yang dialami orang-orang yang ada di dekat gadis itu, ada hubungannya dengan makhluk gaib.

    Baiklah. Kalau begitu aku akan mencoba untuk menghubungi Yudha nanti. Mungkin dia bisa membantu gadis ini, ujar Indra dalam hati.

    “Setelah itu, hal-hal aneh mulai terjadi. Aku jadi sering sekali mendapatkan keberuntungan. Awalnya menyenangkan, tapi lama-kelamaan aku jadi merasa aneh. Karena rasanya keberuntungan yang selalu kudapatkan terasa tidak wajar,” Gadis itu kembali melanjutkan ceritanya. “Kemudian, aku mengalami kecelakaan hebat. Bus yang kutumpangi saat pergi ke pantai terguling dan masuk ke jurang. Ajaibnya, aku selamat hanya dengan luka-luka ringan. Sementara hampir semua penumpang lainnya tewas dalam kecelakaan itu. Yang selamat juga mengalami luka berat.”

    Gadis itu terdiam sejenak. Air mata mulai menggenang lagi di matanya. Pengalaman itu jelas sangat mengerikan dan pasti meninggalkan trauma tersendiri. Dia berusaha menenangkan dirinya dengan menarik nafas panjang, lalu dia kembali melanjutkan ceritanya.

    “Itu hanya awal permasalahanku. Sejak saat itu, semua orang yang pernah berinteraksi denganku akan mengalami kejadian-kejadian yang mengerikan. Seakan-akan akulah yang menyebarkan kesialan bagi semua orang di dekatku. Lebih buruk lagi, sekarang aku tidak pernah mendapatkan keberuntungan seperti sebelumnya,” ujar gadis itu dengan suara bergetar. “Aku jadi berpikir. Jangan-jangan aku dikutuk karena seharusnya aku mati dalam kecelakaan itu....”

    Indra langsung bangkit dan berkata “Tidak!”

    “Itu bukan kutukan karena kau selamat dalam kecelakaan itu. Kau bisa selamat karena itu adalah sebuah keajaiban. Tidak ada hubungannya dengan keadaanmu yang sekarang.”
    Indra mengatakan hal itu dengan suara mantap. Tapi reaksi gadis itu tidak terduga olehnya. Gadis itu juga bangkit dan dengan nada marah berseru pada Indra.

    “Lalu kenapa ?! Kenapa sejak kecelakaan itu aku jadi pembawa sial?! Kalau memang aku seharusnya mati dalam kecelakaan itu, sebaiknya aku mati sekarang!” seru gadis itu dengan marah. Air mata kembali mengalir di pipinya.

    Aaah! Aku membuatnya menangis lagi....dasar payah! ujar Indra dalam hati. Dia tidak bermaksud membuat gadis itu menangis, tapi emosi gadis itu memang sedang sangat labil.

    “Dengarkan aku. Jangan berpikiran pendek seperti itu. Bunuh diri bukan jawaban atas permasalahanmu,” ujar Indra dengan nada lebih lembut, dia berusaha menenangkan gadis itu.

    “Lalu aku harus bagaimana?!” balas gadis itu sambil berseru keras.

    Indra tersenyum dan menepuk dadanya sendiri.

    “Serahkan padaku. Aku kenal seseorang yang bisa membantumu,” ujar Indra dengan nada penuh percaya diri. “Kalau kau mau percaya padaku, aku bisa membawamu ke orang itu.”

    Gadis itu tampak memandang Indra dengan tatapan curiga. Dia masih belum bisa mempercayai Indra sepenuhnya, walaupun pemuda itu sudah menyelamatkan nyawanya. Gadis itu memandangi Indra selama beberapa saat, tapi Indra menangkap ada kilau harapan di matanya.

    “Baiklah...aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa....” ujar gadis itu dengan nada lesu. “Bawa aku ke orang yang kau maksud itu...”

    Indra langsung merasa lega. Rupanya gadis itu bisa mempercayai ucapannya, meskipun ucapannya belum tentu benar Namun Indra percaya, Yudha pasti punya solusi. Selama dia mengenal dan bekerja pada Yudha, dia belum pernah melihat pria itu gagal dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hal-ha gaib. Dia yakin masalah gadis itu akan terselesaikan jika dia membawanya ke hadapan Yudha.

    Tapi kemudian, dia menyadari sesuatu.

    Rupanya karena kejadian barusan, Indra dan gadis itu belum saling berkenalan.

    “Ah. Aku baru sadar. Aku bahkan belum mengenalkan diri,” ujar Indra sambil tertawa perlahan. Dia lalu menunjuk dirinya sendiri.

    “Namaku Indra Pratama, 17 tahun. Hobiku main game dan jalan-jalan. Salam kenal.”

    Gadis itu memandang Indra dengan tatapan geli. Dia lalu mengusap air matanya dan berkata dengan suara lembut, namun tegas.

    “Aku Maya Fitria, pembawa sial. Salam kenal juga.”

    Gadis itu lalu tersenyum.

    Senyumannya begitu manis hingga jantung Indra nyaris berhenti berdetak.

    Astaga ! Sudah kuduga. Gadis ini cantik sekali kalau tersenyum, ujar Indra dalam hati.
    ___________________________________________________

    Ahaha.....silahkan menebak2 sendiri dan selamat menikmati cerita gw ^____^

    Thanks atas pujiannya.
    Yah memang penerbit yg pernah nolak cerita ini ada yg bilang genre-nya belum populer. Kebanyakan yg mudah diterbitkan dan diterima di masyarakat kan drama romantis atau komedi (yg kadang2 garing). Fantasy lokal masih sulit jadi best seller di pasar indo =___='a
     
    Last edited: Apr 24, 2011
  7. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 14 Maret 2010]

    Baiklah. Sekarang aku tahu kenapa Maya menyebut dirinya sebagai pembawa sial...gerutu Indra dalam hati, sambil memandang ke arah sepeda motornya.

    Sepeda motornya tergeletak di tempat parkir dengan kedua bannya yang bocor. Lebih tepatnya, meledak. Karet ban luar dan ban dalamnya sampai terlihat, sehingga tidak diragukan lagi kalau ban itu telah meledak. Tapi dia yakin kalau tadi dia motornya tidak apa-apa. Karena baru saja dia menyatakan cintanya –dan ditolak mentah-mentah– di tempat parkir ini. Dan tadi sepeda motornya masih tidak apa-apa. Berarti ban motornya meledak tidak lama setelah dia bertemu dengan Maya.

    “Maafkan aku. Kalau saja kau tidak menolongku...motormu pasti tidak akan jadi begini....” ujar Maya dengan perasaan bersalah.

    Indra memandang ke arah Maya dengan bingung.

    Gadis aneh...dia lebih mengkhawatirkan kondisi motorku daripada dirinya yang nyaris tewas karena lompat dari lantai 4....gumam Indra dalam hati. Akan lebih parah lagi kalau aku tadi tidak bertemu denganmu....


    “Sudahlah. Jangan dipikirkan. Cuma ban motor saja, tidak masalah kalau hari ini motorku kutitipkan pada satpam,” ujar Indra sambil berusaha membuat Maya tidak lagi merasa bersalah.

    Dia lalu mendirikan motornya dan berjalan ke arah pos satpam sambil menuntun motornya. Satpam sekolahnya sudah kenal baik dengan Indra, karena sebulan yang lalu dia dan Yudha baru saja memecahkan masalah ‘roh gentayangan’ di sekolahnya. Jadi satpam itu dengan senang hati bersedia menjaga motor Indra.

    “Terima kasih pak. Besok pagi-pagi akan kuambil!” ujar Indra sambil berjalan keluar dari pos satpam.

    “Jangan dipikirkan. Motormu aman bersamaku,” balas satpam itu sambil melongok keluar dari jendela posnya. “Kalau kau mau, aku bisa membawanya sekalian ke bengkel tambal ban terdekat.”

    “Wah. Kalau bapak bersedia, aku akan berterima kasih sekali,” ujar Indra sambil tersenyum lebar.

    “Tentu saja bersedia. Kau sudah sangat membantuku sebulan yang lalu. Jadi anggap saja ini sebagai rasa terima kasihku!” seru satpam itu dengan nada riang. “Kapan-kapan kau ajak bos-mu itu mampir. Aku masih harus berterima kasih padanya.”

    Indra tidak menjawab, dia hanya melambaikan sebelah tangannya sambil berjalan ke arah Maya yang menunggu di pintu gerbang sekolah.

    “Baiklah. Sekarang ayo kita naik transjogja,” ujar Indra

    Tapi Maya menggelengkan kepalanya, dia tampak sedikit pucat ketika Indra mengatakan kalau dia bermaksud untuk naik bus.

    “Aku takut naik bus....kecelakaan itu membuatku trauma....”

    Baiklah....berarti bus tidak bisa digunakan. Kalau begitu hanya ada satu pilihan. Naik taksi....gumam Indra dalam hati.

    Indra tidak suka naik taksi. Bukannya dia trauma seperti Maya, tapi karena taksi itu mahal. Dia memang bukan orang dengan keuangan pas-pasan. Orang tuanya adalah orang sukses di bidang bisnis, dan pekerjaanya sebagai asisten Yudha juga menghasilkan bayaran yang tidak sedikit. Meskipun demikian, Indra terbiasa sekali hidup hemat.

    “Baiklah. Kalau begitu kita naik taksi,” ujar Indra sambil berjalan ke pinggir jalan, dan menghentikan taksi pertama yang dia lihat. Sialnya, itu taksi paling mahal yang beroperasi di kota Yogyakarta. Tapi dia sudah tidak peduli lagi.

    Tempat tinggal Yudha berada cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta. Orang yang telah membantu, dan sekarang mempekerjakan Indra sebagai asisten itu tinggal di sebuah rumah mewah yang berada jauh di sisi barat kota. Tepatnya di sebuah perumahan mewah di dekat Ringroad barat.

    Tidak tanggung-tanggung. Tempat tinggalnya cukup sulit dijangkau. Untuk bisa sampai di rumah Yudha, Indra dan Maya harus turun sekitar 500 meter dari rumahnya, karena mobil tidak bisa masuk ke jalan yang mengarah ke rumahnya. Daripada jalan, lebih tepat kalau jalan menuju ke rumah Yudha itu disebut sebagai sungai kering. Jalan itu dipenuhi oleh lubang, batu-batu besar, dan rerumputan liar yang bertebaran dan memenuhi hampir sebagian besar jalan. Motor saja akan sulit melewati jalan seperti ini. Dibutuhkan motor trail atau ATV agar bisa lewat dengan mudah.

    Meskipun rumahnya sangat jauh dan jalan masuknya sulit dilewati, tapi banyak sekali orang yang datang untuk menemui Yudha. Mereka semua datang untuk meminta bantuan, sama seperti yang dilakukan oleh Indra dan Maya saat ini.

    “Hei Indra...”

    Akhirnya Maya mengucapkan sesuatu setelah dia diam begitu lama. Sepanjang perjalanan, keduanya sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun. Seakan-akan keduanya sepakat untuk diam. Tapi akhirnya Maya yang membuka percakapan pertama kali.

    “Apa?” jawab Indra dengan spontan, dia tidak menoleh ke arah Maya karena dia baru saja melompati genangan air yang ada di tengah jalan.

    “Sebenarnya....orang yang akan membantuku ini siapa?” Maya bertanya dengan nada ragu. “Kenapa kau begitu yakin kalau dia bisa membantuku ?”

    Maya terdengar gugup. Jelas saja. Saat ini mereka berdua sedang berjalan di tengah kerimbunan sebuah hutan kecil. Bisa saja sebenarnya Indra hanya menipunya untuk menyerangnya dan berbuat mesum padanya. Wajar saja kalau Maya merasa tidak nyaman.
    Indra menyadari hal itu dan berusaha menenangkan Maya.

    “Oh. Orang itu bernama Yudha Prabowo. Orangnya memang agak aneh dan nyentrik. Tapi dia itu sangat ahli dalam mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan makhluk gaib,” jawab Indra. “Bisa dibilang, dia itu semacam paranormal. Sebut saja dia sebagai dukun, pengusir hantu, orang pintar, dan semacamnya. Dia pasti bisa menemukan solusi dari permasalanmu.”

    Mendengar perkataan Indra, Maya langsung berhenti seketika.

    “Paranormal?” tanya gadis itu dengan nada tidak percaya.

    “Benar. Paranormal,” tegas Indra sambil menoleh ke arah gadis itu.

    “Jadi kau membawaku ke seorang paranormal?!” tanya Maya, kali ini terdengar nada jengkel dari perkataannya.

    “Ya. Memangnya kenapa?” tanya Indra penasaran.

    “Lupakan saja! Aku sudah mendatangi 20 orang paranormal, dan semuanya tidak bisa melakukan apapun. Mereka semua hanya penipu yang menginginkan uang dan tubuhku!” seru Maya marah, dia lalu berbalik. “Lupakan saja! Aku pulang!”

    Indra langsung berbalik dan menangkap tangan Maya.

    “Tunggu dulu! Dia tidak seperti yang kau pikirkan!” ujar Indra berusaha meyakinkan Maya. “Memang banyak paranormal gadungan di sekitar Yogyakarta, atau orang-orang yang hanya punya kekuatan magis sedikit, tapi merasa sangat hebat. Yudha berbeda!”

    “Beda apanya!? Dia pasti sama seperti penipu-penipu!” balas Maya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Indra.

    Indra bingung. Dia tidak bisa berkata apapun. Kalaupun dia mengatakan sesuatu pada Maya, gadis itu pasti menganggapnya hanya berbohong.

    “Hoo…Sedang apa kalian berdua di sini?” ujar seseorang dari belakang Indra dan Maya. “Loh. Indra? Heran kali ini kau yang mengunjungiku. Biasanya aku yang harus menelponmu agar datang, atau ‘menculikmu’ dari rumah atau sekolah.”

    Nada bicara orang di belakang Indra dan Maya terdengar santai, tapi menyebalkan. Indra langsung mengenali siapa pemilik suara itu dan berbalik.

    “Yudha. Aku mau meminta bantuanmu kali ini,” ujar Indra sambil menoleh ke arah orang yang ada dibelakangnya itu.

    Di belakang Indra dan Maya, berdiri seorang pria dengan rambut perak panjang yang dibiarkan tergerai. Pria itu tampak seperti hantu karena dia juga mengenakan kemeja putih, walaupun dengan celana panjang hitam. Wajah pria itu terkesan santai, tapi juga tampak licik. Di wajahnya, bertengger sebuah kacamata half-frame kecil. Pria itu tidak lain adalah Yudha Prabowo. Sambil menguap dia membetulkan kacamatanya dan memandang ke arah Maya.

    “Loh. Wah...kau membawa gadis lagi? Kau memang seorang playboy Indra. Memangnya tidak cukup dengan gadis yang kau bawa kemari 2 minggu yang lalu?” tanya Yudha dengan nada santai.

    Mendengar ucapan Yudha. Maya langsung pucat. Dia mengira kalau Indra dan Yudha akan berbuat macam-macam dengan dirinya. Gadis itu sudah siap-siap untuk melarikan diri. Tapi Indra masih memegang tangannya.

    “Oi Yudha! Jangan bicara yang bukan-bukan! Memangnya kau pikir aku ini apa?!” balas Indra dengan nada jengkel.
    Yudha langsung tertawa lebar.

    “Maaf…maaf. Kau ini memang sulit diajak bercanda Indra...” ujar pria berambut perak itu sambil tertawa.

    Pria itu lalu meraih sebuah ikat rambut dari kantung bajunya dan mengikat rambut panjangnya. Dia lalu berjalan mendekati Maya, yang langsung berusaha menjauh.

    “Mau apa kau?” seru Maya dengan nada mengancam. “Kalau kau berani macam-macam denganku, akan kulaporkan pada polisi !”

    Yudha mengangkat bahunya. Dia sama sekali tidak bermaksud berbuat mesum pada Maya.

    Tiba-tiba pandangannya mengarah ke balik punggung Maya.

    “Hoo…Ini jarang sekali ya....” ujar pria itu. “Nona, apa yang sudah kau lakukan sampai ‘dia’ menempel padamu?”

    Indra langsung menoleh ke arah Maya. Tapi dia tidak melihat apapun. Begitu juga Maya, dia langsung berbalik dan menatap ke arah belakangnya. Tapi disana tidak ada apapun. Gadis itu langsung berbalik dan memandang ke arah Yudha.

    “’Dia’? Siapa maksudmu?” tanya Maya dengan nada curiga.

    “Itu. Dewa yang mengikutimu terus,” ujar Yudha sambil menunjuk ke arah belakang Maya. “Dia sepertinya sangat menyukaimu.”

    Mendengar ucapan Yudha, kedua mata Maya langsung terbelalak lebar. Gadis itu langsung memandang ke arah Indra. Pemuda itu menangkat bahunya, tanda kalau dia juga tidak bisa melihat dewa yang dimaksud Yudha. Tapi berkat ucapan Yudha, Maya langsung percaya kalau pria aneh itu memang bukan seperti paranormal palsu yang pernah dia datangi.

    “Sebaiknya kalian masuk ke rumahku. Kita bicarakan lebih lanjut di dalam,” ujar Yudha sambil berjalan melewati Indra dan Maya. “Kemudian kita lihat, apa yang bisa kulakukan untukmu, nona.”

    Maya dan Indra saling pandang. Kemudian keduanya berjalan mengikuti Yudha.
    ___________________________________________________
     
  8. Senruika Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 27, 2010
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +34 / -0
    wah menarik juga, meskipun rasanya jadi inget bakemonogatari
     
  9. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Yep. Bener2 remind of sama bakemonogatari :haha:
     
  10. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    @Senruika & MaxMarcel
    ^_____^

    Emang mirip banget ya.....padahal gw ngambil base-nya dari XXX-holic, tapi harus gw akui bakemonogatari emang punya pengaruh LUAR BIASA besar di 1st Arc.

    Beberapa temen gw yg jadi beta-reader (yg juga sesama otaku), pernah menyarankan agar 1st Arc diubah. Tapi blom ada mood dan ide.....kalau sudah ada, ntar gw posting ulang 1st Arc-nya ^____^

    Untuk saat ini, please enjoy \(^o^)/
     
  11. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 14 Maret 2010]

    Rumah Yudha memang tidak seperti rumah-rumah biasanya. Rumah itu didesain sedemikian rupa sehingga lebih mirip seperti sebuah kastil eropa di abad pertengahan. Dinding-dinding rumahnya terbuat dari balok-balok bata besar berwarna gelap, sementara pintu-pintu dan jendela-jendelanya terbuat dari kayu jati berkualitas tinggi. Kesan angker dan menakutkan langsung terasa begitu melihat rumah besar itu. Ditambah lagi adanya beberapa tanaman rambat yang menutupi dinding-dinding rumah itu, serta kenyataan bahwa rumah itu terletak di tengah sebuah hutan kecil. Sekilas, rumah Yudha lebih mirip seperti kastil para iblis, atau kastil milik count drakula.

    Bagian interior rumah itu juga tidak kalah menakjubkan. Bukan hanya bagian luarnya yang mirip kastil, tapi bagian dalamnya juga. Rumah itu didesain agar mirip dengan sebuah kastil, atau mansion bangsawan eropa. Di beberapa sudut ruangan terlihat pajangan berupa baju zirah, lengkap dengan persenjataannya. Sementara di langit-langit lobi utama, tergantung sebuah lampu kristal besar. Dan di kedua sisi ruangan, terdapat sebuah tangga yang mengarah ke lantai 2, dan beberapa koridor yang mengarah ke bagian lain dari rumah besar itu. Untung saja Yudha menggunakan lampu listrik untuk menerangi rumahnya, bukan obor atau lampu minyak. Kalau tidak, bagian dalam rumah itu akan sangat mengerikan sekali.

    Rumah yang lebih pas disebut kastil itu, memiliki 4 lantai dan sebuah ruang bawah tanah. Karena begitu luas, Indra masih belum menjelajah ke semua tempat di dalam rumah itu. Dan dia belum pernah turun sampai ke ruang bawah tanah.

    Yudha memang membiarkan dia berkeliling rumah dan tidak mengatakan apapun ketika Indra memasuki hampir semua ruangan di dalam rumah itu. Dan walaupun ruang bawah tanah bukan ruangan terlarang, tapi insting Indra mengatakan sebaiknya dia tidak masuk ke ruang bawah tanah. Dan itu dia lakukan. Selama ini dia selalu menghindari ruang bawah tanah.

    Sekarang Indra, Maya, dan Yudha sudah duduk dengan nyaman di sebuah ruangan besar dengan perapian di lantai 2. Ruangan ini biasa dipakai Yudha untuk menerima tamu-tamunya. Walaupun dia sering juga menerima tamunya di ruangan lain, untuk ganti suasanya. Ruangan itu cukup luas dan terdapat satu set sofa empuk berwarna merah, dan sebuah meja di tengah ruangan. Di sisi-sisi ruangan terdapat lemari-lemari tua yang dipenuhi oleh berbagai macam buku. Beberapa buku itu ditulis dengan tulisan yang sama sekali asing bagi Indra.

    Maya baru saja menceritakan semua pengalaman miserius yang dia alami. Begitu mendengar cerita Maya, Yudha langsung tersenyum Dia sudah memahami masalah apa yang dialami gadis itu.

    “Hoo…Begitu..? Kau memang dirasuki oleh Dewa Keberuntungan,” ujar Yudha santai sambil mengambil sebatang rokok dari kantung kemejanya.

    “Eh?” tanya Maya bingung “Dewa Keberuntungan?”

    Yudha mengangguk sambil menyalakan rokoknya.

    “Kau tidak keberatan kalau aku merokok kan?” tanya Yudha pada Maya. Gadis itu sebenarnya tidak suka kalau ada orang merokok di depannya, tapi kali ini dia dia tidak terlalu peduli. Maya lalu menggelengkan kepalanya.

    “Oke. Dewa Keberuntungan. Orang cina menggambarkan mereka seperti kucing gemuk berbulu emas, merah, atau putih, yang membawa kepingan koin emas besar. Di Barat, mereka kadang disebut sebagai Luck Eater. Di Jepang, mereka memiliki wujud seperti anak kecil berkimono yang disebut sebagai Zashikiwarashi,” ujar Yudha sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara. “Wujud mereka tidak penting. Yang penting adalah kemampuannya. Mereka bisa memberikan keberuntungan pada manusia.”

    “Kalau memang yang merasuki diriku adalah Dewa Keberuntungan, kenapa aku malah membawa kesialan bagi orang lain?!” seru Maya jengkel.

    Gadis itu masih belum memahami ucapan Yudha. Jangankan Maya yang belum pernah berhubungan dengan dunia gaib sebelumnya, Indra saja masih bingung dengan ucapan Yudha.

    “Benar. Itu tidak masuk akal Yudha. Kenapa dia membawa kesialan bagi orang lain kalau yang merasukinya adalah Dewa Keberuntungan?” tanya Indra.

    “Begitulah kenyataannya, nona, Indra,” balas Yudha. “Indra, apa kau masih ingat bagaimana keberuntungan dan kesialan itu bekerja?”

    Yudha malah balik bertanya pada Indra. Maya tambah bingung. Gadis itu lalu menoleh ke arah Indra. Indra sendiri langsung berusaha mengingat-ingat ucapan Yudha mengenai keberuntungan dan kesialan. Kemudian, dia mengingatnya.

    “Aku ingat. Kesialan dan keberuntungan itu mirip seperti timbangan,” jawab Indra sambil menepukkan tangannya, kebiasaan yang dia lakukan kalau dia berhasil menjawab suatu pertanyaan. “Singkatnya, kalau seseorang mengalami keberuntungan, maka timbangannya akan bergerak menuju kesialan. Dan sebaliknya, kalau seseorang mengalami kesialan, maka timbangannya akan bergerak menuju keberuntungan. Oleh karena itu tidak pernah ada orang yang selalu sial, dan orang yang selalu beruntung.”

    Yudha menjentikkan jarinya.

    “Tepat sekali!” ujarnya sambil tersenyum lebar.

    Tapi sayangnya penjelasan Indra masih membuat Maya kebingungan.

    “Keberuntungan dan kesialan bisa digambarkan seperti itu. Walaupun ada yang menganggap kerjanya seperti sebuah roda,” jelas Yudha. “Yang pasti nona Maya, kemampuan dari Dewa Keberuntungan adalah mengarahkan timbangan itu ke arah keberuntungan. Dan apa kau tahu bagaimana cara mereka melakukannya?”

    Maya terdiam. Sepertinya perlahan-lahan dia mulai menangkap maksud dari penjelasan Yudha. Indra juga terdiam. Sepertinya dia juga memikirkan hal yang sama dengan Maya.

    “Dewa Keberuntungan menghisap keberuntungan dari orang-orang di dekatnya, dan memberikannya pada orang yang mereka inginkan. Oleh karena itu, mereka punya sebutan sebagai Luck Eater di Barat,” ujar Yudha sambil menghisap rokoknya. “Apa kau paham maksudku?”

    “Dia....membuat....orang lain.....mengalami kesialan?” ujar Maya pelan-pelan.

    “Bingo!” balas Yudha sambil menjentikkan jarinya.

    Mendengar balasan Yudha, Maya langsung gemetaran.

    “Jadi.....semua kesialan yang dialami orang-orang di dekatku...semuanya karena Dewa Keberuntungan ini?” tanya Maya dengan suara bergetar. “Kenapa dia merasukiku?! Kenapa dia tidak memilih orang lain saja?!”

    “Kenapa? Jawabannya mudah saja. Dia ingin balas budi,” jawab Yudha dengan nada santai seperti biasanya. “Kau sudah membersihkan patung tempatnya bersemayam. Jadi wajar saja kalau dia merasukimu untuk membalas kebaikanmu.”

    Ucapan Yudha membuat emosi Maya meledak seketika. Gadis itu langsung menggebrak meja dan berdiri dengan marah.

    “Balas budi?!” bentak Maya. “Membuat orang-orang didekatku mengalami kesialan!? Itu namanya balas budi?!”

    Yudha masih diam saja.

    Kemarahan Maya beralasan. Memang sulit dipercaya kalau makhluk gaib seperti Dewa Keberuntungan membalas budi baik Maya dengan memberi kesialan pada orang-orang di dekatnya.

    Ada yang aneh....gumam Indra dalam hati.

    Tapi tiba-tiba, dia teringat dengan cerita Maya.

    Jangan-jangan....yang dimaksud balas budi itu....

    “Yudha. Maksudmu dengan balas budi....jangan-jangan itu adalah selamatnya Maya dari kecelakan hebat yang dia alami setahun yang lalu?” tanya Indra. “Itukah wujud balas budi dari Dewa Keberuntungan?”

    Mendengar ucapan Indra. Yudha langsung menjentikkan jarinya lagi. Dia tampak senang karena asistennya bisa menebak apa maksudnya.

    “Bingo!” ujarnya, dia lalu memandang ke arah Maya yang masih berdiri dengan ekspresi marah di wajahnya. “Dewa Keberuntungan itu telah menyelamatkan nyawamu waktu itu, nona Maya.”

    Maya langsung terdiam. Tapi dia masih belum bisa menerima penjelasan dari Yudha.
    “Kalau memang begitu, bukankah budi baikku sudah terbalas? Kenapa dia memperburuk keadaan dengan kutukan kesialannya?!”

    Maya masih membentak Yudha, tapi nada bicaranya sudah melunak. Kali ini Yudha langsung berdiri. Maya tersentak karena mengira dia sudah membuat paranormal itu marah. Tapi tatapan lembut dari Yudha membuatnya merasa lebih tenang, entah kenapa.

    “Dewa Keberuntungan hanya punya satu kemampuan. Yaitu memanipulasi keberuntungan. Saat kau mengalami kecelakaan itu, dia memanipulasi keberuntunganmu habis-habisan, sehingga kau bisa selamat hanya dengan luka-luka kecil,” ujar Yudha sambil memandang ke arah Maya dengan lembut. “Dengan kata lain. Timbanganmu dipaksa menuju ke arah keberuntungan saat itu. Tapi timbangan itu akan selalu berusaha menyeimbangkan diri. Apa kau mengerti ucapanku ?”

    Maya terdiam. Tapi spertinya dia memahami maksud ucapan Yudha. Begitu pula dengan Indra. Dia langsung menangkap maksud dari bos-nya itu.

    Aku paham. Dewa Keberuntungan yang merasuki Maya, sudah memaksa timbangan gadis itu untuk menuju ke keberuntungan besar. Tapi timbangan itu selalu adil. Setelah mendapatkan keberuntungan besar....maka yang selanjutnya akan terjadi adalah......
    kesialan besar ujar Indra dalam hati.

    “Sepertinya kau paham. Jadi begitulah. Saat inipun, Dewa Keberuntungan itu sedang menyerap keberuntunganku dan Indra,” ujar Yudha sambil memandang ke belakang Maya. “Kenapa dia lakukan itu? Itu karena dia berusaha menyeimbangkan kembali timbanganmu. Dengan menambahkan keberuntungan yang dia hisap dari orang-orang, ke dalam timbangan keberuntunganmu.”

    Maya terdiam sejenak. Kemudian dia kembali berbicara dengan suara bergetar.
    “Ka..kalau begitu. Seandainya dia meninggalkanku setelah membalas budinya dalam kecelakaan itu....”

    “Benar. Berikutnya, kau mungkin akan tewas dalam kecelakaan lain.”

    Ucapan Yudha membuat tubuh Maya langsung lemas. Gadis itu langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan menutupi wajahnya. Indra tahu kalau gadis itu sedang menangis. Pemuda itu langsung memandang ke arah Yudha dengan tatapan tajam.

    Oi! Kau membuatnya menangis lagi! Dasar payah! seru Indra jengkel dalam hati.

    “Kalau begitu....apa yang harus kulakukan?” tanya Maya ditengah isakan tangisnya. “Aku tetap tidak mau Dewa Keberuntungan yang merasukiku membuat orang lain mengalami kesialan....”

    Yudha menghisap rokoknya hingga hampir habis, lalu membuang puntung rokok itu ke arah perapian. Untung saja tidak ada kayu di perapian itu, kalau tidak perapian itu akan segera menyala.

    “Aku bisa membantumu melepaskan Dewa Keberuntungan itu. Tapi ada resikonya. Kau mungkin akan lebih sering mengalami kesialan. Karena aku yakin, timbanganmu belum sepenuhnya kembali normal,” ujar Yudha sambil berjalan melewati Maya. “Apa kau sanggup menanggung resikonya?”

    Maya langsung menjawab pertanyaan Yudha tanpa pikir panjang.

    “Aku tidak peduli. Aku akan menanggung resiko itu sendiri. Aku hanya tidak ingin orang lain terluka karena aku,” jawab gadis itu dengan nada mantap, walaupun suaranya masih bergetar karena berusaha menahan tangisnya.

    Indra tertegun mendengar ucapan Maya. Rupanya Maya itu gadis yang lebih memperhatikan keadaan orang lain daripada dirinya sendiri. Mungkin karena sifatnya itu, Maya mencoba bunuh diri tadi siang. Gadis itu tidak ingin ada orang lain yang mengalami kesialan karena dirinya, oleh karena itu dia berusaha mengakhiri hidupnya sendiri. Walaupun tindakan itu tidak benar, tapi Indra mau tidak mau kagum dengan sifat gadis itu.

    Oke...sekarang masalahnya sudah jelas dan gadis itu sudah ingin melepaskan masalah ini dari dirinya.... gumam Indra dalam hati. Sekarang masalahnya....Yudha pasti akan meminta bayaran yang tidak tanggung-tanggung untuk mengatasi masalah ini....

    Kalau ada sifat yang paling dia tidak suka dari Yudha, itu adalah sifatnya yang pemalas, licik, dan mata duitan. Terutama sifat mata duitannya. Setiap kali ada klien yang meminta bantuan padanya, Yudha selalu menarik bayaran yang sangat mahal. Walaupun memang dia selalu bisa mengatasi masalah yang dialami kliennya tanpa cela, tapi tetap saja rasanya tidak benar. Seperti mengambil kesempatan dalam kesempitan. Walaupun sudah bekerja untuk Yudha selama 3 bulan, Indra tetap saja tidak suka dengan sikap bos-nya itu.

    “Kalau begitu. Aku akan melepaskan Dewa Keberuntungan itu dari dirimu. Tapi pertama-tama, aku ingin kau menyucikan dirimu. Di ujung lorong ini ada kamar mandi. Kau bisa gunakan itu. Mandilah yang bersih. Setelah itu, kembalilah ke ruangan ini,” ujar Yudha sambil membuka pintu ruangan. “Jangan pakai sabun, jangan pakai shampo, jangan pakai wewangian, dan jangan pakai make-up. Hanya mandi saja dengan air sampai kau anggap dirimu sudah bersih.”

    Maya tampak bingung. Tapi sejauh ini terbukti kalau Yudha tidak seperti paranormal lain yang memiliki maksud lain dibalik tindakannya. Sepertinya Yudha benar-benar tahu apa yang sedang dia lakukan. Jadi Maya memutuskan untuk menuruti ucapan Yudha.
    Sementara itu, Indra langsung melongo ketika mendengar ucapan Yudha. Pria itu sama sekali tidak menyebut-nyebut soal bayaran dan uang ketika memutuskan untuk membantu Maya. Jelas sekali ada yang aneh.

    “Oi Yudha...tidak biasanya kau tidak meminta bayaran apapun. Pasti ada maksud tersembunyi dibalik ‘kebaikanmu’ kali ini,” ujar Indra dengan nada penuh kecurigaan.

    Yudha memandang ke arah Indra dan mengangkat sebelah alisnya.

    “Ayolah Indra. Aku kan tidak pernah bersikap seperti itu,” ujar Yudha dengan nada menggoda, sambil mengangkat kedua bahunya. Tapi akhirnya menyerah karena tatapan mata Indra begitu tajam. “Oke. Tentu saja akan ada bayarannya. Tapi sebaiknya tidak kita bicarakan sekarang. Gadis itu baru saja mau bunuh diri tadi siang. Kalau aku mulai bicara tentang bayaran, bisa-bisa dia lari dan melompat dari jendela.”

    Ucapan Yudha memang masuk akal, tapi Indra langsung menghela nafasnya.

    Tentu saja Yudha tetap akan meminta uang pada gadis itu....gerutu Indra dalam hati Sifat mata duitannya memang tidak bisa disembuhkan !

    Indra baru saja bermaksud untuk keluar dari ruangan, tapi Yudha buru-buru mendekatinya dan menepuk bahunya.

    “Mau kemana?” tanya Yudha sambil nyengir lebar. “Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, dan aku butuh bantuanmu.”

    Ekspresi wajah Yudha membuat Indra menutup matanya dan menepuk wajahnya. Dia tidak suka itu. Setiap kali Yudha membuat ekspresi semacam itu, ujung-ujungnya Indra harus ‘main kejar-kejaran’ dengan makhluk gaib.

    Masalahnya, kali ini dia yang mengejar, atau dia yang dikejar ?

    ___________________________________________________
     
  12. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    weit emang bau2 bakemonogatarinya kerasa banget :haha:

    tapi aku suka awal yang langsung nembak cewek :haha:

    sayang bukan bilang

    AYO MENIKAH DENGANKU

    :lol:
     
  13. Senruika Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 27, 2010
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +34 / -0
    chapter berikutnya jadi semakin menarik seriusan, penjelasannya bener bener detail dan acceptable buat pembaca, tapi masih meninggalkan kesan mistery yang bikin pembaca penasaran
     
  14. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 14 Maret 2010]

    Persiapan yang dimaksud Yudha membutuhkan banyak sekali kerja fisik. Setidaknya, Indra yang harus melakukan pekerjaan itu.

    Yudha dengan seenaknya membuat Indra menggeser semua perabot yang ada di ruangan itu, termasuk lemari-lemari berat penuh buku yang ada di sisi ruangan. Semuanya harus dipindahkan ke ruangan sebelah. Selama melakukan pekerjaan itu Indra tidak henti-hentinya mengeluh. Tapi memang sudah sifatnya yang tekun dalam mengerjakan sesuatu, dia tidak terus saja memenuhi semua perintah Yudha.

    Ketika Indra bertanya untuk apa dia arus memindahkan semua perabot yang ada di dalam ruangan itu, Yudha menjawab dengan santai.

    “Ini bagian dari ritual untuk membebaskan Maya dari Dewa Keberuntungan,” jawabnya dengan santai.

    Setelah itu, Indra berhenti bertanya. Yudha memang seringkali membuatnya penasaran dan kadang sama sekali tidak memberi petunjuk mengapa dia harus melakukan ini dan itu.
    Setelah berkutat memindahkan barang-barang selama setengah jam, akhirnya Indra selesai melakukan pekerjaannya. Dia langsung berbaring di tengah ruangan tanpa peduli kalau ruangan itu hanya beralaskan semen, dan akan mengotori baju seragam SMA-nya yang berwarna putih. Tapi dia tidak peduli. Dia kelelahan.

    Di dalam rumah Yudha, ada semacam segel gaib yang membuat kekuatan fisik vampir yang dimiliki Indra berkurang setengahnya. Sehingga pekerjaan memindahkan barang-barang itu membuatnya lelah. Padahal dalam kondisi normal, dia mampu melakukan pekerjaan itu dalam waktu lebih singkat, dan tanpa merasa kelelahan.

    Saat Indra baru saja bebaring, pintu ruangan terbuka dan Maya masuk dalam ruangan. Rambutnya masih basah. Artinya dia baru saja selesai mandi. Dengan heran, dia memandang ke arah Indra yang berbaring di tengah ruangan.

    “Sedang apa kau?” tanyanya dengan heran.

    “Tiduran. Memangnya sedang apa?” balas Indra agak ketus. “Yudha baru saja mempekerjakanku seperti budak. Dia menyuruhku memindahkan semua perabot yang ada di dalam ruangan ini....”

    Maya memandang ke arah sekelilingnya. Dia baru menyadari kalau ruangan yang tadinya memiliki beberapa perabotan, kini sudah kosong melompong. Gadis itu memandangi Indra yang masih berbaring di lantai. Entah apa yang membuatnya tertarik dengan Indra, karena tiba-tiba saja dia merasa kalau Indra itu adalah orang yang menarik.

    “Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Indra sambil duduk dan menggaruk belakang lehernya yang terasa gatal.

    Maya langsung memalingkan wajahnya, dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang tersipu.

    “Tidak. Tidak ada apa-apa,” balas gadis itu. “Kau seperti orang bodoh saja.”
    Indra baru saja bermaksud untuk membalas ucapan Maya. Tapi Yudha masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebuah kereta dorong yang tampak dipenuhi oleh berbagai macam benda. Pria itu lalu memandang ke arah Maya.

    “Oh. Kau sudah selesai mandi, nona. Kalau begitu kau tunggu sebentar di luar bersama Indra. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan ritualnya.”

    Indra langsung berdiri dan mengajak Maya keluar dari ruangan. Gadis itu sama sekali tidak mempertanyakan mengapa dia dan Indra harus menunggu diluar. Sejauh ini dia bisa mempercayai kalau Yudha benar-benar bisa menolongnya.

    Keduanya akhirnya berdiri di lorong yang ada di luar ruangan. Suasananya sunyi karena keduanya masing-masing masih saling terdiam. Tapi gara-gara itu, suasananya jadi tidak nyaman.

    “Indra. Sebenarnya siapa Yudha itu?” tanya Maya pada akhirnya. Suaranya yang sebenarnya merdu, memecah keheningan lorong itu.

    “Yah. Bisa dibilang dia itu seperti Dewa,” balas Indra sambil memandang ke arah langit-langit.

    Tentu saja ucapan Indra memicu reaksi dari Maya. Gadis itu langsung menoleh dan membalas perkataannya.

    “Hah? Yang benar saja!” ujarnya dengan nada tidak percaya.

    “Itu benar kok. Sebelumnya aku juga tidak percaya. Tapi lama-lama aku tahu siapa dia sebenarnya,” ujar Indra dengan nada datar.“Tapi apa kau tahu apa yang disebut dengan ‘Dewa’ itu?”

    Indra malah balik bertanya pada Maya. Gadis itu jelas merasa bingung dengan sikap pemuda itu. Tapi dia tetap menjawab pertanyaan Indra.

    ““Ehm. Aku tidak begitu mengerti sih. Tapi sepertinya Dewa itu semacam individu yang mengatur sesuatu di dunia ini. Seperti Dewa Keberuntungan yang mengatur keberuntungan dalam diriku....” ujar Maya. Ketika mengucapkan kalimat itu, nada bicara Maya terdengar getir.

    Indra mendesah lalu memandang ke arah Maya.

    “Yah. Pandangan itu tidak salah juga sih. Tapi sebenarnya Dewa itu tidak lain adalah sesosok makhluk gaib yang memiliki kekuatan yang besar. Terkadang sangat besar, sehingga manusia menjadi takjub dan memujanya. Namun pada dasarnya, semua Dewa itu selalu ingin melindungi manusia. Terkadang dengan cara-cara yang tidak kita pahami,” ujar Indra sambil memandang ke arah Maya. Gadis itu mengangguk begitu mendengar penjelasannya. Sepertinya mereka berdua memiliki pendapat yang sama. Oleh karena itu, Indra melanjutkan penjelasannya.

    “Yudha itu....bagaimana ya menjelaskannya... Dia Dewa, tapi dia bukan Dewa. Yang kutahu, yang namanya Dewa itu selalu berusaha tidak melakukan kontak fisik dengan manusia. Mereka melindungi manusia dari balik layar. Tapi berbeda dengan Dewa yang satu ini. Dia melindungi manusia secara langsung, dengan caranya sendiri,” ujar Indra sambil nyengir. “Jangan menilai orang dari penampilannya. Walaupun dia tampak seperti pria nyentrik yang bertampang agak mesum, dia itu memiliki kekuatan yang besar. Dia menyelamatkanku yang sudah berubah jadi vampir.”

    Begitu mendengar kata ‘vampir’, Maya langsung berseru terkejut.

    “Va...vampir?!” serunya sambil berjalan mundur tanpa sadar.

    Indra menghela nafas. Reaksi semacam itu biasa dia dapatkan. Jadi dia sudah terbiasa, hanya saja dia memang merasa tidak nyaman ketika harus menceritakan keadaannya pada orang lain.

    “Ya. Vampir. Makhluk penghisap darah seperti yang biasa kau lihat di film dan novel,” balas Indra dengan nada datar. “Tapi jangan takut. Aku tidak akan menggigit. Ini semua berkat Yudha yang sudah ‘membunuh’ nafsu vampirku yang buas. Termasuk keinginan dan kebutuhan untuk minum darah....”

    Maya masih memandang Indra dengan pandangan ngeri bercampur tidak percaya. Indra menghela nafasnya lagi. Tanpa mengucapkan apapun, dia memperlihatkan taringnya yang lebih panjang dari manusia biasa. Lalu menunjuk ke arah matanya yang berwarna merah dan memiliki pupil sempit seperti kucing. Terakhir, dia memiringkan kepalanya dan menunjukkan telinganya yang lancip.

    “Sudah lihat?” tanya Indra. Maya mengangguk. Gadis itu sudah melihat bukti nyata kalau Indra bukan manusia. “Itu efek samping dari transformasiku menjadi makhluk penghisap darah. Bukan hanya itu. Aku juga masih memiliki kekuatan fisik sebagai vampir.”
    Indra berhenti sejenak, lalu melanjutkan ceritanya lagi.

    “Sampai saat ini, Yudha masih berusaha mencari cara untuk mengembalikanku menjadi manusia seutuhnya,” ujar Indra. “Karena ada kemungkinan nafsu vampirku kembali. Dan kali ini kalau aku berubah lagi jadi vampir seutuhnya, dia tidak bisa mengubahku lagi, dan terpaksa memusnahkanku....”

    Ucapan Indra membuat Maya terbelalak. Dia tidak menyangka kalau orang yang tadi bersedia bersusah payah untuk menolongnya itu, rupanya juga punya masalah besar.

    “Kalau kau punya masalah seperti itu, kenapa masih mau membantuku?” tanya Maya. “Padahal kalau kau tidak membantuku, kau bisa fokus mencari cara untuk kembali jadi manusia. Apa yang membuatmu mau berbuat sejauh ini?”

    Mendengar ucapan Maya, Indra tersenyum.

    Rupanya sudah sifatnya ya? Dia masih saja mengkhawatirkan orang lain padahal dirinya sendiri masih punya masalah yang belum selesai, gumam Indra dalam hati.

    “Aku tidak perlu alasan untuk membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan,” ujar Indra dengan mantap. “Bukankah begitu?”

    Mendengar ucapan Indra, Maya langsung memalingkan wajahnya sambil berkata.

    “Huh! Sok keren!” ujarnya.

    Tapi Indra berani sumpah kalau tadi dia melihat wajah Maya memerah, entah karena alasan apa. Dia baru saja ingin bertanya pada Maya. Tapi tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan Yudha melongok keluar dari balik pintu itu.

    “Indra, nona Maya. Ayo masuk!” ujar Yudha sambil melambaikan tangannya. “Persiapanku sudah selesai.”

    Indra memandang ke arah Maya. Gadis itu juga mengangguk, lalu berjalan mengikuti Indra memasuki ruangan.

    Sampai di dalam, Indra terpaku di tempat.

    Ruangan tempatnya duduk dan mengobrol tadi, kini sudah berubah menjadi sebuah altar. Di dekat perapian, tampak sebuah meja dengan taplak kuning berornamen tulisan cina dalam warna merah. Di atas meja tersebut terdapat sebuah bejana kuningan berisi pasir, yang ditancapkan dengan 3 buah dupa yang menyala. Di samping bejana itu, ada beberapa macam sesajen, kertas mantra, bejana kecil berisi air, lilin, dan pedang yang terbuat dari koin logam cina. Sementara itu, Yudha tampak memegang sebuah benda persegi delapan dengan simbol-simbol aneh terlihat di sekeliling benda itu, dan di tengah benda itu ada sebuah cermin bulat.

    Indra sudah beberapa kali melihat altar semacam itu, sehingga dia langsung tahu fungsinya. Altar itu adalah altar yang biasa dipersiapkan oleh paranormal cina untuk menghadapi makhluk gaib.

    Pemuda itu memandang ke arah sekeliling ruangan. Di sudut-sudut ruangan sudah disiapkan sebuah tonggak yang diatasnya diletakkan sebuah mangkuk berisi lilin menyala. Tonggak-tonggak itu didirikan di 4 sudut ruangan dan dihubungkan dengan tali tambang yang dipasangi kertas mantra. Indra juga tahu fungsi benda-benda itu, tapi dia masih tidak mengerti kenapa Yudha berbuat sampai sejauh ini.

    “Oi Yudha. Apa maksud semua benda-benda ini?” tanya Indra sambil berjalan mendekati sebuah tonggak. “Kau mau perang dengan makhluk gaib?”

    Indra heran. Tadinya dia pikir ritual untuk membebaskan Maya akan lebih sederhana dan mudah. Tapi dari peralatan yang disiapkan oleh Yudha, tampaknya ini akan jadi ritual yang sulit.

    “Kenapa terkejut?” Yudha justru balik bertanya pada Indra. “Kau tahu ini adalah altar dan pagar pembatas. Aku membuat seluruh ruangan ini jadi sebuah kuil kecil. Kita sekarang akan berhubungan dengan Dewa. Aku hanya berjaga-jaga dari kemungkinan yang terburuk saja.”

    Indra mengangguk paham. Tapi dia diam saja. Sementara itu, tentu saja Maya tidak paham. Dia langsung bertanya pada Yudha.

    “Uhm...untuk apa semua peralatan ini?” tanyanya heran. “Ini seperti upacara pengusiran roh jahat yang sering kulihat di film-film cina....”

    “Ya....ini memang upacara pengusiran roh,” balas Yudha dengan nada santai seperti biasanya. “Hanya saja, kali ini kita berhadapan dengan Dewa. Masalahnya...kalau Dewa itu tidak bisa diusir. Hanya ada satu jalan....”

    Indra merasa mulutnya kering. Dia sudah berkali-kali melakukannya. Hanya saja kali ini entah kenapa dia tidak ingin Maya menyaksikannya.

    “Pembunuhan.”

    Ucapan Yudha membuat Maya terkejut dan hampir melarikan diri kalau dia tidak ditahan oleh Indra. Gadis itu sepertinya mengira kalau dirinya akan dibunuh kalau Yudha sampai gagal mengusir Dewa Keberuntungan yang merasuki dirinya. Indra memandangi Yudha dengan pandangan marah.

    Oi ! Lagi-lagi kau memperburuk situasi! Jaga ucapanmu sedikit kenapa? seru Indra dalam hati.

    Pemuda itu memandang ke arah Maya yang berusaha melepaskan genggamannya. Tapi genggaman tangan Indra seperti cengkraman besi, tidak bisa dilepas. Tapi perlahan-lahan, genggaman itu mengendur dan Maya menepis tangan Indra.

    “Jangan mendekat! Rupanya kalian memang tidak bermaksud untuk membantuku!” seru gadis itu sambil berjalan mundur ke arah pintu. Dia berusaha membuka pintu itu tapi sepertinya pintu ruangan itu sudah dikunci. Gadis itu langsung panik.

    “Tidak usah panik. Maksud Yudha tidak seperti itu,” ujar Indra berusaha menenangkan Maya.“Yang dibunuh itu bukan dirimu, tapi Dewanya.”

    Mendengar ucapan Indra, ketegangan di tubuh Maya mengendur sedikit. Tapi dia masih belum bisa mempercayai ucapan pemuda itu.

    “Begini. Kalau berhubungan dengan makhluk gaib yang mengganggu manusia, ada 2 cara mengatasinya,” ujar Yudha sambil menggaruk kepalanya. “Yang pertama sering disebut sebagai exorcism, atau pengusiran. Yaitu meminta, atau memaksa, makhluk gaib itu untuk pergi dari manusia yang diganggu, atau tempat yang dia tinggali. Kemudian yang kedua disebut extermination, atau pemusnahan. Kau sudah paham maksudku bukan?”

    Maya perlahan-lahan bisa menangkap maksud ucapan Yudha. Tapi dia masih ragu-ragu dan sekarang dia merasa ketakutan. Indra perlahan-lahan mendekati Maya dan mengajaknya kembali ke tengah ruangan. Gadis itu akhirnya menurut dan berdiri di tengah ruangan.

    “Jangan khawatir. Ini tidak akan menyakitkan,” ujar Yudha sambil tersenyum. Senyuman pria itu entah kenapa membuat Maya menjadi lebih rileks.

    “Baiklah. Indra, silahkan mundur ke salah satu sudut ruangan,” ujar Yudha sambil berjalan ke arah altar. “Maya, silahkan berdiri tepat di tengah ruangan. Dimana bayang dirimu terbagi 4 sama tinggi.”

    Maya bergeser dan mencari-cari posisi yang menurutnya adalah tepat di tengah ruangan. Kemudian dia berhenti dan berdiri dengan tegang. Mulutnya terasa kering dan dia merasa haus sekali. Sementara itu, Indra berdiri di salah satu sisi ruangan. Pemuda itu sama sekali tidak berani menyentuh tali yang dihiasi dengan kertas mantra, karena dia tahu itu akan melukai dirinya. Bagaimanapun, dia setengah makhluk gaib, dan dinding pembatas yang didirikan Yudha tidak pilih-pilih dalam menghalangi makhluk gaib manapun untuk keluar-masuk. Melihat Maya yang berdiri kaku di tengah ruangan, entah mengapa Indra membiarkan kekuatan vampirnya bekerja. Firasatnya mengatakan kalau akan terjadi sesuatu yang buruk.

    “Tutup matamu, nona Maya,” ujar Yudha sambil berjalan ke arah Maya, dia membawa sebuah bejana berisi air, yang diatasnya telah diletakkan cermin bulat dengan frame segi delapan.

    “Jawablah pertanyaanku dengan jujur. Jangan berbohong karena ini adalah bagian dari ritual,” ujar Yudha dengan nada serius. “Sekali saja kau berbohong, maka ritual ini akan gagal.”

    Maya mengangguk dan menutup matanya. Begitu dia melakukan itu, dia merasa seluruh tubuhnya menjadi lebih rileks. Entah apa alasannya. Bau dupa yang menyengat juga tidak menganggunya lagi, bahkan dia mulai merasa kalau bau itu sebenarnya cukup wangi.

    “Siapa namamu?” tanya Yudha sambil memandang ke arah cermin di dalam bejananya.

    “Maya Fitria,” jawab Maya.

    “Tempat dan tanggal lahirmu?” tanya Yudha lagi.

    “Surabaya, 15 September 1994,” jawab Maya lagi

    “Zodiak dan Shio-mu?”

    “Virgo. Tapi aku tidak tahu Shio-ku,”

    “Tidak apa-apa,” ujar Yudha. “Baiklah. Sekarang ini, hal apa yang paling kau inginkan ?”

    “Aku ingin membebaskan diri dari kutukan Dewa Keberuntungan yang menimpaku,” jawab Maya dengan tegas.

    “Apa kau yakin dengan keputusanmu? Kalau aku mengusir Dewa Keberuntungan itu, kau akan mendapatkan kesialan terus. Setidaknya sampai timbanganmu seimbang lagi,” ujar Yudha dengan nada dingin. “Sekali lagi, apa kau yakin dengan keputusanmu?”

    Maya terdiam sejenak. Dia lalu menjawab sekali lagi dengan suara mantap.

    “Ya. Aku yakin!”

    Yudha langsung tersenyum mendengar keteguhan hati gadis yang berdiri di depannya.

    “Baiklah. Sudah cukup,” ujar Yudha sambil mengambil cermin persegi delapannya dari bejana, dia lalu meletakkan cermin itu di sabuknya “Bukalah matamu.”

    Perlahan-lahan Maya membuka matanya. Dia lalu melihat ke arah Yudha yang berdiri di depannya sambil memegang bejana berisi air. Pria itu lalu menyodorkan bejana itu pada Maya.

    “Pegang ini dengan kedua tanganmu. Lalu tataplah ke dalam air yang ada di dalam bejana itu. Kemudian, katakan padaku apa yang kau lihat di air,” ujar Yudha sambil menyerahkan bejana kuningannya kepada Maya.

    Gadis itu menerima bejana itu dengan hati-hati. Lalu sambil menelan ludahnya, dia menundukkan kepalanya. Lalu dia berhenti dan kedua matanya terbelalak lebar. Dia begitu terkejut sehingga dia menjatuhkan bejana itu. Bejana kuningan itu menimbulkan suara berdentang yang sangat nyaring ketika membentur lantai batu yang keras.
    Indra langsung melangkah maju, tapi pemuda itu segera berhenti ketika Yudha mengangkat sebelah tangannya. Dia memperingatkan Indra agar tidak mendekat dan ikut campur dalam ritual yang dia lakukan. Walaupun enggan, Indra akhirnya kembali mundur ke tempatnya semula.

    “Kenapa nona?” tanya Yudha dengan nada datar dan dingin. “Apa yang kau lihat?”

    Pria itu memandang Maya dan bejana yang tergeletak di lantai bergantian. Dia lalu terdiam menunggu jawaban dari Maya. Gadis itu masih berusaha mengatasi rasa terkejutnya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya tenang dan menjawab pertanyaan Yudha.

    “Aku...aku melihat wajah seekor kucing besar di bejana itu. Seharusnya wajahku yang terlihat, tapi yang tampak di air justru seekor kucing. Apa itu wujud Dewa Keberuntungan?” ujar Maya dengan suara yang masih bergetar.

    “Seperti apa wajah kucing itu?”

    Yudha mengabaikan pertanyaan Maya dan malah balik bertanya kepada gadis itu.

    “Bulat dan putih. Di wajahnya ada garis-garis berwana merah, emas dan hitam. Matanya bulat dan berwarna emas,” ujar Maya. “Wajah kucing itu tampak begitu nyata seakan-akan dia yang memandang ke arah air di bejana, bukan aku.”

    Yudha mengangguk, lalu mengambil cermin persegi delapan yang dia selipkan di sabuknya. Dia lalu mengarahkan cermin aneh itu ke arah Maya. Lalu bertanya dengan nada bicara yang terdengar datar dan dingin.

    “Apa dia terlihat seperti kucing yang berdiri tegak di belakangmu itu?” tanya Yudha sambil menunjuk ke arah belakang Maya.

    Spontan Maya langsung berbalik dan berseru tertahan. Begitu pula dengan Indra. Pemuda itu langsung membelalakkan kedua matanya. Dia nyaris tidak mempercayai penglihatannya.
    Sedetik sebelumnya, tidak ada apa-apa di belakang Maya. Tapi sedetik kemudian, dia melihat sesosok makhluk putih besar berdiri tegak di belakang Maya. Punggung makhluk itu dipenuhi dengan loreng-loreng berwarna emas, merah dan hitam. Ekor panjang makhluk itu bergoyang perlahan. Secara keseluruhan, makhluk itu tampak seperti kucing raksasa yang berdiri tegak dengan 2 kaki.

    Dari tempatnya berdiri, Indra tidak bisa melihat ekspresi wajah Maya. Tapi dia yakin kalau gadis itu sedang ketakutan setengah mati. Dan dugaan Indra benar. Maya begitu ketakutan sehingga kakinya langsung lemas dan dia terduduk di lantai. Untung dia tidak sampai pingsan.

    “Ho…Akhirnya kau mau menampakkan wujudmu juga, Dewa Keberuntungan,” sapa Yudha dengan nada puas. “Aku tidak suka basa-basi. Jadi langsung saja. Aku minta dengan hormat, kau mau pergi dari tubuh gadis bernama Maya Fitria ini. Gadis itu sudah tidak lagi membutuhkan bantuanmu. Dia bisa mengatasi masalahnya sendiri. Jadi kumohon, kau mau dengan sukarela melepaskan diri darinya.”

    Sejenak ruangan itu menjadi sunyi senyap. Yang terdengar hanya dengusan nafas dari kucing raksasa yang merupakan perwujudan dari Dewa Keberuntungan itu. Lalu, tidak disangka-sangka terdengar jawaban dari kucing besar itu.

    “Tidak. Aku masih belum membalas budi gadis ini. Aku tidak akan pergi sebelum budi baiknya terbalas,” ucap Dewa Keberuntungan dengan suaranya yang parau dan serak, sehingga agak sulit didengar.

    “Dewa Keberuntungan. Aku tidak ingin merendahkan keinginanmu membalas budi. Tapi yang kau lakukan ini sudah berlebihan. Gadis ini justru menderita karena perlakuanmu. Jadi kumohon, kau mau pergi meninggalkan gadis ini dan mencari tempat persemayaman baru.”

    Yudha berusaha membujuk Dewa Keberuntungan agar dia pergi dari tubuh Maya dan mencari tempat baru untuk tinggal. Indra sangat berharap kalau Dewa itu bersedia memenuhi permintaan Yudha, sehingga semuanya akan berjalan dengan mulus dan baik-baik saja. Sayangnya harapannya tidak terwujud.
    Kucing raksasa itu menggelengkan kepalanya.

    “Aku menolak! Kau tidak bisa mengaturku. Aku berhak untuk tinggal dan membalas budi,” balas Dewa Keberuntungan dengan suara seraknya, dan jelas sekali dia terdengar jengkel. “Aku tegaskan! Aku tidak akan pergi!”

    “Ayolah. Ini akan mudah sekali kalau kau mau memenuhi permintaanku...” ujar Yudha dengan nada membujuk. “Kita ingin semuanya berakhir tanpa ada yang terluka kan?”

    Sayangnya, sepertinya Dewa Keberuntungan yang satu ini punya sifat keras kepala. Dan sialnya, ucapan Yudha justru menyulut kemarahan sang Dewa. Kucing raksasa itu kembali menggelengkan kepalanya, lalu mendesis. Bulu-bulunya langsung menegak, sehingga dia tampak 2 kali lebih besar dari ukurannya semula. Cakar-cakarnya langsung keluar dan sikapnya jelas-jelas sangat mengancam.

    “Jadi kau berani menghalangi niatku?!” desis Dewa Keberuntungan dengan penuh amarah. “Kalau begitu coba kita lihat siapa yang akan terluka pada akhirnya!”

    Melihat perubahan situasi ini, Yudha langsung bereaksi dengan cepat. Pria itu berseru pada Indra.

    “Indra! Lindungi Maya!”

    Mendengar seruan itu, tanpa pikir panjang Indra menerjang maju dan berputar melewati sang Dewa Keberuntungan. Pemuda itu lalu menyambar tubuh Maya, memeluknya, kemudian dengan cepat membawanya ke balik altar. Semua kejadian itu terjadi hanya dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Maya langsung kebingungan ketika mendapati dirinya sudah duduk di balik altar.

    “Indra....apa yang...”

    Indra langsung menutup mulutnya dengan jarinya. Dia lalu memandang ke arah Maya dengan tatapan serius.

    “Dengarkan aku!” ujar pemuda itu sambil terus memandangi Maya. “Apapun yang terjadi, jangan keluar dari balik altar ini!”

    Maya tampak kebingungan, gadis itu masih belum mengerti maksud Indra.

    “Kenapa? Memangnya apa yang sudah terjadi?” tanya Maya kebingungan.

    “Negosiasi gagal!” balas Indra dengan nada getir. “Kalau negosiasinya sudah gagal, maka sisanya adalah....”

    Pemuda itu tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya, karena seluruh ruangan itu tiba-tiba saja bergetar keras, diiringi dengan suara berdebam nyaring. Indra dan Maya langsung memandang ke balik Altar dan mendapati Yudha sudah berlutut diatas punggung Dewa Keberuntungan. Sebelah tangan Yudha tampak menahan cakar kiri sang Dewa, sementara tangannya yang satu lagi mencengkram tengkuk kucing raksasa itu. Indra tidak terkejut ketika melihat tubuh Dewa Keberuntungan sudah dipenuhi oleh kertas mantra berwarna kuning, yang bertuliskan huruf cina berwarna merah.

    Kertas mantra untuk menyegel kekuatan gaib....gumam Indra dalam hati. Dia sudah berkali-kali melihat Yudha menggunakan kertas mantra itu, jadi dia sudah hafal bentuk dan fungsinya.

    “Sudah cukup! Kau tidak mungkin menang dariku!” bentak Yudha dengan nada mengancam. “Sebaiknya kau menuruti kata-kataku. Aku tidak ingin sampai melukaimu lebih parah lagi. Apalagi kalau sampai harus memusnahkanmu...”

    Meskipun terdengar kejam, Indra bisa menangkap nada enggan ketika Yudha mengancam akan memusnahkan sang Dewa. Kemudian Indra ingat apa alasannya. Bagaimanapun, Yudha juga seorang Dewa. Pria itu pasti engan sekali membunuh sesama jenisnya.

    “Ku....kurang ajar.....kau....Dewa macam apa kau ini....?! Sampai tega melawan sesama Dewa....”

    “Aku hanya Dewa yang terlalu peduli pada manusia,” balas Yudha. “Dan aku tidak akan segan untuk melukai, atau membunuh makhluk gaib lain yang menyengsarakan manusia. Bahkan kalau itu adalah Dewa.”

    Dewa Keberuntungan itu mengerang kesakitan, karena setiap kali dia berusaha memberontak, cengkraman Yudha semakin kuat. Walaupun tubuh Dewa Keberuntungan itu jauh lebih besar daripada Yudha, tapi pria itu sama sekali tidak kesulitan untuk menahan raksasa itu di lantai.

    “Indra! Ambilkan pedang koin yang ada di atas meja!” seru Yudha sambil menoleh ke arah Indra.

    Indra langsung mematuhi perintahnya dan mengambil pedang yang terbuat dari koin itu. Lalu dia berjalan mendekati Yudha dan Dewa Keberuntungan. Perasaannya langsung terasa tidak enak.

    “Berikan pedang itu padaku!” seru Yudha sambil melepaskan cengkramannya dari tengkuk si Dewa Keberuntungan, tapi sebagai gantinya, dia menggunakan kakinya untuk menahan kepala kucing raksasa itu agar tidak bergerak. “Dia keras kepala sekali. Kalaupun kuusir, dia pasti akan datang lagi dan merasuki Maya lagi. Tidak ada cara lain selain memusnahkannya!”

    Indra langsung menelan ludah, dia masih ragu-ragu untuk memberikan pedang koin itu pada Yudha. Dia memandang ke arah wajah Dewa Keberuntungan yang dipenuhi dengan kemarahan. Tapi kemudian, dia melihat ada sedikit ekspresi menyesal muncul di wajah kucing raksasa itu.

    Indra sebenarnya tidak tega karena maksud Dewa Keberuntungan itu sebenarnya baik. Tapi kalau dibiarkan saja, Maya akan kembali menjadi ‘pembawa sial’. Dan gadis itu sangat mungkin akan mencoba bunuh diri lagi.

    “Maafkan aku. Aku tidak punya dendam apapun denganmu, Dewa Keberuntungan. Tapi Maya sangat menderita karena kau menghisap keberuntungan orang lain, dan membuat mereka mengalami kesialan. Gadis itu sampai berpikir untuk bunuh diri karena itu. Sekali lagi, maafkan aku....” ujar Indra dengan sedih. Dia lalu menyerahkan pedang itu pada Yudha.

    Pria itu langsung mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, bersiap untuk menusukkan pedang koin itu ke kepala sang Dewa. Tapi tiba-tiba saja Maya berlari keluar dari balik altar dan menahan tangan Yudha. Gadis itu dengan sekuat tenaga berusaha menghentikan Yudha yang hampir saja menusuk kepala sang Dewa Keberuntungan.

    Indra dan Yudha menatap ke arah wajah gadis itu. Air mata sudah mengalir lagi di pipinya.

    “Tunggu....jangan sakiti dia! Dia tidak bersalah,” seru Maya sambil terisak. “Dewa Keberuntungan ini hanya ingin membantuku. Dia sama sekali tidak bermaksud buruk! Jadi jangan kau bunuh dia...”

    Yudha terdiam. Perlahan-lahan dia menurunkan tangannya dan mengendurkan cengkramannya di cakar kiri sang Dewa, dan melemaskan kakinya yang menahan kepala Dewa itu di lantai.

    Kemudian, Maya berjalan mendekati Dewa Keberuntungan. Gadis itu lalu berjongkok dan menyentuh wajah Dewa Keberuntungan itu dengan lembut. Kemudian dia berkata.

    “Terima kasih banyak. Berkat kau, aku masih bisa hidup sampai sekarang. Sekali lagi...terima kasih. Tapi ini sudah cukup. Kau sudah terlalu banyak membantuku,” ujar Maya dengan suara lembut. “Aku tahu kau tidak berniat jahat. Tapi kumohon, hentikan ini semua. Aku tidak tahan melihat orang lain menderita hanya agar aku sendiri bahagia....Kumohon....”

    Ucapan Maya yang tulus dan sepenuh hati itu telah membuat sang Dewa terharu. Kucing raksasa itu perlahan-lahan melemaskan otot-ototnya dan bulu-bulunya yang tadi berdiri tegak, sekarang sudah merebah kembali. Pelahan-lahan, Yudha juga melepaska cengkramannya dan dia lalu turun dari punggung sang Dewa Keberuntungan.
    Kucing raksasa itu lalu berdiri dengan kedua kakinya dan memandang ke arah Maya. Kali ini tatapannya terlihat lembut. Kemudian, Dewa Keberuntungan itu mengulurkan salah satu tangannya dan membelai pipi Maya dengan lembut.

    “Maafkan aku. Aku sama sekali tidak mengetahui kalau bantuanku ini membuatmu menderita. Aku ini Dewa yang gagal ya.....karena aku tidak bisa membawa keberuntungan ke pemilik patungku sebelumnya, mereka membuang patung tempatku bersemayam begitu saja,” ujar sang Dewa dengan suaranya yang parau. “Kemudian.....aku bertemu dirimu. Kau yang bukan siapa-siapa bagiku, tiba-tiba saja datang dan membersihkan patung tempatku bersemayam. Aku jadi terharu....Karena itu, aku....”

    Tiba-tiba saja Maya memeluk Dewa Keberuntungan. Dewa berwujud kucing raksasa itu terkejut dan tidak menyangka kalau gadis itu akan berani memeluknya. Kucing raksasa itu perlahan-lahan ikut memeluk tubuh Maya. Pemandangan itu terasa menyejukkan hati, sekaligus terasa aneh. Tapi Indra merasa lega karena semuanya sudah berakhir.

    "Sudahlah. Kau tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Aku sangat berterima kasih karena kau sudah menyelamatkan nyawaku. Aku yang seharusnya meminta maaf.” ucap Maya dengan suara lembut “Aku sama sekali tidak pernah berterima kasih dan hanya mengeluh sepanjang waktu. Maafkan aku, dan terima kasih....”

    Dewa Keberuntungan itu tidak berkata apapun, dia lalu memandang ke arah Indra dan Yudha bergantian. Dewa itu lalu menutup matanya. Perlahan-lahan, tubuhnya menghilang menjadi serpihan cahaya yang melayang perlahan ke atas. Sebelum dia menghilang sepenuhnya, Dewa itu berkata pada Maya.

    “Aku bersyukur karena sudah bertemu dengan manusia seperti dirimu....Maya Fitria. Mulai sekarang...hidupmu mungkin akan sedikit dipenuhi oleh kesialan,” ujar sang Dewa, kali ini suaranya terdengar jernih dan menyejukkan. “Tapi selama kau bisa bertahan, aku menjamin pada akhirnya kau akan menemukan kebahagiaan.”

    Segera setelah dia berkata demikian, sosok Dewa Keberuntungan itu lenyap tanpa sisa. Serpihan-serpihan cahaya yang dia tinggalkan, perlahan-lahan naik ke atas dan menghilang.

    Bersamaan dengan menghilangnya kucing raksasa itu, Maya langsung terduduk lemas.

    Gadis itu menengadah, lalu mulai menangis sekuat tenaga.
    ___________________________________________________
     
  15. Senruika Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 27, 2010
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +34 / -0
    err...

    kok rasanya jadi kayak film vampir mandarin ya? @_@
     
  16. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    Uwahahaha :lol:

    Nice comment :top:

    Emang konsep pengusirannya di 1st Arc itu ala paranormal cina :jimat:
     
  17. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    1st Arc:
    Gadis Yang Dirasuki Dewa


    [Yogyakarta, 16 Maret 2010]

    Dua hari sudah berlalu sejak kejadian itu.

    Karena sibuk dengan berbagai macam hal, Indra belum sempat bertemu dengan Maya sejak dia mengantar gadis itu pulang dari rumah Yudha. Anehnya, gadis itu tampaknya juga belum pergi ke sekolah. Indra sama sekali tidak tahu alasannya. Ketika dia mencari tahu dari teman-teman sekelas Maya, mereka juga tidak tahu alasan kenapa gadis itu tidak masuk sekolah. Mau tidak mau, Indra jadi khawatir.

    Duh....kuharap dia tidak mencoba bunuh diri lagi karena kali ini giliran dia yang mengalami kesialan terus...gumam Indra dalam hati.

    Indra menggelengkan kepalanya. Dia berusaha menghilangkan prasangka buruknya itu. Pemuda itu lalu memandang ke arah halaman sekolah. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, dan hanya beberapa siswa dari klub olahraga dan bela diri saja yang masih terlihat beraktivitas di halaman. Sementara itu, ruangan kelasnya sudah kosong sama sekali.

    Dia sendiri masih tetap tinggal seusai sekolah karena dia mendapat tugas piket. Sialnya, seorang temannya yang seharusnya juga ikut piket tidak masuk sekolah karena sakit. Jadi sekaran dia menyapu dan membersihkan kelas sendirian.

    Indra menghela nafas panjang.

    Nasibnya sekarang buruk sekali.

    Berita mengenai penolakan cintanya oleh primadona sekolah, Ulfah, sudah menyebar ke seluruh sekolah dalam waktu yang sangat singkat. Selama dua hari ini, Indra terus menerus menjadi bahan gosip dan candaan oleh teman-temannya. Dia sebenarnya tidak terlalu peduli, tapi lama kelamaan dia jengkel juga.

    Haah...mau bagaimana lagi. Itu juga karena aku dengan bodohnya meneriakkan kata-kata itu sekuat tenaga....gumam pemuda itu dalam hati. Dia masih menyesali kebodohannya.
    Sambil terus menggerutu dalam hati, dia melanjutkan pekerjaannya membersihkan ruangan kelas. Setelah berkutat selama setengah jam, akhirnya dia selesai. Indra melemparkan alat pel, ember, sapu, dan serok ke loker alat-alat kebersihan di sudut ruang kelasnya. Dia lalu mengambil tasnya dan berjalan dengan cepat ke arah tempat parkir.

    Ketika dia baru saja sampai di tempat parkir, dia melihat sosok yang familiar baginya. Sosok itu berdiri di samping motor Indra, dan sosok itu tidak lain adalah Maya.

    “Yo. Sedang apa disitu?” sapa Indra sambil berjalan mendekati gadis itu.

    Maya mendengar ucapan Indra dan berbalik, lalu balas menyapa.

    “Hai. Baru pulang?” tanya Maya.

    “Kau sendiri?” Indra malah balas bertanya pada gadis itu. “Kenapa tidak masuk sekolah, malah datang menghampiriku sore-sore begini?”

    Maya terdiam selama beberapa saat. Kemudian gadis itu akhirnya berbicara lagi.

    “Uhm....Aku tidak tahu bagaimana aku harus berterima kasih. Berkat dirimu, aku tidak jadi mati bunuh diri. Dan berkat dirimu juga, aku bisa terbebas dari kutukan Dewa Keberuntungan itu,” ujar Maya dengan nada malu-malu.

    Indra langsung nyengir mendengar ucapan Maya.

    “Ah. Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya menolong orang saja,” balas Indra sambil nyengir lebar. “Lagipula, tidak ada orang yang diam saja melihat seorang gadis menderita.”

    Maya tampa tersipu malu mendengar ucapan Indra. Gadis itu memalingkan wajahnya.
    Kemudian, Indra menyadari sesuatu. Di sebelah kaki Maya, tampak seekor kucing gemuk bersandar sambil mengeong perlahan. Kucing itu sangat mirip sekali dengan wujud Dewa Keberuntungan. Indra langsung memandang kucing itu dengan tatapan tajam.

    “Maya....kucing itu....”

    Maya langsung mengangkat kucing itu dan memeluknya. Gadis itu lalu membelai lembut kepala kucing itu.

    “Ah. Kucing ini muncul sekitar 2 hari yang lalu di dekat rumah,” jawab Maya sambil terus mengelus kepala kucing gemuk itu. “Kucing ini kucing liar, tapi jinak sekali. Dan karena menggemaskan, akhirnya aku memutuskan untuk memeliharanya.”

    Indra terdiam. Dia masih merasa kalau kucing itu bukan kucing biasa. Entah mengapa instingnya terus menerus mengatakan kalau kucing itu adalah makhluk gaib. Tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya.

    Mungkin hanya perasaanku saja...gumam Indra dalam hati Ini pasti gara-gara aku terlalu sering berhubungan dengan hal-hal gaib.

    “Indra! Tangkap!”

    Tiba-tiba Maya berseru sambil melemparkan sesuatu ke arah Indra. Pemuda itu langsung bereaksi secara refleks dan menyambar benda itu di udara. Kemudian, Indra berhenti sejenak dan melihat benda apa yang dilemparkan oleh Maya itu.

    Rupanya benda itu adalah sebuah kotak kecil yang dibungkus dengan kertas kado. Indra tertegun melihat benda itu. Saat dia menoleh untuk melihat ke arah Maya, rupanya gadis itu sudah berlari ke seberang jalan.

    “Anggap saja itu sebagai sebagian dari rasa terima kasihku!!” seru gadis itu sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangannya.

    Indra hanya tersenyum melihat Maya sepertinya sudah bersemangat. Senyum gadis itu membuat jantungnya langsung berdebar kencang.

    Dia memang manis sekali kalau tersenyum! seru Indra dalam hati.

    Kemudian Indra menyadari sesuatu. Kucing yang dibawa Maya masih berdiri di depannya sambil menatapnya dengan tatapan yang aneh. Indra balas menatap kucing itu dan berkata.

    “Lihat apa kau?” tanya Indra setengah bercanda. Kemudian dia melihat sesuatu yang sangat tidak masuk akal. Kucing gemuk itu nyengir lebar. Persis seperti dalam cerita Alice in Wonderland, yaitu tokoh Chessire Cat.

    Indra langsung melongo. Kalau di komik-komik, rahangnya pasti sudah jatuh ke lantai saking terkejutnya. Pemuda itu masih terdiam di tempatnya sambil memperhatikan si kucing-yang-bisa-nyengir, berjalan dengan santai menghampiri Maya.

    Indra langsung menggaruk kepalanya dengan rasa tidak percaya.

    “Dasar....Dewa Keberuntungan itu masih saja mengikutinya. Tapi...yah, kalau melihat Maya tampak gembira. Sepertinya Dewa itu sudah menyadari kesalahannya,” ujar Indra sambil membuka kado yang diberikan Maya.

    Indra tidak bisa menahan tawanya ketika dia melihat isi kado itu. Isinya adalah sebuah gantungan kunci kecil berbentuk kucing gemuk yang membawa koin emas. Dengan kata lain, itu adalah versi mini dari patung Dewa Keberuntungan.

    Dasar.....gumam Indra sambil tersenyum lebar.

    ___________________________________________________
     
  18. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    2nd Arc:
    Manusia, Uang, dan Makhluk Gaib


    [Yogyakarta, 25 April 2010]

    Indra Pratama, seorang siswa SMA berumur 17 tahun memandangi pemandang di luar jendela kelasnya dengan bosan. Saat ini dia tengah berada di kelasnya dan sedang mendengarkan penjelasan dari guru fisikanya, lebih tepatnya, dia sedang melamun saat gurunya menjelaskan mengenai teori relativitas umum.

    Begitulah keseharian Indra di sekolah. Dia memang bukan termasuk murid yang pandai, tapi dia juga bukan murid yang bodoh. Bisa dibilang dia itu murid yang biasa-biasa saja dalam hal akademik, walaupun dia sebenarnya sangat ahli dalam bidang fisika. Satu-satunya yang tidak biasa adalah kemampuan fisiknya. Oleh karena itu dia seringkali diundang sebagai pengganti dan pemain cadangan dalam pertandingan olah raga. Kemampuan fisiknya yang luar biasa sebagai vampir membuatnya menjadi atlet yang sangat tangguh. Meskipun demikian, Indra tidak pernah berhenti melatih tubuhnya.

    Pekerjaannya membantu Yudha dalam menangani berbagai macam masalah yang berhubungan dengan makhluk gaib, membuat Indra dituntut untuk selalu berada dalam kondisi prima. Dia merasa beruntung karena sejak kecil dia terlatih ilmu bela diri, terutama pencak silat. Belakangan ini, dia mulai belajar Tae-kwon-do untuk menambah kemampuannya.

    “Indra! Jangan bengong terus!”

    Gurunya berseru dari depan kelas. Guru fisika berkumis tebal itu melemparkan sebatang kapur ke arah Indra. Tentu saja Indra dengan mudah menangkap batang kapur itu selagi masih melayang di udara. Dia lalu berpose penuh kemenangan. Tentu saja teman-temannya langsung bersorak-sorai kegirangan melihat refleks Indra yang luar biasa. Sayangnya, guru fisikanya semakin jengkel dengan sikap pemuda itu.

    “Indra! Berdiri di luar kelas!!”

    Suara guru fisika itu terdengar menggelegar. Tanpa berkata apapun Indra melangkah dengan pasrah ke luar ruangan kelasnya. Dia lalu berdiri di koridor seorang diri seperti orang bodoh.

    Sebulan setelah dia membantu Maya mengatasi masalah dengan Dewa Keberuntungan, dia dan gadis itu jadi semakin dekat. Entah apa yang ada dalam pikiran Yudha, tapi pria itu tiba-tiba saja meminta Maya menjadi asistennya juga sebagai bayarannya. Indra tentu saja tidak setuju, tapi Maya bekeras untuk menerima pekerjaan itu. Hingga pada akhirnya dia dan Maya sering sekali bersama.

    Indra tetap ditugaskan jadi ‘petugas lapangan’, sementara Maya lebih sering bekerja menjadi penerima tamu dan mencari informasi. Diluar dugaan Indra, gadis itu sangat ahli dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan informasinya bisa dibilang hampir selalu akurat. Sehingga Maya sekarang resmi menjadi ‘sumber informasi’ bagi Yudha.
    Indra menghela nafasnya. Hidupnya jadi semakin jauh dari kehidupan siswa SMA normal sekarang.

    “Indra!”

    Tiba-tiba dia mendengar namanya disebut. Pemuda itu menoleh dan melihat Maya berlari kecil menghampirinya. Gadis itu tampak menggenggam sebuah ponsel.

    “Ada apa? Tunggu dulu! Bukannya sekarang sedang jam pelajaran?” tanya Indra sambil berjalan menghampiri Maya.

    “Telepon dari Yudha,” ujar gadis itu sambil menyerahkan ponselnya pada Indra. “Dia dari tadi mencoba menelponmu tapi tidak diangkat-angkat.”

    Jelas saja tidak diangkat. Indra terbiasa mematikan suara ponselnya waktu jam pelajaran, dan dia selalu meletakkan ponselnya itu di dalam tasnya. Wajar saja dia tidak mengetahui kalau Yudha sedari tadi menelponnya. Indra menarik nafas panjang dan mengambil ponsel milik Maya, lalu meletakkan telepon genggam itu di telinganya.

    “Indra! Ada pekerjaan besar! Segera datang ke rumahku sekarang juga!”

    Setelah itu terdengar suara seperti telpon di tutup, dan nada sambung berulang-ulang. Indra menyingkirkan ponsel itu dari telinganya dan menatap ke arah layar telepon itu cukup lama. Yudha sama sekali tidak menjelaskan apapun. Dia hanya mengatakan satu kalimat itu, lalu menutup sambungan teleponnya.

    “Apa katanya?” tanya Maya bersemangat.

    Indra memandang gadis itu dengan rasa tidak percaya. Maya adalah gadis yang dikenal enerjik dan supel dikalangan siswi kelas 2 di SMA-nya. Gadis itu juga termasuk dalam golongan elit dalam akademik. Namanya selalu muncul di deretan 10 besar siswi yang mendapatkan nilai terbaik setiap ujian. Tapi yang jarang orang ketahui mengenai Maya adalah sifatnya yang pemberontak dan kadang terlalu gegabah. Indra mengenal sifat Maya lebih jauh sejak gadis itu bekerja sebagai asisten Yudha.

    “Yudha bilang ada pekerjaan besar,” ujar Indra sambil menggerutu. “Dia bilang kita harus segera datang ke rumahnya sekarang juga.”

    “Kalau begitu, tunggu apa lagi?” seru Maya bersemangat, dia baru saja akan berlari ke arah tangga ketika Indra menahan tangannya.

    “Oi! Mau kemana kau?” tanya Indra dengan nada jengkel.

    “Tentu saja ke mansion Yudha!” balas Maya sambil melotot. “Memangnya mau kemana lagi?”

    “Dinginkan dulu kepalamu, baru bertindak!” seru Indra sambil melepaskan tangan Maya. “Ini masih jam sekolah!”

    Kedua mata Maya langsung terbelalak lebar. Gadis itu sepertinya baru ingat kalau sekarang masih jam sekolah. Tadi dia juga sama sekali mengabaikan seruan gurunya ketika dia lari keluar dari kelasnya, saat menerima telepon dari Yudha. Gadis itu bisa bertindak seperti orang bodoh dalam situasi tertentu.

    “Ah. Benar juga,” ujar Maya sambil menepukkan kedua tangannya.

    Dasar bodoh! Kenapa kau baru sadar sekarang?! seru Indra dalam hati.

    “Kalau begitu kita bertemu lagi nanti sepulang sekolah!” seru gadis itu sambil berlari menjauh sebelum Indra sempat mengatakan apapun.

    “Oi!” seru Indra, tapi percuma saja. Maya sudah terlalu jauh untuk mendengar seruannya.

    “Ada pekerjaan apa lagi kali ini...?” tanya Indra pada dirinya sendiri.
    ___________________________________________________
     
  19. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    2nd Arc:
    Manusia, Uang dan Makhluk Gaib


    [Yogyakarta, 25 April 2010]

    “Makhluk gaib?”

    Indra bertanya pada Yudha. Pria berambut perak itu mengangguk mengiyakan.
    Sekarang dia, Yudha, dan Maya sedang berada di depan sebuah bank terbesar di Yogyakarta. Bangunan bank itu sudah sangat tua dan dulu merupakan bekas gedung pemerintahan Hindia Belanda. Struktur arsitektur gedung itu khas gedung buatan Belanda. Pada siang hari gedung itu memang terlihat megah, tapi pada malam hari, gedung itu terlihat sangat menyeramkan. Bangunan tua itu sangat luas dan meskipun ada beberapa lampu sorot yang mengarah ke bangunan itu, tapi tetap tidak mengurangi kesan angkernya.

    “Ya. Makhluk gaib,” jawab Yudha sambil berjalan melewati halaman depan gedung itu “Tadi pagi manajer bank ini mendatangi rumahku. Dia meminta bantuan karena di bank-nya sedang terjadi kejadian misterius.”

    “Kejadian misterius? Seperti apa?” tanya Maya penuh semangat.

    Sejak bergabung dalam tim paranormal Yudha, Maya menjadi bersemangat kalau ada pekerjaan yang berhubungan dengan makhluk gaib. Terlebih kalau dia diperbolehkan ikut ke lokasi kejadian.

    “Hoho…Kau selalu bersemangat kalau menyangkut pekerjaan ini ya. Bagus sekali,” puji Yudha sambil mengambil sebatang rokok dari katungnya. “Begini. Tadi pagi manajer Bank Indonesia cabang Yogyakarta mendatangiku karena banknya kebobolan.”

    “Kebobolan?” tanya Indra penasaran.

    “Ya. Sejumlah besar uang sudah dicuri dari brankas besi Bank Indonesia,” ujar Yudha sambil menyalakan rokoknya. “Dan pelakunya sudah pasti bukan manusia.”

    Indra memiringkan kepalanya. Dia penasaran dengan ucapan Yudha.

    “Darimana kau tahu kalau pelakunya bukan manusia?” tanya Indra.

    “Yah. Tidak ada manusia yang bisa mencabut pintu brankas seberat 200 kilo yang terbuat dari baja,” jawab Yudha santai sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara.

    Mendengar ucapan Yudha, tubuh Indra langsung merinding. Dia sudah bisa membayangkan kelanjutan dari pekerjaan ini. Pada akhirnya pasti dia yang akan dijadikan umpan untuk menarik perhatian makhluk gaib itu. Dan mendengar kalau makhluk itu bisa mencabut pintu brankas baja itu, Indra bisa memperkirakan sekuat apa makhluk yang akan dia hadapi.

    “Yudha...kau tidak bermaksud untuk membuatku bertarung melawan makhluk itu kan?” tanya Indra dengan suara bergetar.

    “Apa yang kau katakan? Tentu saja,” jawab Yudha dengan entengnya. “Kalau tidak untuk apa aku membawamu kemari?”

    Saat itu juga, Indra benar-benar ingin menghajar Yudha.

    “Oooh! Anda datang juga!”

    Tiba-tiba seorang pria berjas berlari kecil menghampiri Yudha, Indra, dan Maya. Pria itu jelas tampak seperti orang yang memiliki kedudukan tinggi di Bank Indonesia, karena dia masih mengenakan pin bertuliskan ‘Manajer’. Pria itulah klien yang meminta bantuan pada Yudha.

    “Dua orang anak ini. Siapa mereka?” tanya manajer itu pada Yudha.

    Yudha langsung memperkenalkan Indra dan Maya pada manajer itu.

    “Ini Indra dan ini Maya,” ujar Yudha sambil menunjuk ke arah Indra dan Maya bergantian. “Mereka berdua adalah asistenku. Kau jangan khawatir soal mereka. Biar masih muda begini, mereka adalah asistenku yang sudah sangat berpengalaman.”

    Manajer itu memandang ke arah Indra dan Maya dengan pandangan tidak percaya. Jelas saja. Indra dan Maya sama sekali tidak tampak seperti asisten paranormal yang sudah berpengalaman, seperti yang dikatakan oleh Yudha. Tapi manajer itu akhirnya memilih untuk mempercayai Yudha. Bagaimanapun, reputasi Yudha sebagai paranormal yang tidak pernah gagal, membuat manajer itu percaya dengan semua perkataan Yudha.

    “Baiklah. Aku percaya,” ujar manajer itu pada akhirnya. “Mari kutunjukkan lokasinya.”
    Manajer itu mempersilahkan Yudha, Indra, dan Maya untuk masuk ke dalam bank melalui pintu depan. Seorang polisi bersenjatakan sebuah senapan mesin sudah menunggu di dalam. Polisi itu memberi hormat pada manajer bank, kemudian mengawalnya dan tamu-tamunya menuju TKP.

    Sesampainya di tempat kejadian, Indra melongo melihat kondisi brankas di depannya. Brankas itu menjadi satu dengan bangunan utama bank dan memang dirancang untuk dapat bertahan menghadapi ledakan beberapa kilo bahan peledak. Tapi kini pintu depan brankas yang berbentuk lingkaran itu terbuka lebar. Pintunya yang terbuat dari baja, dengan berat setidaknya 200 kilogram, sudah tergeletak tidak jauh dari pintu. Melihat kondisi engsel pintunya, sepertinya ada sesuatu yang sangat kuat, sudah membuka paksa pintu itu. Hingga membuat engsel-engsel pintu yang terbuat dari campuran baja dan titanium itu rusak berat.

    Indra menelan ludahnya.

    Ini jelas-jelas bukan perbuatan manusia....gumam pemuda itu panik.

    Dari skala kerusakannya, jelas kalau pelakunya memiliki kekuatan fisik yang sangat luar biasa. Sekilas Indra berpikir kalau makhluk raksasa seperti Hulk yang sudah mencabut pintu brankas itu. Dan pemuda itu berharap kalau dugaannya salah. Karena dia tidak mau berhadapan dengan makhluk seperti itu, meskipun dia sendiri adalah setengah vampir.

    “Beginilah kondisinya....” ujar si manajer bank dengan suara lirih. “Awalnya petugas jaga malam kami mendengar suara ribut di dalam bank, dia lalu mengecek sumber suara dengan kamera pengawas. Lalu dia melihat seekor makhluk raksasa berwarna kehijauan sedang berdiri di depan brankas. Awalnya dia mengira dia sedang bermimpi. Tapi dia segera sadar itu bukan mimpi ketika makhluk itu mencabut pintu brankas dengan mudah. Kemudian masuk ke dalam brankas dan keluar dengan membawa beberapa karung uang.”

    Manajer bank itu berhenti sejenak. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

    “Kemudian dia membuat lubang yang besar di dinding dan melarikan diri,” ujar manajer bank itu sambil menunjuk ke arah sebuah lubang besar di dinding, yang sudah ditutupi dengan terpal. “Banyak saksi mata selain petugas itu yang mengatakan kalau mereka melihat raksasa hijau keluar dari bank. Tapi aku masih tidak bisa percaya kalau itu bukan manusia.”

    Manajer itu mengakhiri ceritanya dengan desahan panjang. Manajer bank itu tampak gelisah dan tidak nyaman. Wajar saja. Orang normal akan merasa takut berada di tempat munculnya makhluk semacam itu.

    “Apa kau bisa menceritakan bagaimana wujud makhluk itu?” tanya Yudha pada si manajer.
    Pria berjas itu langsung mengangguk.

    “Bisa. Tapi akan lebih jelas kalau kalian melihatnya sendiri,” ujar manajer itu. “Ikut aku ke ruang monitor pengawas. Kebetulan petugas jaga malam yang melihat makhluk itu sekarang sedang bertugas di ruang monitor. Kalian bisa menanyakan detailnya pada dia.”

    Yudha mengangguk. Dia dan manajer itu langsung berjalan meninggalkan brankas. Sementara itu, Indra masih berdiri di depan brankas. Dia masih memperhatikan pintu brankas yang tergeletak di lantai.

    “Ada apa?” tanya Maya sambil berjalan mendekati pemuda itu.

    Indra masih terdiam. Dia sedang memikirkan sesuatu. Bekas-bekas yang tertinggal di lokasi kejadian memang menunjukkan adanya sesuatu yang sangat besar, yang pernah menginjakkan kakinya di tempat itu. Retak-retak di lantai keramik, serta sebuah retakan besar tepat di depan brankas memang menunjukkan kalau makhluk raksasa yang diceritakan manajer itu memang ada. Tapi ada sesuatu yang mengganggu Indra. Ada sesuatu yang kurang dari lokasi kejadian itu.

    “Indra. Sedang apa kau?” tanya Maya sambil menepuk bahu Indra.

    Tepukan itu membuat Indra tersadar dari lamunannya. Dia lalu memandang ke arah Maya yang tampak heran dengan sikap serius Indra.

    “Tidak. Aku hanya melihat-lihat kondisi brankas itu...” balas Indra. Dia lalu menambahkan “Pokoknya kali ini aku tidak mau disuruh berkelahi dengan apapun yang mencabut pintu itu. Aku pasti mati kalau nekat bertarung dengan makhluk raksasa itu.”

    Maya memandang Indra dengan penuh simpati.

    “Sudahlah. Mungkin Yudha hanya bercanda ketika bilang kau harus berkelahi dengan makhluk itu,” ujar Maya sambil berusaha menenangkan Indra yang mulai merasa tegang.

    Sejak bergabung bersama Yudha, Maya jadi tahu pekerjaan macam apa yang biasanya dikerjakan oleh Indra dan Yudha. Yudha memang adalah seorang ‘Dewa’, tapi akhirnya Maya tahu kalau Dewa itu tidak ‘Maha Kuasa’ seperti yang dia kira selama ini. Yudha memang memiliki kekuatan magis yang besar sekali, dan memiliki sebuah kemampuan yang sangat ditakuti oleh makhluk gaib lain. Myth Eater. Itulah sebutan beberapa makhluk gaib untuk Yudha. Tangan kanan Yudha bisa menghancurkan semua jenis makhluk gaib selain Dewa, hanya dengan menyentuhkan tangan kanannya ke tubuh makhluk tersebut.
    Karena kemampuan itulah, Yudha dikenal juga sebagai ‘Dewa Pembasmi Makhluk Gaib’. Meskipun memiliki kekuatan sedahsyat itu, tapi kemampuan fisik Yudha hanya sedikit diatas manusia normal. Sehingga dalam menghadapi makhluk-makhluk gaib yang memiliki wujud fisik, Indra-lah yang bertugas melumpuhkan, atau menangkap makhluk gaib tersebut. Kemampuan fisik Indra yang sangat luar biasa membuatnya mampu mengimbangi kemampuan fisik makhluk-makhluk gaib yang dihadapinya. Tapi meskipun memiliki kemampuan fisik yang hebat, Indra sama sekali tidak bisa menggunakan sihir atau mantra, tidak seperti Yudha. Sehingga duet Yudha dan Indra sangat tepat, karena masing-masing saling menutupi kelemahan yang lainnya.

    Sementara itu, Maya hanya manusia biasa. Dia tidak punya kemampuan apapun. Sehingga dia lebih sering bertindak sebagai manajer yang mengatur waktu pertemuan klien dengan Yudha, atau mencari informasi mengenai makhluk gaib yang akan dihadapi pria nyentrik itu. Maya sebenarnya ingin lebih banyak membantu, tapi dia juga sadar dengan keterbatasannya.

    “Oi kalian berdua. Sedang apa kalian disana?” panggil Yudha dari kejauhan. “Kalian ingin liha makhluk yang melakukan perbuatan ini tidak?”

    “Ah! Mau!” seru Maya sambil berlari mendekati Yudha. Sementara Indra berjalan ke arah Yudha dengan ogah-ogahan. Dia sebenarnya tidak mau melihat wujud makhluk yang akan segera menghajarnya. Tapi apa boleh buat. Lebih baik dia tahu seperti apa lawannya agar dia bisa bersiap-siap. Dengan langkah mantap dia berjalan mengikuti Maya.

    Indra dengan segera menyesali keputusannya.

    Video kamera pengawa dengan jelas memperlihatkan seekor raksasa setinggi 2.5 meter dengan santainya melenggang masuk ke dalam jangkauan pandang kamera. Meskipun dari sudut yang agak tinggi, Indra bisa mengetahui kalau makhluk itu memiliki bentuk yang sangat mirip dengan ‘Buto’. Raksasa buas yang senang memakan manusia. Makhluk itu sering muncul dalam mitos-mitos di pulau Jawa. Dari mitos-mitos yang pernah Indra dengar, makhluk itu memiliki fisik yang sangat kuat tapi bodoh. Mirip dengan versi lainnya di negeri Eropa, yaitu Troll. Tapi buto yang ini tampaknya tidak terlihat bodoh.

    Makhluk itu dengan mantap berjalan ke depan brankas. Kemudian, dia mengulurkan kedua tangannya yang panjang dan berotot, lalu menggenggam erat pegangan pengunci di brankas itu. Sambil meraung keras, buto itu menarik pintu brankas hingga lepas dari engselnya. Makhluk itu lalu meletakkan pintu baja tebal itu di dekat brankas. Kemudian dia masuk ke dalam brankas.

    Karena tidak ada kamera di dalam brangkas, Indra tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Tapi beberapa menit kemudian, makhluk raksasa berjalan keluar sambil memanggul beberapa buah kantung besar. Tidak diragukan lagi, kantung itu berisi uang yang diambil dari dalam brankas. Kemudian, makhluk itu berjalan keluar dari jangkauan pandang kamera. Suara seperti bangunan runtuh terdengar beberapa saat kemudian, sehingga Indra memperkirakan kalau raksasa itu sedang membobol dinding bank untuk keluar dari gedung tersebut. Beberapa detik kemudian, rekaman itu berakhir.

    Indra langsung menelan ludahnya berkali-kali. Dia sudah beberapa kali berhadapan dengan makhluk gaib selama 4 bulan terakhir ini. Tapi yang seperti ini baru pertama kali dia hadapi. Selama ini, dia hanya menghadapi makhluk-makhluk gaib yang ukurannya tidak lebih besar dari dirinya, kecuali sang Dewa Keberuntungan yang dia hadapi sebulan yang lalu.

    “Sudah lihat? Itulah makhluk mengerikan yang kulihat kemarin malam.”

    Saat ini Indra, Yudha, Maya dan manajer Bank Indonesia, bersama seorang polisi yang mengawalnya sedang berada di ruang monitor pengawas. Seperti kata si manajer bank, petugas jaga malam yang melihat makhluk itu sedang bekerja malam ini. Sehingga Yudha, Indra, dan Maya bisa lebih mudah mendapatkan keterangan mengenai makhluk yang membobol bank itu. Selain itu, mereka juga bisa melihat secara langsung wujud makhluk yang membobol brankas Bank Indonesia.

    “Hoo…Rupanya ‘Buto Ijo’ ya?” ujar Yudha. Ucapannya menegaskan dugaan Indra akan makhluk yang terlihat dalam video kamera pengawas tersebut.

    “Bu...buto Ijo?!” si manajer berseru. Sepertinya dia ketakutan.

    “Memangnya makhluk itu benar-benar ada?!” seru si petugas jaga malam, dia juga terdengar ketakutan. Tapi anehnya, tidak seperti si manajer, petugas ini terdengar lebih tenang.

    “Benar. Mereka biasanya hidup di pegunungan dan menunggu hingga ada pendaki gunung, yang dengan ceroboh, memasuki daerah hunian mereka. Kemudian Buto ini akan memakan mereka,” ujar Yudha sambil mengambil sebatang rokok lagi dari sakunya. “Makhluk ini bisa mengubah tubuh mereka dari wujud fisik, ke wujud astral atau roh. Sehingga orang biasa umumnya tidak bisa melihat mereka. Buto akan kembali ke wujud fisik mereka ketika akan menangkap mangsanya, karena dalam wujud astral, mereka tidak bisa menyentuh benda apapun.”

    “Tapi yang ini bagaimana?” tanya Maya sambil menunjuk ke arah layar monitor hitam-putih yang berulang-ulang menampilkan tayangan yang sama.

    “Buto Ijo yang ini punya wujud fisik. Oleh karena itu dia bisa mencabut pintu brankas dan membawa kabur uang beberapa miliar dari brankas itu,” ujar Yudha sambil mengambil lighter dari saku celananya. Dia bermaksud untuk menyalakan rokoknya, tapi Maya langsung menahan tangannya. Maya memang orang yang sangat tidak suka dengan asap rokok, sehingga dia seringkali membuat Yudha jengkel karena selalu melarangnya untuk merokok.

    “Dilarang merokok di ruangan ber-AC!” ujar Maya tegas sambil merebut lighter dari tangan Yudha.

    Pria itu mengangkat bahunya dan akhirnya membiarkan gadis itu menyimpan pemantik api miliknya.

    “Tapi ada yang aneh. Makhluk gaib kan tidak perlu uang. Mata uang mereka kan berbeda sekali dengan yang kita gunakan?” tanya Indra sambil memandang ke arah layar monitor di depannya. “Untuk apa Buto Ijo ini membobol brankas bank? Lagipula, bukannya Buto itu makhluk gaib yang tidak terlalu cerdas?”

    Yudha langsung menjentikkan tangannya dan menunjuk ke arah Indra.

    “Tepat!” seru pria itu sambil tersenyum lebar.

    “Jadi...maksud anda?” tanya si manajer sambil memandang ke arah Yudha.

    “Ya. Ada yang menggunakan ilmu hitam untuk memanggil makhluk itu kesini. Siapapun pelakunya, dia juga bisa mengendalikan Buto itu agar bisa menjalankan rencananya,” ujar Yudha sambil mengambil rokok yang sedari tadi cuma dia selipkan di bibirnya. “Siapapun dia. Orang ini cukup ahli dalam menggunakan ilmu hitam. Dan aku tidak ragu kalau orang itu adalah orang dalam.”

    Ucapan Yudha membuat si manajer dan penjaga malam terkejut. Mereka tidak menyangka akan mendengar hal itu dari mulut si paranormal.

    “Ta..tapi darimana kau bisa tahu?” tanya si manajer heran.

    “Mudah saja. Lokasi brankas ini kan sangat tersembunyi dan terlarang untuk dikunjungi nasabah bank. Nasabah dan pengunjung bank tidak bisa masuk sampai ke tempat ini bukan?” tanya Yudha sambil menunjuk ke arah si manajer dengan rokoknya. “Dan lokasi brankas ini juga tidak ditunjukkan di peta interior bank yang dipajang di lobby. Jadi orang yang tahu lokasi brankas ini hanya orang dalam. Dengan kata lain, pegawai bank ini.”
    Maya dan Indra mengangguk bersamaan. Ucapan Yudha benar-benar tepat. Brankas bank biasanya memang diletakkan di tempat yang paling tersembunyi dan tidak bisa didatangi oleh pengunjung bank. Hanya beberapa orang petugas saja yang biasanya diperbolehkan untuk masuk sampai ke ruang brankas. Oleh karena itu, dugaan ada pegawai bank yang terlibat dalam kasus ini sangat kuat."

    “Aku minta kau berikan daftar semua pegawai bank yang memiliki akses ke brankas ini. Mulai dari tukang bersih-bersih, sampai ke posisi paling tinggi,” ujar Yudha sambil berjalan ke arah sebuah kursi, dan duduk di situ. “Berikan semuanya pada Maya. Dia akan mengurus dokumen-dokumen itu.”

    Si manajer tampak ragu untuk memberikan daftar itu. Mau bagaimana lagi, daftar semacam itu biasanya bersifat rahasia dan tidak boleh ditunjukkan pada orang lain. Tapi situasinya memaksa. Kalau dia tidak memberikan daftar itu, Yudha tidak bisa mencari siapa pelakunya. Dan ada kemungkinan, raksasa itu akan kembali dan mencuri lagi.
    Manajer itu akhirnya menyerah. Dia lebih suka menyerahkan daftar pegawai bank-nya daripada melihat brankas bank-nya dibobol lagi.

    “Baiklah. Akan kuambilkan. Dokumen-dokumen itu ada di ruanganku di lantai 3. Aku akan mengambilnya,” ujar manajer itu sambil berjalan keluar ruangan. “Kalian boleh menyelidiki apapun yang ingin kalian selidiki. Pak polisi ini akan menemani kalian.”

    Manajer itu menunjuk ke arah seorang polisi bersenjata, yang sedari tadi mengikuti mereka. Polisi itu mengangguk.

    “Baiklah kalau begitu. Maya, kau ikut bersamaku. Kita akan mengitari kompleks bank ini untuk mencari bukti lain,” ujar Yudha sambil kembali menyelipkan rokoknya ke mulut. “Indra, kau kembali ke brankas. Aku ingin kau mencari bukti-bukti lain yang menguatkan dugaanku.”

    Indra bergidik. Dia sebenarnya enggan sekali datang dekat-dekat ke brankas itu. Terlebih karena ada dugaan bahwa makhluk itu akan kembali untuk mencuri uang lagi. Tapi ini pekerjaannya. Dan dia memang sudah menyadari kalau resiko pekerjaannya itu sangat besar.

    “Baiklah. Tapi berikan aku sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan makhluk itu kalau dia muncul,” ujar Indra sambil mengulurkan tangannya ke arah Yudha.

    “Tentu saja. Pakai ini,” balas Yudha sambil menyerahkan beberapa lembar kertas bertuliskan aksara jawa kuno dan simbol-simbol aneh. Kertas itu tidak lain adalah kertas mantra, atau kertas segel. Yang manapun itu, kertas itu bisa digunakan untuk melawan makhluk gaib.

    “Segel? Kau ingin aku menangkap makhluk itu?” tanya Indra begitu dia melihat kertas itu. Indra sudah berkali-kali melihat kertas mantra itu, sehingga dia sudah tahu apa fungsinya.

    “Ya. Kalau dia bisa ditangkap, akan lebih mudah bertanya padanya mengenai siapa tuannya,” ujar Yudha sambil mengambil rokok yang dia selipkan di mulutnya, lalu menunjuk ke arah Indra dengan rokok itu. “Hati-hati. Kalau Buto Ijo ini dikendalikan oleh seseorang, bisa jadi dia jauh lebih pintar daripada yang kau temui di pegunungan.”

    Indra mengangguk. Dia juga sudah menyadari hal itu. Hanya saja dia belum memikirkan apa yang akan dia lakukan jika makhluk besar itu menyerangnya. Dia bisa saja lari, tapi makhluk itu lalu akan mencuri uang dan melarikan diri lagi. Satu-satunya pilihan baginya adalah melawan makhluk itu. Setidaknya, sampai dia bisa menyegel makhluk raksasa itu dengan kertas segel yang diberikan oleh Yudha.

    “Hati-hati Indra. Kuharap Buto itu tidak muncul malam ini,” ujar Maya khawatir.

    Indra membalas dengan mengacungkan jempol, sebelum dia berjalan ke arah brankas.
    Pemuda itu merasa senang karena gadis itu menaruh perhatian padanya. Dia jadi bersemangat. Meskipun demikian, dia juga memiliki harapan yang sama dengan Maya.

    Kuharap, makhluk itu tidak muncul malam ini....harapnya dalam hati.
    ___________________________________________________
     
  20. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    2nd Arc:
    Manusia, Uang, dan Makhluk Gaib


    [Yogyakarta, 25 April 2010]

    Sayangnya harapannya tidak terwujud. Yang terjadi justru sebaliknya. Makhluk raksasa itu muncul di hadapan Indra. Saat dia sedang sibuk memeriksa kondisi bagian dalam brankas. Tiba-tiba saja makhluk itu sudah berada di luar brankas.

    Makhluk itu setidaknya punya tinggi 2.5 meter dan tubuhnya sangat kekar. Kedua lenganya yang berotot tampak lebih panjang dari kakinya, sehingga lengan dengan kepalan tangan yang lebih besar dari wajan itu, menggantung hingga menyentuh lantai. Tubuh makhluk itu berwarna hijau gelap dan kulitnya kasar, serta dipenuhi tonjolan-tonjolan keras. Kepala makhluk itu botak dan kedua matanya bersinar dengan buas. Makhluk raksasa itu menyeringai dan menampakkan deretan gigi taring yang kotor dan tidak rapi. Secara keseluruhan, wujud makhluk ini sangat mirip dengan hulk yang ada di film bioskop. Hanya saja rupanya jauh lebih jelek.

    Oooh shit! maki Indra dalam hati.

    Dia sudah pernah menghadapi berbagai macam makhluk gaib sebelumnya, seperti wewe gombel, kuntilanak, jaelangkung, lamia atau siluman ular, oni dari jepang, dan masih banyak lagi. Hanya saja dia tidak pernah berhadapan dengan yang ukurannya sebesar ini.

    Makhluk raksasa itu masih memandangi Indra dengan mata menyala-nyala buas. Sepertinya makhluk itu masih berpikir apakah Indra adalah ancaman atau bukan. Sementara Indra sendiri masih berpikir apakah dia akan menyerang makhluk itu, atau lari. Perlahan-lahan, pemuda itu mengambil ancang-ancang. Mau lari atau melawannya, yang pasti, dia harus keluar dari dalam brankas. Selama dia berada di dalam brankas, posisinya sangat terjepit. Sehingga dia akan sukar melakukan apapun.

    Kemudian, tanpa peringatan, Indra menerjang maju sekuat tenaga. Sepatunya menimbulkan suara berdecit nyaring ketika dia menendang lantai brankas dari baja dengan sekuat tenaga. Tubuhnya melesat ke arah si Buto dengan kecepatan tinggi, lalu dengan kecepatan reaksi yang jauh diatas manusia biasa, Indra berputar di udara dan menendang kepala raksasa itu dengan keras. Tendangannya menghasilkan bunyi derak nyaring dan membuat raksasa itu limbung, sementara Indra berhasil mendarat di belakang raksasa itu.

    Selagi raksasa itu masih limbung karena tendangannya, Indra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan cepat dia menerjang maju dan menyelengkat kaki raksasa itu, membuatnya kehilangan keseimbangan. Kemudian, tanpa menunggu sampai raksasa itu benar-benar terjatuh, Indra melompat di atas kepala makhluk itu dan mengangkat kakinya tinggi-tinggi.

    “Makan nih!!!” seru Indra sambil mengambil pose ‘tendangan cangkul.

    Dengan sekuat tenaga, dia menghantamkan sebelah kakinya ke kepala Buto itu.
    Tendangan cangkul Indra membuat kepala raksasa itu menghantam lantai dan menghasilkan suara berdentum yang sangat keras. Kekuatan tendangan Indra dan berat tubuh raksasa itu menghancurkan lantai keramik di bawahnya, serta membuat kaca-kaca jendela langsung gemeretak karena getarannya.

    Indra mendarat dengan mulus dan membelakangi makhluk raksasa itu. Dia menoleh ke belakang untuk memastikan kalau makhluk itu tidak akan bangkit untuk sementara waktu. Dan tampaknya itu benar. Raksasa itu masih terbaring dengan kepala terbenam di lantai beton berlapis keramik, dan sepertinya tidak akan bangun untuk waktu yang cukup lama. Setidaknya akan ada cukup waktu sampai Indra selesai meletakkan segel di sekeliling raksasa itu. Dia tidak buang-buang waktu dan segera meletakkan segel pertama di depan kepala Buto yang masih terbenam di lantai.

    Pemuda itu baru saja selesai meletakkan segel keduanya, ketika tiba-tiba tangan panjang raksasa itu terayun dan menghantam tubuhnya. Karena tidak siap, dia tidak sempat menghindar. Serangan itu telak menghantam tubuh Indra. Tubuhnya langsung terbang ke arah dinding seberang ruangan, menghantam dinding beton itu dengan sangat keras, kemudian terbanting ke lantai.

    “Si....sial!” umpat Indra sambil berusaha bangun.

    Dia beruntung karena dia bukan manusia. Kalau manusia biasa pasti dia sudah mati karena pukulan tadi, atau setidaknya dia harus sudah dirawat di ICU. Tapi kekuatan vampirnya masih menyelamatkan nyawanya. Pukulan sedahsyat itu hanya membuat 2 tulang rusuknya patah, dan tulang dadanya retak, serta membuat bagian belakang kepalanya berdarah. Luka itu sebenarnya sudah sangat parah bagi manusia. Namun sekali lagi, dia bersyukur karena dia bukan manusia. Indra berusaha bangkit dengan susah payah, walaupun luka yang dia derita tidak mematikan baginya, tapi luka itu sudah membuatnya sulit untuk bergerak.

    Indra merasa seperti baru saja dihantam oleh bola besi yang biasa digunakan untuk meruntuhkan bangunan. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan pandangannya berkunang-kunang. Tapi pemuda itu mengabaikan semua rasa sakit yang dia rasakan, karena sedikit saja dia berhenti bergerak. Dia akan segera jadi pepes.

    Benar saja. Buto Ijo itu tahu-tahu saja sudah berlari ke arah Indra dengan kedua tangan terangkat tinggi. Makhluk itu bermaksud menghantam Indra dengan kedua tangannya. Dan tentu saja kalau Indra sampai terkena serangan itu, akibatnya akan sangat fatal sekali.
    Sambil berseru menahan rasa sakit. Indra melompat mundur, tepat ketika kedua tangan Buto Ijo yang hampir sebesar tubuhnya sendiri, menghantam lantai tempatnya berdiri. Lantai beton berlapis keramik itu langsung hancur berantakan. Kekuatan pukulannya menggetarkan lantai dan menyebabkan kaca-kaca jendela di sekitar ruangan itu bergemeretak keras, beberapa langsung retak. Makhluk raksasa itu berhenti sejenak. Tapi itu sudah cukup bagi Indra untuk melancarkan serangan balasan.

    Indra langsung melancarkan tendangan berputar dengan sekuat tenaganya. Tendangan itu telak mengenai kepala si raksasa dan membuat raksasa itu berputar ke samping. Tapi raksasa hijau itu tidak roboh. Makhluk itu merentangkan sebelah tangannya dan berusaha meraih tubuh Indra. Sialnya, karena dia terluka, reaksi Indra jadi terlalu lamban, dan itu berakibat fatal.

    Sebelah tangan raksasa itu langsung menangkap kaki Indra yang masih terangkat setelah menendang kepalanya.

    Celaka!! seru Indra dalam hati.

    Pemuda itu berusaha memutar tubuhnya untuk membebaskan diri dari cengkraman makhluk itu, tapi tiba-tiba saja tubuhnya sudah melayang di udara. Kemudian dengan suara berderak yang mengerikan, tubuhnya terbanting ke lantai. Indra langsung berteriak kesakitan. Tapi makhluk buas yang memegang kakinya itu masih belum puas. Buto Ijo itu menghantamkan tubuh Indra sekali ke dinding, kemudian sekali lagi ke lantai, baru kemudian melemparkan tubuh pemuda itu ke seberang ruangan. Tubuh Indra tergelincir di lantai keramik yang licin, hingga akhirnya berhenti karena menabrak tembok. Darah memercik ke mana-mana. Ruangan itu sekarang dipenuhi oleh bercak darah Indra.

    Luka yang diderita Indra begitu parah sehingga dia sama sekali tidak bisa bergerak lagi. Rasa sakit yang dia rasakan tidak perlu ditanya lagi, saking sakitnya, dia sampai mati rasa. Indra sama sekali tidak bisa merasakan bagian bawah, dan sisi kiri tubuhnya. Beberapa kali dia batuk darah, sementara di sekitarnya, genangan darah yang terbentuk semakin lebar.

    Siaal.....apa-apaan makhluk ini.....?! Dia tidak roboh setelah menerima serangan-seranganku....geram Indra dalam hati. Dia sudah tidak punya tenaga lagi, bahkan untuk bicara. Pandangannya sudah buram dan segalanya jadi berwarna merah. Dia juga sudah hampir tidak bisa mendengar lagi. Intinya, dia sedang sekarat.

    Tapi Indra tidak akan mati. Kekuatan vampirnya langsung bekerja dan berusaha menyembuhkan luka-lukanya dalam waktu singkat. Tapi secepat apapun kerja kemampuan regenerasinya, kemampuan itu akan sia-sia jika dia mendapatkan serangan lagi. Indra ingin berdiri dan melarikan diri, tapi dia sudah tidak berdaya. Dengan pasrah dia melihat makhluk raksasa itu berjalan pelan-pelan ke arahnya. Buto Ijo itu mencibir ke arahnya. Wajahnya yang buruk jadi terlihat semakin buruk.

    Indra tidak sudi dihabisi begitu saja oleh makhluk buas itu. Dalam usahanya yang terakhir, dia mengangkat tangan kanannya yang masih cukup utuh dan mengacungkan jari tengahnya ke arah makhluk itu. Dia tidak peduli apakah makhluk itu mengerti maksudnya atau tidak. Pokoknya, sampai akhir dia tidak mau terlihat lemah.

    Entah mengapa, makhluk itu tampaknya mengerti maksud ejekan Indra. Dia meraung dan berlari sambil mengangkat sebelah tangannya. Buto Ijo itu bermaksud membenamkan tubuh Indra ke lantai beton yang berlapis keramik itu. Tapi begitu makhluk itu berlari mendekat dan mengayunkan sebelah tangannya, tiba-tiba saja sebuah bujur sangkar transparan yang sangat tipis muncul di atas Indra. Meskipun tampak tipis, tapi benda aneh itu memiliki kekuatan yang dahsyat. Bujur sangkar transaparan itu bisa menahan pukulan yang dilancarkan si Buto Ijo, bahkan mementalkannya kembali. Sehingga makhluk raksasa itu tersentak mundur dan hampir jatuh karena kehilangan keseimbangannya.

    Bujur sangkar misterius itu tidak lain adalah sebuah border, atau dinding pembatas. Selain memiliki kemampuan yang disebut Myth Eater, mendirikan dinding pembatas yang sangat kuat adalah kemampuan lain yang dimiliki oleh Yudha.

    Pria berambut perak itu berdiri di pintu ruang brankas itu sambil memegang beberapa lembar kertas mantra. Di sekelilingnya, tampak beberapa lembar kertas mantra melayang-layang dan tampak berdansa di udara.

    “Sudah cukup!” seru pria itu sambil berkacak pinggang, Buto Ijo itu mundur beberapa langkah ketika melihat Yudha. Seakan-akan makhluk itu sudah mengenal siapa pria berambut perak ini.

    “Butuh bantuan?” tanya Yudha sambil memandang ke arah Indra, yang terbaring tidak berdaya.

    Indra tidak bisa menjawab sama sekali. Tapi sebagai gantinya, dia kembali mengacungkan jari tengahnya ke Yudha. Pria berambut perak itu langsung tertawa tertahan.

    “Oke. Baiklah. Jadi kau memang butuh bantuan,” ujar Yudha sambil melangkah maju. “Tidurlah. Biar ini kutangani sendiri.”

    Sambil berkata demikian, Yudha mengangkat lembar-lembar kertas mantra tinggi-tinggi. Kemudian sambil berseru keras, dia melemparkan lembar-lembar kertas mantra itu ke arah lawannya.

    Kertas-kertas bertuliskan aksara jawa kuno itu melesat bagaikan peluru ke arah si Buto Ijo. Makhluk raksasa itu berusaha melindungi tubuhnya dengan mengangkat kedua tangannya ke depan. Kertas-kertas mantra itu langsung menghasilkan ledakan dahsyat ketika bersentuhan dengan kulit si raksasa. Sambil meraung kesakitan, raksasa itu berjalan mundur. Asap tebal berbau menyengat, mengepul dari tangannya yang terbakar akibat ledakan itu. Menyadari kalau lawannya kali ini lebih tangguh, raksasa itu memutuskan untuk melarikan diri.

    Buto Ijo itu berlari ke arah lubang di tembok, yang dia buat pada malam sebelumnya, dan merusak papan tripleks yang dipasang untuk menutupi tembok tersebut. Raksasa itu terus berlari hingga dia menghilang dari pandangan.

    Melihat lawannya sudah melarikan diri, Yudha menghela nafas lega. Kertas-kertas mantra yang tadi melayang-layang dan menari-nari di sekitarnya, kini kembali ke tangannya. Pria itu menyimpan lembar-lembar kertas mantra itu ke saku celananya, dan berjalan menghampiri Indra.

    Di samping Indra, rupanya sudah berdiri Maya. Gadis itu tampak ketakutan, sekaligus merasa mual melihat kondisi tubuh Indra. Dia berdiri terpaku sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

    “Kau tidak perlu mengkhawatirkannya,” ujar Yudha sambil menepuk bahu Maya, gadis itu tersentak ketika tangan Yudha menyentuh bahunya. Dia lalu memandang ke arah Yudha dengan tatapan sedih.

    “Tapi....lukanya.....” gumam Maya sambil sekilas melirik ke arah Indra yang masih terbaring di lantai.

    “Luka seperti ini tidak akan membuatnya terbunuh,” ujar Yudha sambil mengambil rokok dari sakunya. “Coba lihat baik-baik. Kemampuan regenerasinya sudah bekerja. Dalam beberapa jam lagi dia akan sembuh.”

    Maya menoleh ke arah Indra. Meskipun dia merasa mual karena melihat kondisi tubuh Indra, gadis itu akhirnya menyadari sesuatu. Luka-luka di tubuh Indra perlahan-lahan mulai menutup. Darah yang tadi mengalir seperti sungai kecil, juga sudah berhenti mengalir. Tangan dan kaki Indra yang tadi terpilin dengan sudut yang tidak wajar, juga sudah kembali seperti semula.

    Tiba-tiba gadis itu ingat. Indra pernah bilang kalau dirinya bukan manusia, tapi setengah vampir, dan sepertinya vampir memang memiliki kemampuan regenerasi yang sangat hebat. Maya menarik nafas lega karena mengetahui kalau nyawa Indra tidak terancam.

    “Daripada kau mengkhawatirkan dia, lebih baik kau khawatirkan dia,” ujar Yudha sambil menunjuk ke arah sosok lain yang terbaring di lantai. Sosok itu tidak lain adalah si manajer bank.

    Pria itu tampaknya pingsan ketika melihat Buto Ijo yang tadi dilawan oleh Indra dan Yudha. Manajer itu rupanya sangat penakut dan mudah sekali panik, sehingga tadi dia langsung pingsan. Polisi yang mengawalnya tadi tampak bersandar ke pintu. Dia tampak shock ketika melihat kalau raksasa dalam mitos jawa itu, benar-benar ada. Saking terkejutnya, dia bahkan lupa kalau dia membawa senjata. Dia sama sekali tidak terpikir untuk melawan makhluk itu tadi.

    “Pak polisi. Sebaiknya kau bawa dia ke tempat lain, agar manajer ini bisa beristirahat,” ujar Yudha sambil berjongkok di samping Indra, dia memandang Indra dengan ekspresi lega. “Kalau yang satu ini biarkan saja. Kau tidak perlu menelpon ambulans. Besok pagi dia pasti sudah sembuh...Tapi kau tidak perlu melaporkan apapun pada atasanmu. Rahasiakan saja kejadian ini.”

    Polisi itu masih tampak shock, dan sekarang dia justru merasa heran karena Yudha memintanya untuk tidak melaporkan serangan yang barusan terjadi pada atasannya.

    “Pak Yudha. Tapi....”

    Yudha mengangkat sebelah tangannya.

    “Kalau kau melaporkan kejadian ini ke atasanmu, dia akan menerjunkan lebih banyak personel ke tempat ini,” ujar Yudha dengan nada tegas. “Dan itu akan menyebabkan Indra jadi lebih sulit melawan Buto Ijo itu. Karena nantinya dia akan lebih sibuk melindungi para polisi yang menjaga tempat ini.”

    Polisi itu terdiam. Ucapan Yudha memang masuk akal. Polisi itu sudah melihat sendiri bagaimana kuatnya raksasa itu. Kalau saja tadi ada banyak polisi yang berjaga, maka korban yang akan jatuh akan jauh lebih banyak. Dan tidak seperti pemuda misterius yang terbaring di sudut ruangan ini, polisi-polisi itu tidak bisa memulihkan dirinya. Sehingga hampir dipastikan kalau mereka akan tewas terbunuh.

    “Baiklah pak. Saya yakin anda paham benar dengan apa yang sedang anda lakukan,” ujar polisi itu sambil memberi hormat. “Tapi saya mohon untuk dilibatkan dalam kasus ini hingga selesai.”

    Yudha tersenyum lebar ketika mendengar ucapan si polisi itu.

    “Tentu saja. Kau sudah terlibat sampai sejauh ini. Jadi kurasa tidak masalah kalau kau terlibat lebih jauh lagi bukan?” ujar Yudha dengan nada riang. “Ngomong-ngomong, siapa namamu pak polisi?”

    “Agus. Agus Darsono,” jawab polisi itu sambil memberi hormat pada Yudha. “Saya permisi untuk membawa pak manajer ke ruang istirahat karyawan. Beliau sebaiknya beristirahat disana sampai beliau sadar.”

    Yudha mengangguk. Polisi bernama Agus itu dengan segera berjalan menghampiri si manajer, lalu merangkul tubuhnya dan membawanya pergi. Sementara Yudha dan Maya masih berdiri di samping Indra.

    “Bagaimana?” tanya Yudha sambil memandang ke arah Maya.

    “Bagaimana apanya?” Maya justru balik bertanya pada Yudha.

    “Ada yang aneh?” tanya Yudha pada gadis itu.

    Maya berpikir sejenak dan menutup matanya. Gadis itu sedang mengumpulkan semua bukti-bukti yang sudah dia dapatkan sampai saat ini. Lalu dia membuka matanya lagi.

    “Ya. Ada. Ada beberapa hal yang janggal. Tapi aku masih kurang bukti,” ujar Maya sambil memandang ke arah Yudha, gadis itu sebenarnya sudah punya dugaan mengenai siapa pemilik makhluk gaib itu. Tapi dia membutuhkan lebih banyak bukti lagi sebelum dia bisa menentukan siapa pelakunya.

    “Bagaimana denganmu?” tanya Maya sambil memandang ke arah Yudha. Pria berambut perak itu nyengir lebar.

    “Aku sudah tahu siapa pelakunya,” ujar Yudha dengan nada penuh kemenangan. “Tapi aku ingin menangkap Buto Ijo itu terlebih dahulu.”

    “Jadi kau akan membuat Indra melawan makhluk itu lagi?” tanya Maya dengan nada kasar, dia tidak setuju kalau Indra harus melawan Buto Ijo itu lagi. Karena dia takut pemuda itu akan terluka parah seperti saat ini.

    “Tentu saja. Itu tugasnya,” balas Yudha dengan entengnya. “Tapi tentu saja pada pertempuran selanjutnya, Indra yang akan menang.”

    Maya heran mendengar ucapan terakhir Yudha yang tampak yakin kalau Indra akan memenangkan pertempuran selanjutnya. Gadis itu lalu bertanya pada Yudha.

    “Kenapa kau bisa yakin?” tanya Maya heran.

    Yudha berbalik dan menyalakan rokoknya dengan lighter yang tadi dia sembunyikan di kantung rahasia dibalik kemejanya. Maya langsung melotot begitu melihat kalau rupanya Yudha masih punya pemantik api yang sengaja dia sembunyikan. Melihat ekspresi wajah Maya, pria berkacamta dan berambut perak panjang itu nyengir lebar.

    “Karena kali ini aku akan menyiapkan kejutan khusus untuk Indra.”

    Sambil berkata demikian, dia berjalan meninggalkan Maya yang masih berdiri di samping Indra. Gadis itu hanya bisa melongo dan memandang ke sekelilingnya. Ruangan brankas itu memang terang, walaupun ada beberapa lampu yang mati karena pertempuran antara Indra dan si Buto Ijo, tapi karena sepi sekali, Maya jadi merasa ketakutan. Suara-suara berderak, menggelegak, dan berdegub dari tubuh Indra yang sedang memulihkan dirinya, membuat suasana jadi semakin mencekam. Karena ngeri, Maya tidak berani menoleh ke arah Indra. Pemandangan tubuh Indra yang sedang memulihkan diri memang tidak baik untuk dilihat, terutama bagi orang yang tidak biasa melihat darah.

    Gadis itu akhirnya memutuskan untuk duduk tidak jauh dari Indra. Kemudian memejamkan matanya. Dia bermaksud untuk mengistirahatkan matanya sejenak, tapi kemudian dia tertidur karena terlalu lelah. Maya tidak terbiasa bergadang, sehingga sebenarnya sejak tadi, dia sudah sangat mengantuk. Tapi berusaha ditahannya. Sekarang, dengan hilangnya ketegangan yang dia rasakan tadi, kini rasa kantuk itu menyerangnya. Kali ini, dia tidak menahannya lagi dan langsung terlelap dalam waktu singkat.
    ___________________________________________________
     
  21. Senruika Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 27, 2010
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +34 / -0
    Spirit Sign "Fantasy Seal" !!!

    o wait
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.